Berita Nasional Terkini

Sebut Menentang Ekspor Pasir Laut sejak Jaman Megawati, Zulhas tak Ikut Bahas PP yang Diteken Jokowi

Zulkifli Hasan menyebut dirinya menentang ekspor pasir laut sejak jaman Megawati. Zulhas mengaku tak ikut bahas PP yang diteken Presiden Jokowi.

Penulis: Aro | Editor: Ikbal Nurkarim
Dok Kementerian Perdagangan
Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan. Mendag mengaku tidak tahu apa-apa terkait dengan terbitnya PP 26/2023 yang mengizinkan ekspor pasir laut yang saat ini tengah jadi sorotan. Zulhas menegaskan dirinya termasuk yang menentang kebijakan ekspor pasir laut sejak era Presiden Megawati.  

TRIBUNKALTIM.CO - Pemerintah membuka kembali keran ekspor pasir laut lewat PP Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut yang ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengaku tidak tahu apa-apa terkait dengan terbitnya PP 26/2023 yang mengizinkan ekspor pasir laut yang saat ini tengah jadi sorotan.

Selain itu, Zulkilfi Hasan atau biasa disingkat Zulhas menegaskan dirinya termasuk yang menentang kebijakan ekspor pasir laut sejak era Presiden Megawati

Bahkan Zulhas mengaku bagaimana bisa ekspor pasir laut ini dibuka kembali.

"Saya enggak ikut, saya tidak ikut untuk membahas itu.

Tapi saya sudah cek kepada Menseskab betul itu inisiatifnya Kementerian Kelautan.

Kalau sudah putusan yang tentu saya sebagai menteri kan harus ikut kan gitu," ujar Zulhas dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR RI, Selasa (6/6/2023) seperti dikutip TribunKaltim.co dari kontan.co.id.

Zulhas mengaku memang tidak ikut serta dalam pembahasan izin ekspor pasir laut tersebut.

Namun Zulhas mengatakan tidak dapat membantah sebab PP tersebut diteken Presiden Jokowi.

Diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan mencabut larangan ekspor pasir laut dengan menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) No 26/2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut.

Lewat PP 26/2023 yang diundangkan dan berlaku pada 15 Mei 2023 lalu itu, Jokowi merestui pemanfaatan termasuk untuk ekspor hasil sedimentasi laut, diantaranya pasir laut.

Meski begitu, dalam pasal 9 ayat (2) huruf (d) PP No 26/2023 menetapkan ekspor diizinkan sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Baca juga: Ekspor Pasir Laut Diizinkan Jokowi, Kadin Kaltim Minta Dipertimbangkan: Ingat Ekosistem Alam

Sementara itu, PP tersebut juga mengamanatkan kepada Kementerian Perdagangan untuk mengurus persoalanan perizinan bagi eksportir yang ingin melakukan ekspor pasir laut.

Penjelasan Menteri KKP soal Izin Ekspor Pasir Laut?

Sejak diterbitkannya PP 26/2023 yang membuka kembali ekspor pasir laut, pro kontra dari sejumlah pihak terus terjadi. 

Terkait pro kontra ekspor pasir laut dan PP 26/2023, Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Sakti Wahyu Trenggono mengungkapkan bahwa kebijakan ini muncul agar Indonesia tidak merugi untuk mengelola pasir laut dalam negeri.

 Sebab menurutnya selama ini pasir laut di Indonesia diduga banyak dikeruk negara-negara tetangga karena anggaran dalam pengawasan itu terbilang minim.

"Saya sih selalu minta ke dirjen (mengawasi). Tapi ‘kapalnya kurang Pak, biaya operasi kurang. Kenapa? Anggarannya kecil’. Aduh. Ya udah nanti kalo ada kapal penyedot tangkep.

Tapi selama ini yang ditangkap kapal BBM. Itu dikejar-kejar tapi kalah cepat,” ucap Wahyu dalam konferensi pers daring Minggu (4/6/2023) seperti dikutip TribunKaltim.co dari kontan.co.id. 

Wahyu menegaskan bahwa ekspor pasir laut diizinkan asalkan harus berdasar rekomendasi tim kajian yang nantinya akan dibentuk khusus untuk menangani penggunaan pasir laut.

Tim kajian ini nantinya akan terdiri dari beberapa lintas Kementerian dan Lembaga seperti Kementerian Perhubungan, KKP, Kementerian ESDM, Akademisi hingga organisasi masyarakat di bidang lingkungan dan lainnya.

"Katakanlah mereka mengajukan untuk kepentingan permintaan ekspor pasir, permintaan ekspor selama hasil sedimentasi boleh saja buat penggunaan dalam negeri dan luar negeri.

Nggak apa-apa selama dia bayar mahal ke dalam negeri, kok yang untung Johor (Malaysia) melulu. Nah, Johor ngambilnya dari mana? Jangan-jangan dari kita juga,” ungkap Wahyu.

Baca juga: Jokowi Buka Keran Ekspor Pasir Laut, 3 Menteri yang akan Berikan Izin terkait PP Nomor 26/2023

Selain itu, Wahyu juga menegaskan bahwa nantinya pasir yang diekspor maupun untuk kebutuhan reklamasi dalam negeri ini hanyalah pasir laut hasil dari sedimentasi.

Artinya kata dia, tidak semua pasir diperbolehkan untuk dilakukan ekspor.

"Setelah terbentuk tim silahkan dikaji di mana sedimentasi di Indonesia jumlahnya berapa baru boleh dieksploitasi. Mengambilnya juga tidak boleh sembarangan, harus dengan teknik dan teknologi khusus," kata Wahyu.

Wahyu juga menegaskan bahwa ekspor pasir laut ini tidak hanya akan dilakukan ke Singapura.

Menurutnya ekspor pasir bisa dilakukan ke negara mana saja, asalkan mendapatkan rekomendasi dari tim pengaji dan memastikan kebutuhan dalam negeri untuk reklamasi terpenuhi.

"Kalau para pakar mengatakan ini hasil sedimentasi, ya nggak usah ekspor ke Singapura, ekspor aja ke Jepang, apa salahnya,” ucap Sakti.

Sebelumnya, Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.

Dalam Pasal 6 beleid tersebut, Jokowi memberikan ruang kepada sejumlah pihak untuk mengeruk pasir laut dengan dalih mengendalikan hasil sedimentasi di laut.

Dengan alasan mengendalikan sedimentasi itu, Jokowi memberikan ruang kepada sejumlah pihak untuk membersihkannya. Kalau tidak tersedia, Jokowi mengizinkan kapal isap asing untuk mengeruk pasir di Indonesia.

Dalam Pasal 9, Jokowi mengatur pasir laut yang sudah dikeruk boleh dimanfaatkan untuk beberapa keperluan  reklamasi di dalam negeri, pembangunan infrastruktur pemerintah, pembangunan prasarana oleh pelaku usaha, dan/atau ekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Greenpeace dan Walhi Minta Dibatalkan

Dikutip TribunKaltim.co dari kompas.com, Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia Afdillah mendesak pemerintah membatalkan PP 26/2023 Pemerintah Nomor  tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.

Baca juga: Dulu Megawati Setop Ekspor Pasir Laut, Kini Jokowi Izinkan Lagi, Pembelaan Luhut: Sekarang Ada GPS

Alasan Greenpeace karena PP 26/2023 tersebut berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan secara masif.

Hal senada disampaikan Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Eksekutif Nasional WALHI Parid Ridwanuddin.

Baik Greenpeace dan Walhi sama-sama menolak dilibatkan dalam pengerukan pasir laut seperti yang disebut dalam PP 26/2023.

Parid mengatakan, pihaknya tidak akan terlibat dalam program yang mengarah pada kerusakan lingkungan.

 "WALHI tidak akan pernah terlibat dalam semua aktivitas atau program yang melanggengkan kerusakan lingkungan dan memperburuk kehidupan masyarakat di seluruh Indonesia," kata Parid saat dihubungi Kompas.com, Jumat (2/6/2023).

Parid mengatakan, pihaknya telah menyerukan kepada Presiden Joko Widodo untuk menghentikan total seluruh proyek tambang pasir laut dan proyek reklamasi pantai di seluruh Indonesia.

Ia menilai, PP 26/2023  tersebut adalah bentuk regulasi yang tidak demokratis dan akan membuat masyarakat semakin miskin serta terpinggirkan akibat kerusakan yang dilanggengkan.

"PP tersebut akan semakin memperparah dampak buruk krisis iklim di Indonesia, terutama percepatan tenggelamnya pulau-pulau kecil.

Situasi genting akibat krisis iklim ini terbukti telah memperburuk kehidupan masyarakat pesisir, khususnya nelayan tradisonal dan atau nelayan skala kecil, serta perempuan nelayan di Indonesia," ujarnya.

Baca juga: 20 Tahun Dilarang, Kini Jokowi Buka Keran Ekspor Pasir Laut, Sejarah Kelam Berujung Rusaknya Batam

(*)

Update Berita Nasional Terkini

Berita pasir laut

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved