Opini
Tips dan Trik Terapkan Disiplin Gawai pada Anak
Gadget, gawai atau handphone menjadi salah satu perangkat atau alat elektronik yang sangat digemari oleh anak-anak saat ini.
TRIBUNKALTIM.CO - Gadget, gawai atau handphone menjadi salah satu perangkat atau alat elektronik yang sangat digemari oleh anak-anak saat ini.
Mengapa tidak? Setiap saat, jika penulis berada di luar rumah. Terlihat pemandangan seorang anak dengan gawai di tangan, entah anak tersebut sedang makan atau pun tidak melakukan aktivitas apapun.
Bahkan, anak yang usianya masih tergolong bayi dan balita sudah tidak asing dengan perangkat yang satu ini.
Tidak hanya itu, kalimat yang sering terdengar saat ini adalah gadget merupakan alat yang digunakan oleh orangtua untuk membuat anak diam agar tidak rewel serta tidak bergerak karena orangtua ingin terbebas dari kerewelan si anak atau mungkin orangtuanya sedang tidak ingin diganggu aktivitas nya oleh anak sehingga alat ini lah sebagai penyelamat agar segalanya berjalan sesuai keinginan.
Tahukah kita sebagai orangtua bahwa dampak negatif dari penggunaan gawai yang berlangsung lama akan berakibat pada psikologi dan kesehatan anak?
Baca juga: Gebyar Diskon hingga 40 Persen, Lengkapi Kebutuhan Gadget-mu Bersama Gramedia Sahabat Sekolah
Jika sudah tahu dan masih belum dapat membatasi penggunaannya. Maka, mari kita cermati pengalaman penulis sebagai orangtua yang memiliki anak dan tidak dapat terlepas dari penggunaan gawai namun akhirnya berhasil dalam disiplin penggunaannya di lingkungan keluarga.
Beberapa tahun yang lalu, penulis sama dengan orangtua lainnya yang ingin pekerjaannya tidak ingin terganggu oleh keriweuhan anak. Usianya masih dua tahun saat itu.
Anak saya dapat duduk dengan tenang bermain game kesukaannya, menonton konten YouTube dan penulis merasa HP tidak masalah jika diberikan kepada anak selagi masih dalam pantauan orang tua.
Namun, ketika kejadiannya semakin berlarut-larut dan tidak dapat lagi membendung tantrum anak yang tiba-tiba datang serta kejadian yang paling parah saat gawainya diambil dan mulai berteriak serta membanting pintu kamar.
Bukan hanya itu, ketika wifi mulai tidak stabil maka dengan spontan anak menangis dan meraung-raung seperti kehilangan sesuatu yang dimilikinya.
Penulis merasakan ada sesuatu yang salah dan harus diperbaiki. Perlakuan berbeda ketika anak yang usianya sekitar sepuluh atau sebelas tahun yang sudah bisa diberikan batasan waktu untuk disiplin dalam penggunaannya.
Baca juga: Seni di Balikpapan Adaptasi dengan Teknologi, Gawai jadi Senjata untuk Berkarya
Jika anak masih berusia dua, tiga, empat tahun dan sudah kecanduan gawai. Maka, sebagai orangtua akan terasa berat melakukan sesuatu yang berkaitan dengan sikap disiplin penggunaan gawai di rumah.
Beberapa hal berikut dapat dijadikan tips dan trik ketika ingin memulai penerapan disiplin penggunaan gawai di lingkungan keluarga. Tentu hal tersebut terasa berat dan harus dipaksa.
Sikap dari pasangan juga sangat memengaruhi. Yang pertama harus dilakukan adalah komitmen bersama keluarga yaitu membatasi penggunaan gawai di rumah.
Tentu hal tersebut tidak secara instan akan terlaksana tetapi butuh proses yang sangat panjang. Di awal penerapan akan terasa berat, namun jika telah terlaksana maka akan terasa dampak positifnya ke anak.