Berita Kutim Terkini
8 Kebijakan Pemkab Kutim yang Dinilai Gagal Versi Partai Demokrat Kutai Timur
DPC Partai Demokrat Kabupaten Kutai Timur (Kutim) menarik diri dari Koalisi Partai Pengusung Pemerintah Daerah Pasangan Bupati Ardiansyah Sulaiman.
Penulis: Syifaul Mirfaqo | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO, SANGATTA - DPC Partai Demokrat Kabupaten Kutai Timur (Kutim) menarik diri dari Koalisi Partai Pengusung Pemerintah Daerah Pasangan Bupati Ardiansyah Sulaiman dan Wakil Bupati Kasmidi Bulang.
Penarikan diri dari koalisi ini dilatarbelakangi tindakan serta keputusan dan kebijakan yang dibuat pemerintah daerah membuktikan bahwa asas pemerintahan yang baik telah dilanggar.
Demikian disampaikan Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Kutim, Ordiansyah dalam pernyataan politik resminya pada konferensi pers di Kantor Sekretariat DPC Partai Demokrat Kutim, Kecamatan Sangatta Utara, Kabupaten Kutim.
Partai Demokrat Kutim melihat ini memperjelas posisi kita ke masyarakat, menjadi penyeimbang, sahabat yang kritis kepada kekuasaan.
Baca juga: Partai Demokrat Kaltim Ingin Pasangan Anies-AHY Terwujud dalam Pilpres 2024
"Ini yang paling penting bagi kami," ujarnya kepada TribunKaltim.co pada Rabu (22/2/2022).
Pernyataan politik ini berdasar pada tiga poin, yakni surat pernyataan dan fakta integritas calon bupati dan wabup di Kantor DPP Partai Demokrat tertanggal 29 Juli 2020 lalu.
Kemudian saran dan masukan dari berbagai pihak, serta hasil evaluasi kinerja pemerintah daerah sampai dengan Februari 2023 oleh Partai Demokrat Kutim.
"Partai Demokrat Kutim menilai bahwa Pemerintah Kabupaten Kutim memasuki tahun ketiganya telah gagal menjalankan visinya untuk menata Kutai Timur sejahtera untuk semua," ujarnya.
Baca juga: Anies Baswedan Tetap Tenang Meski Koalisi NasDem, PKS dan Demokrat Digoyang Badai Isu Perpecahan
Ordiansyah memaparkan, terdapat delapan kebijakan yang dianggap bermasalah serius oleh DPC Demokrat Kutim.
Yakni adalah:
1. Pemerintah dinilai gagal dalam penyusunan, perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring evaluasi anggaran.
Lambatnya anggaran diturunkan untuk pembangunan beresiko kegagalan dan tidak selesainya proyek-proyek pemerintah serta terjadinya SILPA yang sangat besar (Rp 362 miliar), yang akhirnya merugikan masyarakat.
2. Penerapan pengelolaan anggaran yang tidak transparan.
Terbukti dengan kalahnya Pemkab Kutim dalam kasus keterbukaan informasi publik tentang Dokumen APBD melawan tuntutan Fraksi Rakyat Kutim di pengadilan.
3. Penyelenggaraan anggaran yang tidak prudent.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.