Ibu Kota Negara

Pesan Jokowi agar Pembangunan IKN Nusantara tak Rugikan Masyarakat dan Curhat Warga yang Tersingkir

Pesan Jokowi agar pembangunan IKN Nusantara tak rugikan masyarakat dan curhat warga yang tersingkir dari kampung sendiri

Editor: Amalia Husnul A
KOMPAS.com/Dian Erika
Presiden Joko Widodo saat mengunjungi pembangunan kompleks perumahan menteri di kawasan IKN, Sepaku, Kalimantan Timur pada Kamis (23/2/2023). Pesan Jokowi agar pembangunan IKN Nusantara tak rugikan masyarakat dan curhat warga yang tersingkir dari kampung sendiri 

TRIBUNKALTIM.CO - Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menegaskan agar pembangunan IKN Nusantara tidak merugikan masyarakat termasuk soal pengadaan lahan. 

Pernyataan Presiden Jokowi agar pembangunan IKN Nusantara tidak merugikan masyarakat ini disampaikan dalam kunjungan kerja ke Kalimantan Timur (Kaltim) pekan ini.

Sayangnya, sejumlah warga yang lahannya masuk kawasan IKN Nusantara sudah mengeluhkan ganti rugi lahan yang terlalu rendah sehingga tak bisa membeli lahan baru.

Dampaknya, warga harus tersingkir dari kampungnya sendiri lantaran uang ganti rugi lahan tak cukup untuk beli lahan baru dan harus kehilangan lahan yang merupakan sumber penghidupan.

Dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden, Jokowi mengatakan "Saya sampaikan kemarin ke Kepala Otorita IKN Pak Bambang, jangan sampai ada masyarakat yang dirugikan oleh pembangunan Ibu Kota Nusantara ini." 

Saat meninjau proyek tol sepanjang 40 kilometer ini, Jokowi mengeklaim tak ada masalah soal pengadaan lahan untuk pembangunan tol.

"Kemarin iya (ada masalah), tetapi hari ini sudah diinfo oleh Pak Menteri PU sudah tidak ada masalah," ujar Jokowi seperti dikutip TribunKaltim.co dari kompas.com. 

"Tingal bayar bulan Maret, minggu depan," imbuh mantan wali kota Solo itu.

Selain itu, Jokowi juga memperingatkan agar proyek pembangunan IKN tidak boleh merusak lingkungan.

Jokowi berjanji akan memberi teguran bila ada pekerjaan dalam proyek IKN yang tidak memperhatikan aspek lingkungan.

Baca juga: Warga Ramai Protes Nilai Ganti Rugi Lahan IKN Nusantara, Pemkab PPU Ambil Langkah

"Konsep kota yang ingin kita hadirkan di Ibu Kota Nusantara adalah konsep lingkungan.

Sehingga sekecil apa pun yang berkaitan dengan lingkungan ini harus diperhatikan," ujar Jokowi.

Kekecewaan Warga yang Lahannya Masuk IKN Nusantara

Diberitakan sebelumnya, sejumlah warga yang lahannya masuk Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) IKN di Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kaltim, mengaku kecewa karena harga ganti rugi lahan terlalu kecil.

Bagi mereka, nilai ganti rugi sejumlah itu tak cukup untuk membeli lahan baru yang harganya sudah meroket.

Dahlia, misalnya, mengaku mendapat informasi bahwa nilai ganti rugi lahan hanya berkisar Rp 115.000 sampai Rp 300.000 per meter.

Luas lahan milik Dahlia yang berukuran 15 meterx48 meter masuk kawasan KIPP di lokasi Desa Bumi Harapan.

“Nilai segitu (harga ganti rugi) enggak cukup kami beli lahan baru di Sepaku yang harga sudah melonjak per meternya sudah Rp 3,4 juta,” kata dia saat dihubungi Kompas.com, Jumat (10/2/2023).

Lahan milik Dahlia sudah diukur petugas sejak akhir tahun lalu.

Namun, hingga kini dirinya belum mendapat kepastian nilai ganti ruginya.

“Kami belum dapat informasi pasti. Harga itu hanya beredar dari grup WhatsApp warga yang terdampak KIPP.

Kalau memang harga segitu, kami tidak terima, terlalu kecil,” ungkap dia.

Baca juga: Tak Ingin Terusir dari Kecamatan Sepaku, Warga Lokal Protes ke Otorita IKN Nusantara

Hal yang sama juga dikeluhkan warga lain, Agusariyani. Lahan Agusariyani seluas 29 meterx70 meter berlokasi di pinggir jalan Desa Bumi Harapan.

“Sudah diukur sejak Desember tahun lalu, tapi sampai sekarang kami belum kepastian harga ganti rugi,” ungkap dia.

Agusariyani mengaku, saat pengukuran, petugas ukur tidak memberitahu nilai ganti rugi beserta tanam tumbuhnya.

Hanya diberitahukan mengenai jumlah tanam tumbuh dan luas lahannya yang bakal dibebaskan pemerintah.

“Kami dapat informasi ya dari grup WhatsApp (KIPP) itu saja. Di situ ada RT, lurah, dan camat,” kata dia.

Tersingkir dari Kampung Sendiri

Bukan hanya kepastian ganti rugi, warga lainnya mengeluhkan nilainya yang terlalu kecil sehingga mereka tidak mampu membeli lahan baru.

Kisah ini menimpa Hamidah, (60), warga Desa Bumi Harapan, Kecaraman Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur (Kaltim). 

Hamidah adalah salah satu warga Sepaku yang terpaksa kehilangan sumber penghasilan karena satu-satunya kebun yang menghidupi dirinya dan anaknya diganti rugi pemerintah karena masuk KIPP IKN Nusantara

Suami Hamidah telah lama meninggal.  Hamidah tinggal dengan anak perempuan semata wayang dan dua cucu.

Anak Hamidah pun, cerai dengan suaminya. Kebutuhan hidup mereka, masih jadi tanggungan Hamidah dari hasil berkebun.

Namun, sejak ganti rugi dibayarkan Desember 2022 lalu, Hamidah kini menganggur tak ada lagi kebun.

Baca juga: Curhat Warga Pemilik Lahan di Sekitar IKN Nusantara, Merasa Diintimidasi karena Protes Ganti Rugi

Untuk kebutuhan sehari-hari, Hamidah menggunakan uang ganti rugi dari pemerintah yang telah ia terima melalui tranfer ke rekeningnya.

“Ambil dikit-dikit buat makan dan sangu (jajan) cucu. Kalau dulu masih ada kebun, masih ada pengasilan.

Sekarang sudah enggak ada, pengeluaran terus setiap hari,” ungkap Hamidah, Selasa (14/2/2023) seperti dikutip TribunKaltim.co dari kompas.com. 

Semua tanam tumbuh di kebun Hamidah sudah diratakan alat berat.

Hamidah hanya diam di rumah, bersama anak dan dua cucunya.

Hamidah tergolong masyarakat di sekitar IKN yang non-skill.

Kemampuannya hanya sebagai petani, mewarisi jejak orangtua karena latar belakang pendidikan rendah.

Sejak kecil ia tak pernah sekolah, karena itu, sampai saat ini ia pun tak bisa membaca dan menulis.

Untuk itu, Hamidah tak punya kemampuan berwirausaha atau pun melamar kerja di perusahaan sekitar.

“Dulu zaman enggak enak kan, enggak disekolahkan orangtua. Tapi kami sekolahnya dalam batin aja. Dari dulu kami berkebun terus.

Kebun satu-satunya yang menghidupi aku dan anakku selama ini,” kata dia.

“Di situ (kebun) masih ada pisang, ubi dan tanaman lain yang bisa dipanen makan.

Sekarang sudah enggak ada. Kita sekarang usaha engga bisa, panen sawit engga bisa, apa-apa ga bisa. Mau kerja kemana, mau panen kebun tidak ada,” sambung dia dilema.

Saat dipanggil ke kantor kecamatan untuk sosialisasi ganti rugi, Hamidah tak bisa menolak meski itu kebun satu-satunya.

Karena rata-rata warga yang hadir setuju melepas lahan dan diganti uang.

Hamidah tidak punya pengetahuan yang cukup soal pilihan ganti rugi.

Meski, Peraturan Pemerintah (PP) 19/2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum, memberi beragam opsi.

Pasal 76 menyebutkan, ganti rugi lahan bisa berupa uang, tanah pengganti, permukiman kembali, kepemilikan saham, atau bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.

“Enggak ngerti Pak, yang begituan. Lagi pula semua warga terima duit, masa saya minta lahan (kebun) pengganti sendirian,” kata dia.

Selain kebun, rumah dan lahan Hamidah seluas kurang lebih 400 meter persegi, yang kini ia tinggal pun, dalam waktu dekat bakal dibebaskan pemerintah karena masuk KIPP IKN.

Tim penilai sudah melakukan pengukuran, tinggal membayar uang ganti rugi. Hamidah dan anaknya hanya pasrah mendiami rumah tersebut, sambil menunggu pembayaran ganti rugi lalu berencana hengkang keluar Sepaku, pindah ke kabupaten lain.

“Saya dan anak rencana pindah ke Grogot (Kabupaten Paser) menetap di sana (kampung orangtua).

Di sini kami sudah tidak mampu, tidak ada kebun lagi, beli tanah di sini pun mahal,” ungkap Hamidah.

Uang ganti rugi yang ia terima, tak mampu membeli lahan baru untuk berkebun, karena harga tanah di lokasi sekitar IKN sudah melonjak tinggi, mencapai Rp 2 – 3 juta per meter.

Sementara, nilai ganti rugi yang diterima warga, hanya berkisar Rp 115.000 sampai Rp 300.000 per meter persegi.

Untuk itu, setelah dibayarkan uang ganti rugi rumahnya, Hamidah akan pindah dari Sepaku, yang telah ia tempati puluhan tahun lamanya. Hadirnya IKN menghilangkan ruang hidupnya.

Ganti Lahan Hanya Janji

Tetangga Hamidah, Thomy Thomas Tasib membenarkan kondisi yang dialami Hamidah.

Rumah keduanya hanya berjarak 50 meter di tepi jalan Desa Bumi Harapan, sekitar satu kilometer dari titik nol IKN.

Thomy mengatakan selama ini pemerintah kadang mensosialisasikan lahan pengganti bagi warga yang berdampak IKN, tapi hanya omong kosong tidak ada realisasi.

“Ngomong aja, enggak ada lahan yang disiapkan. Buktinya sampai sekarang enggak ada lahan yang disiapkan buat relokasi warga.

Mana lahannya? Enggak ada. Kita tanya mereka kadang jawab enggak nyambung, jadi warga malas nanya,” ungkap Thomy sedikit kesal.

Thomy mengatakan pemerintah juga mengingkari janji tak mengganggu warga sekitar karena pembangunan IKN.

Sebab, Hamidah menjadi salah satu bukti, tersingkir dari kampung sendiri karena kehilangan kebun dan rumahnya.

“Ibu Hamidah itu kasihan. Kebun sudah diambil, tinggal rumah satu-satunya ibu ini.

Ibu masih bertahan kalau sudah dibayar rumahnya, dia tidak tinggal di sini lagi. Nasib sama juga mungkin kami alami ke depan,” khawatir Thomy.

Camat Sepaku, Waluyo mengaku baru mengetahui kisah Hamidah saat dikonfirmasi Kompas.com.

Waluyo mengaku belum menerima keluhan masyarakat soal ganti rugi lahan atau pun kehilangan lahan seperti yang dialami Hamidah.

“Saya perlu cek dulu ke lapangan ya. Karena saya belum terima keluhan warga,” kata dia singkat.

Meski demikian, Waluyo mengakui soal nilai ganti rugi lahan yang dikeluhkan bukan kewenangan pemerintah daerah, melainkan pemerintah pusat.

“Kalau harga tidak cocok dengan warga, itu yang beri harga tim penilai. Itu kewenangan pemerintah pusat, pemda tidak ikut campur,” pungkas dia.

Baca juga: Warga yang Lahannya Masuk Kawasan IKN Nusantara Kecewa, Ganti Rugi tak Cukup untuk Beli Lahan Baru

(*)

Update Ibu Kota Negara

Berita IKN Nusantara

 

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved