Problematika Analog Switch Off

Setiap tanggal 21 November ditetapkan sebagai Hari Televisi Internasional oleh PBB. Tidak ada peristiwa bersejarah yang melatarbelakangi momen ini.

Editor: Aris
HO/Pribadi
Mahasiswa MAP Fisip Unmul Samarinda, Ali Yamin Ishak. (HO/Pribadi) 

Oleh : Ali Yamin Ishak (Mahasiswa MAP Fisip Unmul)

Setiap tanggal 21 November ditetapkan sebagai Hari Televisi Internasional oleh PBB. Tidak ada peristiwa bersejarah yang melatarbelakangi momen ini, namun alasan PBB untuk mensahkan tanggal tersebut karena menilai televisi sebagai simbol komunikasi antar manusia. Televisi dinilai telah sangat berjasa memberitakan konflik di berbagai penjuru dunia, berita perdamaian, serta menyajikan berbagai isu politik, ekonomi dan sosial. PBB juga menyatakan jika televisi begitu berpengaruh dan dinilai memiliki kekuatan dalam proses pengambilan keputusan, sehingga televisi diklaim sebagai alat dalam memberikan informasi, menyalurkan, dan memengaruhi opini publik.Karena pengaruh kuat dari televisi, maka revolusi dalam dunia penyiaran harus segera terlaksana. Akselerasi transformasi digital di Indonesia merupakan salah satu agenda penting dari sisi kebijakan nasional, khususnya digitalisasi televisi.

Hadirnya Analog Switch Off (ASO)

ASO atau Analog Switch Off adalah penghentian siaran TV analog yang sepenuhnya dialihkan ke siaran TV digital.Siaran TV digital menggunakan modulasi sinyal digital dan sistem kompresi sehingga masyarakat bisa menyaksikan siaran TV dengan kualitas gambar yang lebih bersih, suara yang lebih jernih dan teknologi yang canggih. Peralihan siaran TV analog ke siaran TV digital juga membantu masyarakat untuk mendapatkan siaran televisi gratis selama 24 jam, dengan menggunakan sebuah alat tambahan Set Top Box (STB)bagi pengguna tv tabung/tv lama yang belum didukung teknologi DVBT2.

Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja mengamanatkan Analog Switch Off (ASO) dilaksanakan paling lambat 2 tahun sejak UU berlaku yakni November 2019 lalu. MelaluiPermenkominfo No.11 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penyiaran, proses ASO dibagi 3 tahap sesuai wilayah layanan di Indonesia yakni tahap 1 pada bulan April 2022, tahap 2 pada bulan Agustus 2022 dan tahap 3 pada November 2022.

Kalimantan Timur, melalui PermenkominfoNo.11 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penyiaran terdapat 2 wilayah layanan siaran tv digital yakni kaltim 1 terdiri dari Kota Samarinda, Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Kartanegara; Kaltim 2 yaitu Kota Balikpapan dan Kabupaten Penajam Paser Utara yang masuk tahap 1 ASO pada April 2022.

Implementasi ASO dan Implikasinya di Daerah

Melalui siaran pers Kominfo bersama Menkopolhukam pada Oktober 2022 lalu dikatakan bahwa infrastruktur tv digital  sudah dinyatakan siap di seluruh wilayah layanan di Indonesia. Namun, hingga 2 november lalu skema tahapan yang disusun oleh Menkominfo tidak berjalan sesuai rencana dan jauh dari panggang. Pasalnya, hingga 2 november 2022 lalu hanya beberapa daerah di Indonesia yang menjalankan ASO yakni di Jabodetabek. Hal tersebut menjadi pertanyaan sejauh mana komitmen pemerintah untuk mensukseskan ASO di seluruh wilayah Indonesia.

Dari 2 wilayah layanan yang ada di Kaltim saat ini ditengarai jangkauan siaran tv digital yang bisa diterima oleh masyarakatmasih belum maksimal. Hal tersebut terlihat dari adanya beberapa daerah yang masuk wilayah layanan tv digital Kaltim 1 dan 2 namun belum bisa menjangkau sinyal tv digitalatau dengan kata lain tidak ditemukan chanel tv digitalnya. Akhirnya menjadi sebuah polemik baru di masyarakat terutama para ibu rumah tangga yang sangat menikmati hiburan dari siaran tv seperti sinetron dan sepakbola bagi para bapak-bapak dan kaula muda.

Tak bisa dipungkiri bahwa tv masih menjadi sebuah hiburan di masyarakat yang cukup digemari khususnya bagi masyarakat menengah kebawah secara ekonomi yang notabene tidak mampu berlangganan internet maupun berlangganan tv kabel sehingga masih sangat butuh akan keberadaan siaran tv melalui antena (free to air). Hal tersebut senada dengan hasil survei Nielsen tahun 2022 bahwa presentasi pengguna tv di Indonesia masih yang tertinggi dibanding pengguna internet yakni sebesar 81,1 persen berbanding 76,7 persen. Selain itu, terdapat kegelisahan di masyarakat terhadap adanya alat tambahan agar tv bisa menerima sinyal tv digital yakni berupa Set Top Box (STB).

Dengan masih tingginya tingkat kebutuhan masyarakat akan hiburan tv melalui antena (free to air), diharapkan dengan adanya kebijakan ASO yang menjanjikan adanya perubahan besar terhadap kualitas siaran yang gambarnya semakin bersih, suaranya semakin jernih dan teknologinya canggih hanya dengan tambahan sebuah alat bernama Set Top Box (STB) khusus bagi pengguna tv tabung/tv lama yang belum memiliki teknologi DVBT2. Ditambah lagi, bahwa pemerintah bersama dengan tv penyelenggara multipleksing (MUX)telah berkomitmen untuk memberikan STB secara gratis kepada masyarakat yang kurang mampu berdasarkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) milik Kementerian Sosial.

Fakta dilapangan ternyata tak sesuai denganapa yang direncanakan sehingga masih banyak ditemukan kendala dalam proses pengadaan dan distribusi STB tersebut hingga saat ini. Diketahui bahwa Kaltim mendapatkan bantuan sekitar 34.811 unit STB untuk wilayah layanan Kaltim 1 dan Kaltim 2 dan masih terkendala proses pendistribusiannya. Hal tersebut akhirnya berdampak secara langsung kepada masyarakat kurang mampu yang memiliki tv analog sehingga harus membeli STB secara mandiri yang harganya cukup mahal yakni sekitar 250-400 ribu rupiah per unit pada marketplace maupun toko eletronik agar bisa menikmati siaran tv digital karena beberapa stasiun tv telah mematikan siaran analog khususnya pada program tertentu yang memiliki rating tinggi. Selain itu, sikap pemerintah terkait ASO yang terkesan tidak siapini akhirnya sedikit banyak berdampak juga kepada pelaku industri tv khususnya tv lokal di kaltim.

Diketahui terdapat 6 pelaku industri tv lokal di kaltim yang masih eksis akhirnya terdampak dengan ketidakpastian ASO. Salah satu dampaknya adalah adanya desakan kepada tv lokal untuk segera beralih ke sistem digital dengan konsekuensi membayar kontrak sewa dengan penyelenggara multiplesking(mux) tv digital yang ada di Kaltim sejak Agustus 2021 lalu. Namun ternyata hingga november 2022 ASO di kaltim masih belum dijalankan secara penuh dan tidak terlihat ada konsekuensi hukum yang tegas bagi tv yang masih bersiaran secara simulcast (bersiaran secara analog dan digital bersamaan) dan juga bagi penyelenggara mux yang belum selesai mendistribusikan STB kepada masyarakat. Padahal pelaku industri tv di kaltim notabene sudah siap beralih ke digital secara penuh bahkan sejak Agustus 2021 lalukarena sudah berkontrak dengan penyelenggara Mux dan telah menyajikan konten digitalnya. Namun akhirnya mereka terbebani secara financial karena diwajibkan membayar kontrak sewa mux tv digital setiap bulannya dan disisi lain ASO yang tak kunjung usai.

Manfaat dan Harapan

Selain memodernisasi bangsa Indonesia, dengan adanya ASO ini juga memiliki tujuan mulia bagi masyarakat maupun pelaku industri tv. Jika saatnya nanti ASO berjalan dengan baik, maka seluruh masyarakat dimanapun berada akan menikmati siaran tv yang memiliki kualitas gambar yang jernih tanpa ada semut lagi, suara yang jernih dan terdapat beberapa teknologi canggih seperti merekam siaran, parental lock dan juga early warning system. Selain itu, dengan adanya peralihan tv analog ke tv digital ini juga diharapkan mampumeningkatkan perputaran ekonomi yang lebih baik pasca pandemi dengan tumbuhnya pelaku industry baru untuk memproduksiSTB dan juga meningkatkan daya beli masyarakat terhadap tv baru yang sudah tertanam teknologi digital. Diharapkan pula adanya keterlibatan pelaku Usaha MIkro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam produksi STB dan juga produksi konten siaran untuk pelaku industry tv di daerah. 

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Lonjakan PBB dan Judul Clickbait

 

Merdeka, tapi Masih Antre Beras

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved