Berita Kaltara Terkini

Oknum Kepala Sekolah di Nunukan Dituntut 1 Tahun 10 Bulan, Ini Kasusnya

Oknum Kepala  Sekolah Yayasan SD Fangiono 1 Nunukan berinisial ES (35) dituntut 1 tahun 10 bulan dan denda Rp 50 juta dalam kasus penggelapan

Editor: Samir Paturusi
(Thinkstock)
Ilustrasi-Oknum Kepala  Sekolah Yayasan SD Fangiono 1 Nunukan berinisial ES (35) dituntut 1 tahun 10 bulan dan denda Rp 50 juta dalam kasus dugaan dugaan penggelapan dana BOSDa ( Bantuan Operasional Sekolah Daerah) dan BOSReg ( Bantuan Operasional Sekolah Reguler) 

TRIBUNKALTIM.CO- Oknum Kepala  Sekolah Yayasan SD Fangiono 1 Nunukan berinisial ES (35) dituntut 1 tahun 10 bulan dan denda Rp 50 juta dalam kasus dugaan dugaan penggelapan dana BOSDa ( Bantuan Operasional Sekolah Daerah) dan BOSReg ( Bantuan Operasional Sekolah Reguler) .

Tak tanggung-tanggung dugaan dana yang digelapkan mencapai ratusan juta.

ES dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Nunukan.

JPU Kejaksaan Negeri Nunukan, Siti Norjanah mengatakan sejak tahun 2020 sampai 2022, SD Fangiono 1 Sebuku di bawah naungan Yayasan Pendidikan Fangiono PT Karangjuang Hijau Lestara (PT. KHL) telah menerima dana BOS yang bersumber dari APDES Kabupaten Nunukan berupa dana BOS Daerah.

Maupun dana BOS yang bersumber dari APBN Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yaitu BOS Reguler.

Baca juga: Teddy Sangkal Lakukan Penggelapan, Sebut Dirinya Jual Aset untuk Bayar Utang Lina Jubaedah

Baca juga: DJP Kaltimtara Serahkan Tersangka Penggelapan Pajak Rp 1,4 M ke Kejari Balikpapan

"Selama tiga tahun berturut-turut tersebut, terdakwa selaku kepala sekolah dalam mengajukan permohonan dana BOS tidak melakukan musyawarah dengan dewan pengajar SD Fangiono 1, sehingga tidak ada guru yang tahu jika ternyata SD Fangiono 1 telah menerima dana BOS," kata Siti Norjanah kepada TribunKaltara.com, Senin (17/04/2023), sore.

Selain itu kata Siti, dalam pengelolaan dana BOS, terdakwa juga tidak membentuk komite sekolah sebagai pengawas dalam pengelolaan dana.

Menurut Siti, terdakwa yang tidak melakukan musyawarah dengan dewan pengajar ataupun membentuk komite sekolah, sehingga terdakwa menggunakan dana BOS yang diterima oleh sekolah, tidak mengacu pada peraturan teknis tentang pelaksanaan pengelolaan dana BOS.

"Seharusnya dana tersebut seluruhnya diperuntukan untuk membayar insentif atau honorarium sekolah, belanja barang atau jasa yang sifatnya untuk kepentingan sekolah. Tapi justru ada yang digunakan terdakwa untuk kepentingan pribadi," ucapnya.

Hal itu beber Siti yang menyebabkan selisih penggunaan dana selama tiga tahun berturut-turut yakni sebesar Rp209.086.733 yang kemudian menjadi kerugian keuangan negara.

Agar perbuatan terdakwa tidak ketahuan, oknum Kepsek tersebut membuat laporan pertanggungjawaban seolah-olah dana BOS yang diterima oleh sekolah telah digunakan secara sah seluruhnya.

"Jadi terdakwa membuat kwitansi pembayaran insentif guru yang tandatangan penerimanya dipalsukan serta membuat kwitansi belanja barang dan jasa dengan stempel palsu," ujar Siti.

Dakwaan JPU

Dakwaan JPU terhadap terdakwa ES dengan dakwaan primair yakni Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Tak hanya itu, JPU juga memberikan dakwaan Subsidiair yakni Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Halaman
12
Sumber: Tribun kaltara
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved