Berita Kaltara Terkini

Suku Nomaden Punan Batu di Bulungan Kaltara Sulit Dapatkan Ubi dan Lalihi, Mulai Makan Nasi

Hari mulai malam di tepian Sungai Sajau, pedalaman Kalimantan Utara, Ukop tampak sibuk menyiapkan kayu bakar untuk memasak beras pakai panci

Penulis: Maulana Ilhami Fawdi | Editor: Mathias Masan Ola
TRIBUNKALTARA.COM/MAULANA ILHAMI FAWDI
Kajom dan Dewi saat mencari ubi kariting dengan menggali tanah di Hutan. Suku Punan Batu mengatakan keberadaan Ubi Kariting dan Lalihi (kiri) semakin sulit ditemukan di dalam hutan. (TribunKaltara.com/Maulana Ilhami Fawdi) 

Seringkali ubi kariting tumbuh di dekat bebatuan, sehingga semakin menyulitkan Suku Punan Batu untuk mencari.

"Kami sering mencarinya tapi tidak dapat, memang susah. Tidak semua ubi kariting ini bisa dimasak, kalau terlalu lembek tidak bisa dimasak, dan kalau memang tidak dapat ya diamlah bertahan tidak makan, tapi sekarang itu kalau tidak ada ubi ya ada nasi," kata Dewi.

Ubi kariting yang makin sulit ditemukan di hutan juga dirasakan oleh Bonon.

Kata dia, kondisi hutan hari ini tak lagi seperti dulu. Kini untuk mendapatkan ubi, dan hewan dari hutan atau ikan dari sungai maka diperlukan kerja keras yang lebih besar.

"Sekarang kami makan nasi, karena susah cari ubi, cari binatang juga sudah susah, cari ikan pun juga susah kita cari," kata Bonon.

Panci tempat memasak nasi Suku Punan Batu

20230706_Panci sederhana yang digunakan Suku Punan Batu
Panci sederhana yang digunakan Suku Punan Batu saat memasak beras. Terlihat Bonon (kanan) orang Suku Punan Batu saat ditemui di pondoknya di Hutan Sajau. (TribunKaltara.com/Maulana Ilhami Fawdi)

Tak hanya ubi kariting yang susah dicari, alternatif makanan lainnya seperti keladi yakni Lalihi juga semakin sulit ditemukan.

Tagen mengungkapkan dirinya harus berjalan cukup jauh di hutan untuk menemukan Lalihi.

Sekalipun mendapatkan Lalihi jumlahnya tak terlalu banyak dan hanya bertahan untuk dikonsumsi dalam waktu satu hari saja.

"Kalau Lalihi ini saya dapat juga jauh dari sini, dan itu tidak banyak, ini paling sehari habis,” kata Tagen.

Perubahan asupan makanan suku pedalaman Kalimantan Utara ini juga diamini oleh pendamping Suku Punan Batu yang merupakan kerabat dari Kesultanan Bulungan yakni Datu Karim.

Datu Karim melanjutkan tradisi hubungan sosial dan ekonomi antara Kesultanan Bulungan dengan Suku Punan Batu.

Sehari-hari ia juga menyediakan kebutuhan sembako termasuk beras untuk Suku Punan Batu.

"Terkadang kalau saya seminggu tidak turun, mereka sudah gelisah, karena ubi susah dicari di hutan, jadi mereka butuh beras untuk bertahan," kata Datu Karim.

Lalihi yang telah dibakar dan siap dimakan. Lalihi menjadi makanan Suku Punan Batu disamping ubi kariting yang semakin sulit ditemukan di hutan pedalaman Kalimantan Utara. (TribunKaltara.com/Maulana Ilhami Fawdi)

Halaman
123
Sumber: Tribun kaltara
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved