Berita Internasional Terkini

3 Penyebab dan Alasan, Banyak Orang Jepang Tidak Ingin Punya Anak

Dijelaskan, negara Jepang mulai sepi penduduk, di antaranya ada yang memilih tidak menikah atau tidak mau punya keturunan 

|
Editor: Budi Susilo
UNSPLASH/Tzepang Ngaa
Ilustrasi seseorang memakai masker di Jepang. Negeri matahari terbit, Jepang hanya memiliki 799.728 angka kelahiran. Jumlah tersebut adalah terendah dalam catatan dan menjadi penurunan angka kelahiran pertama di Jepang. 

Proporsi wanita yang belum menikah pada usia reproduksi puncak 25 sampai 34 stabil hingga pertengahan 1970-an.

Ilustrasi ibu hamil.
Ilustrasi ibu hamil. (TRIBUNKALTIM.CO/BUDI SUSILO)

Sementara proporsi wanita lajang berusia 25–29 melonjak dari 21 persen pada 1975 menjadi 66 persen pada 2020.

Di sisi lain, proporsi yang sesuai untuk wanita menikah di usia 30 hingga 34 mengalami lompatan yang lebih dramatis dari 8 persen menjadi 39 persen.

2. Peningkatan kebutuhan ekonomi

Wanita muda Jepang semakin enggan untuk menikah dan memiliki anak sebagian karena peningkatan pesat dalam peluang ekonomi mereka.

Keadaan Jepang, ibu kota Tokyo.
Keadaan Jepang, ibu kota Tokyo. (REUTERS)

Partisipasi perempuan dalam meraih pendidikan dan gelar sarjana mulai meningkat pesat pada akhir 1980-an dan mencapai 51 persen pada 2020.

3. Peran gender

Alasan wanita Jepang enggan untuk menikah dan memiliki anak karena terhalang oleh tekanan keuangan dan peran gender tradisional yang memaksa banyak orang untuk berhenti bekerja begitu mereka hamil dan memikul beban pekerjaan rumah tangga serta tugas mengasuh anak.

Kalau punya anak di Jepang, suami tetap bekerja tapi ibu diharapkan berhenti dari pekerjaannya dan menjaga anak.

"Saya hanya merasa sulit untuk membesarkan anak, secara finansial, mental, dan fisik," kata Yuka Minagawa, seorang profesor di Universitas Sophia di Tokyo dikutip dari The Guardian.

Baca juga: Orang Jepang Merasa Kesepian Lantaran Datang Pandemi Covid-19, Pemerintahnya Buat Kementerian Khusus

"Pemerintah mengatakan akan memberikan dukungan yang lebih baik untuk keluarga dengan anak kecil, tetapi saya tidak terlalu percaya pada politisi," sambungnya.

Menurutnya, tingkat kesuburan yang rendah sebagian merupakan gejala dari kemajuan yang dicapai wanita Jepang dalam beberapa tahun terakhir.

Khawatir akan konsekuensi sosial dan ekonomi yang terkait dengan tingkat kesuburan rendah yang berkepanjangan serta penuaan populasi yang cepat, pemerintah Jepang meluncurkan serangkaian program untuk menangani kesuburan rendah ('shoushika-taisaku') pada pertengahan 1990-an.

Fokus awalnya adalah memberikan bantuan pengasuhan anak melalui peningkatan penyediaan layanan pengasuhan anak dan mengadvokasi keseimbangan kehidupan kerja yang lebih baik.

Kemudian pada akhir 2000-an, upaya kebijakan Jepang menjadi lebih komprehensif.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved