Berita Nasional Terkini

Teddy Minahasa Banding Putusan Dipecat dari Kepolisian, Komisi Kode Etik Polri Jatuhkan 2 Sanksi

Mantan Kapolda Sumbar, Teddy Minahasa banding putusan Sidang Etik dipecat dari kepolisian. Komisi Kode Etik Polri jatuhkan 2 sanksi

Editor: Amalia Husnul A
Wartakotalive/Ramadhan LQ
Mantan Kapolda Sumbar, Teddy Minahasa jalani sidang Komisi Kode Etik Polri, Selasa (30/5/2023). Mantan Kapolda Sumbar, Teddy Minahasa banding putusan Sidang Etik dipecat dari kepolisian. Komisi Kode Etik Polri jatuhkan 2 sanksi 

Hakim pun menyimpulkan bahwa Teddy terbukti melanggar Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP

"Menyatakan terdakwa Teddy Minahasa Putra telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP sesuai dakwaan pertama kami," ujar Hakim Jon Sarman.

Vonis yang dijatuhkan ini diketahui lebih rendah dari tuntutan yang diajukan jaksa penuntut umum, yaitu hukuman mati.

Timpang antara Sah dan Meyakinkan

Pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel, menilai putusan vonis penjara seumur hidup yang dibuat hakim untuk eks Kapolda Sumatra Barat Teddy Minahasa ada ketimpangan.

Dikutip TribunKaltim.co dari Tribunnews.com di artikel berjudul Pakar Psikologi Forensik: Vonis Teddy Minahasa Timpang antara 'Sah dan Meyakinkan', menurut Reza, putusan hakim haruslah adil berdasar pada pembuktian yang sah di persidangan.

Reza mengatakan bahwa dalam pembacaan vonis kepada terdakwa pastilah hakim mengawali putusannya dengan sebuah kata sah dan meyakinkan.

Baca juga: Siapa Anita Cepu yang Divonis 17 Tahun dalam Kasus Sabu Teddy Minahasa? Pengakuan Linda Pujiastuti

Menurut Reza, dalam kasus Teddy Minahasa nampaknya hakim tidak mendasarkan putusannya pada pembuktian yang sah dan justru lebih mengedepankan subjektivitasnya.

"Kalau kita ingat bahwa irah irah putusan berbunyi 'sah dan meyakinkan'. Sah mengacu pada pembuktian, sedangkan meyakinkan berlandaskan pada persepsi bahkan intuisi hakim.

Dari urutannya sudah jelas, bahwa objektivitas pembuktian (sah) harus didahulukan ketimbang subjektivitas perasaan (meyakinkan). Nah, putusan majelis menunjukkan ketimpangan itu," kata Reza dalam keterangannya, Senin (15/5/2023).

Sebagai seorang hakim yang sangat menentukan nasib hukuman seorang terdakwa, seharusnya hakim lebih mengedepankan objektivitas pembuktian.

Menurut Reza, hakim harus menyandarkan vonis yang dijatuhkan berdasar pembuktian yang sah di persidangan bukan bersandar pada subjektivitas perasaannya.

"Subjektivitas dikedepankan, sementara objektivitasnya sangat rapuh. Ini, sekali lagi, bertentangan dengan asas pembuktian sebagai kemutlakan dalam proses sidang," tandasnya.

Subjektivitas hakim dalam vonis Teddy Minahasa sangat tampak terlihat karena terlalu mengandalkan keterangan saksi.

Padahal, menurut Reza, hakim harusnya membandingkan keterangan saksi tersebut dengan alat bukti lain yang sah di persidangan.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved