IKN Nusantara

Konsep Kota Hutan, Pembangunan IKN Nusantara Harus Akomodir Warga dan Kearifan Lokal

Konsep kota hutan, pembangunan IKN Nusantara harus akomodir warga dan kearifan lokal

Penulis: Rafan Arif Dwinanto | Editor: Faizal Amir

TRIBUNKALTIM.CO - Pembangunan Ibu Kota Nusantara atau IKN Nusantara di Kalimantan Timur mengusung konsep kota hutan.

Pembangunan IKN seharusnya turut melibatkan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat adat dan lokal.

Isu tersebut mengemuka dalam Diskusi Kebudayaan dan Konservasi dalam Konsep Hutan IKN yang digelar oleh Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia secara daring dan luring pada Rabu (24/5/2023).

Dilansir dari Kompas.com, Anggota Komisi Ilmu Pengetahuan Dasar AIPI Profesor Damayanti Buchori mengatakan, dalam konteks pembangunan, sering sekali modernisasi ekologi justru meninggalkan kearifan lokal.

“Atau setidaknya memang kearifan lokal tidak ditempatkan secara setara dengan pengetahuan teknologi modern atau teknologi modern,” kata Damayanti.

Rencana pembangunan IKN yang turut melibatkan masyarakat setempat dan kearifan lokal perlu digodok lebih lanjut.

“Yang ingin dibahas adalah bagaimana kita bisa menempatkan aktor-aktor lokal sebagai sumber kearifan untuk berperan setara dengan pihak lainnya,” ucap Damayanti.

Menurutnya, mengakui, melibatkan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat adat dan lokal menjadi poin yang penting.

“Di mana keterlibatan itu tidak hanya keterlibatan pasif dan simbolik, namun betul-betul partisipasi yang substantif.

Termasuk di dalamnya pengetahuan atau kearifan lokal sebagai rujukan dalam proses pembangunan IKN,” paparnya.

Dia mencontohkan, mitologi dan kearifan lokal yang dipercaya masyarakat adat di beberapa tempat bila ditelisik lebih lanjut memiliki aspek keberlanjutan terhadap alam.

Hal tersebut diketahui setelah dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kearifan lokal di sebuah daerah.

Oleh karenanya, diperlukan paradigma baru dalam sistem pengetahuan baru di IKN yang bersifat lintas interdisipliner, menghubungkan semua disiplin ilmu menjadi satu kesatuan yang koheren.

Sementara itu, anggota Komisi Kebudayaan AIPI Profesor Yunita T Winarto menuturkan, hutan adalah relung kehidupan dan budaya maysarakat lokal yang merupakan wujud adaptasi selama ribuan tahun lamanya.

Sehingga, alam dan budaya masyarakat setempat merupakan dua dimensi yang tidak terpisahkan.

“Bagaimana pun juga, pelibatan masyarakat lokal yang diharapkan berkelanjutan pasti hanya mungkin kalau ada manusianya,” kata Yunita.

Pembangunan yang bersifat inklusif di IKN dengan melibatkan masyarakat lokal diharapkan dapat memulihkan mereka yang terkslusikan akibat pembangunan-pembangunan di masa lalu.

“Saya rasa amat senang bahwa IKN menjadi momentum yang sangat tepat untuk kemudian bagaimana kita mengoreksi kebijakan-kebijakan masa lalu,” ujar Yunita.

Sementara itu Deputi Bidang Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Otorita IKN Myrna Asnawati Safitri menyampaikan strategi pembangunan sosial budaya IKN menerapkan prinsip Bhinneka Tunggal Ika.

Dalam prinsip tersebut, diharapkan pembangunan IKN bersifat inklusif dan partisipatif.

Dia menyampaikan, segala keragaman harus muncul di dalam kota, maka inklusifitas menjadi perhatian utama.

“Kota berkelanjutan adalah koreksi terhadap model pembangunan di masa yang lalu bertumpu ekstrasi sumber daya alam,” papar Myrna.

Myrna menuturkan, IKN akan dibangun selaras dengan alam dan sedapat mungkin tidak dilakukan rekayasa topografinya.

Ada tiga pilar konsep kebijakan besar yang sedang digodok untuk perlindungan kebudayaan dan konservasi di IKN.

Pertama, rimba kultural di mana hutan dan kebudayaan harus tersambung.

Kedua, menggodok rencana induk keanekaragaman hayati IKN.

Ketiga, menyusun kebijakan pengakuan, perlindungan dan pemajuan kearifan lokal dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. (*)

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved