Opini
Stop, Buang Sampah di Sungai, Mulailah Terapkan dari Keluarga Kita di Rumah
Barangkali mereka tidak punya tempat sampah ya, Ma di rumah? Kalimat ini terlontar begitu saja dari anak saya yang masih berusia enam tahun saat melih
TRIBUNKALTIM.CO - Barangkali mereka tidak punya tempat sampah ya, Ma di rumah? Kalimat ini terlontar begitu saja dari anak saya yang masih berusia enam tahun saat melihat pemandangan sungai di dekat rumah yang sangat kotor.
Kata-kata tersebut kembali terngiang secara berulang setiap kali saya menyusuri pinggir sungai mengendarai sepeda motor saat akan berangkat dan pulang kerja.
Sungai panjang yang letaknya tidak jauh dari permukiman warga dengan hamparan rumput yang hijau bak permadani luas karena hujan, kini mulai jarang turun membasahi bumi Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara, sehingga menyebabkan rimbunnya rumput.
Sebenarnya, akan menjadi pemandangan yang menarik karena sungai tersebut menjadi tempat hewan-hewan peliharaan warga untuk sekedar melepas dahaga dan mencari makan, seperti bebek minum air di sungai, burung bangau yang terbang ke sana kemari, dan tak ketinggalan beberapa ekor sapi yang sedang makan rumput.
Pemandangannya tentu indah dan memanjakan mata bagi saya yang kurang piknik serta kadang perlu hiburan di perbatasan negeri ini, jika hal tersebut tidak ditambah dengan tumpukan sampah yang dibuang oleh warga sekitar.
Baca juga: 3 Konsep Penanggulangan Sampah di Samarinda ala DLH
Mungkin saja mereka berpikir seperti ini, nantinya sampah-sampah tersebut akan ikut mengalir jika hujan turun.
Namun, yang terjadi adalah sampah-sampah mulai berserakan karena dihamburkan oleh ayam peliharaan warga sekitar karena hujan tak kunjung turun. Sungguh pemandangan yang tidak sedap dipandang.
Mengapa hal ini masih saja terjadi? Padahal tempat sampah telah disediakan oleh pemerintah setempat. Hanya diminta waktu luang sekitar 5 menit untuk membuang sampah pada tempatnya.
Boleh dilakukan dengan berjalan kaki atau jika capek boleh saja menggunakan kendaraan. Tapi, hanya sebagian yang sadar akan hal tersebut. Buktinya, masih saja sungai dijadikan tempat sampah besar oleh warga sekitar.
Hal lainnya yang sering saya temukan adalah saat mengendarai sepeda motor, ketika orang yang berada di dalam mobil melemparkan sampah botol ke jalan.
Ini sangat mengganggu dan memalukan, menurut saya. Mengapa memalukan? Karena mobilnya keren. Masa iya, yang berada di dalamnya bukan orang-orang keren juga.
Baca juga: Proyek Baru IKN Nusantara, Pembangunan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Hingga IPAL
Bahkan anak saya sering berkomentar miring terhadap orang-orang yang masih dengan seenaknya membuang sampah di jalan.
Tak hanya botol, bahkan kantong plastik yang mungkin saja di dalamnya terdapat banyak sampah dengan santainya dibuang tanpa ragu
Bersalah, iya, kalau sampah yang dilempar keluar lewat jendela mobil mengenai pengendara sepeda motor yang berada di belakang. Kalau kena? Gimana dong?
Berkaca dari semua hal yang terjadi di depan mata dan memang sangat konsen terhadap bagaimana caranya sebagai orangtua dapat menjadi role model bagi anak agar nantinya tidak melakukan hal serupa.
Sebagai orang tua, saya selalu mengingatkan kepada kedua anak saya bahwa membuang sampah di sembarang tempat akan mengakibatkan hal-hal yang tidak baik.
Maka, saya banyak melakukan tindakan-tindakan kecil yang dapat ditiru dan dipraktik an oleh mereka, contohnya bungkus permen yang ada di tangan akan saya genggam dengan erat atau simpan di dalam saku jika tidak terdapat tempat sampah pada saat itu.
Baca juga: Proyek Tempat Pengolahan Sampah Terpadu 1 di IKN Nusantara Anggarannya Fantastis
Selain itu, sampah basah dan kering pun saya pisahkan agar tidak mengganggu, baik itu bau dan mampu mengundang hewan lain untuk mengacak-acak sampah di tempat pembuangan.
Sampah basah selalu dibuang untuk hewan-hewan yang sering berkeliaran di dekat rumah, seperti kucing liar dan ayam peliharaan tetangga, bukankah akan menjadi pahala jika melakukan hal serupa hanya dengan modal sampah sisa?
Sedangkan, sampah kering di buang di tempat yang seharusnya dan jika mager ke mana-mana boleh menunggu sampai petugas dari Dinas Kebersihan dengan motor dan bak berwarna kuningnya dalam kurun waktu dua sampai tiga kali seminggu untuk mengambil sampah dari masyarakat sekitar.
Nah, kurang apa coba? Mengapa masih membuang sampah sembarangan jika fasilitas telah disediakan secara gratis oleh pemerintah.
Di dalam buku yang berjudul Penanganan dan Pengelolaan Sampah (Studi Implementasi Kebijakan Pengelolaan Sampah di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan) Akhmad Riduan (2021); Diamond (Hartiningsih, Kompas edisi 16 April 2009) menyampaikan bahwa penyebab kehancuran suatu bangsa pada masa lalu adalah musnahnya manusia karena degradasi lingkungan dan sumber daya alam yang parah, penyakit, perang antarnegara, maupun konflik karena elite politik terus-menerus berebut kekuasaan.
Baca juga: Walikota Samarinda Andi Harun Beri Penghargaan RT Terbaik, Program Kampung Sampah Bernilai
Secara riil, Wibowo dan Djajawinata (2009:1) mengemukakan, berdasarkan data BPS tahun 2000 dari 384 kota yang menimbulkan sampah sebesar 80.235, 87 ton setiap hari, penanganan sampah yang diangkut dan dibuang ke TPA adalah sebesar 4,2 persen, dan tidak tertangani sebesar 53,3 % .
Berdasarkan data tersebut, jelaslah bahwa sampah adalah musuh besar lingkungan yang mesti dihadapi bersama oleh pemerintah dan masyarakat.
So, start it with your family to do that. Mulailah dari keluarga Anda di rumah dengan melakukan hal-hal baik yang dapat mengurangi penumpukan sampah dan tidak seenaknya membuang sampah tidak pada tempatnya, seperti di sungai atau jalan raya. Bukankah kebersihan adalah sebagian dari iman. (*)
Penulis: Andi Jumiati, S.Pd
Guru Bahasa Inggris di SMAN 1 Nunukan