Horizzon
Esek-esek Profesional Tak Tersentuh
Di Balikpapan atau Samarinda kita masih melihat sejumlah bisnis esek-esek berskala besar yang tampil vulgar di depan mata publik seolah tak terusik.
Penulis: Ibnu Taufik Jr | Editor: Fransina Luhukay
Oleh: Ibnu Taufik Juwariyanto, Pemimpin Redaksi Tribun Kaltim
LALU-LINTAS di milis redaksi Tribun Kaltim ada yang tiba-tiba berubah algoritmanya. Setidaknya perubahan ini kentara jika lalu lintas pekan ini dibandingkan dengan sekira dua atau tiga pekan sebelumnya.
Dua-tiga pekan lalu, milis yang semuanya adalah pasokan berita dari reporter di lapangan banyak diwarnai oleh berita-berita yang seragam, yang seolah diorkestrasi. Kebetulan, berita-berita yang polanya sama adalah berita tentang peristiwa kriminalitas.
Dalam kurun waktu sekira sebulan, reporter di lapangan, utamanya mereka yang bertugas di kepolisian sering mengirimkan berita tentang pengungkapan kasus yang dikaitkan dengan Tindak Pidana Perdagangan Orang atau TPPO. Pinjam frasa yang moncer setiap musim Pemilu, maka pasokan berita tentang pengungkapan kasus yang diatur di UU No. 21/2007 ini boleh dikatakan sebagai berita yang polanya Terstruktur, Sistematis dan Masif alias TSM.
Bagaimana tidak, hampir setiap hari, berita tentang pengungkapan Tindak Pidana Perdagangan Orang ini selalu muncul setiap hari. Bahkan saat mengintip di daerah lain, rupanya pola tersebut juga membentuk ‘algoritma’ pasokan berita, meski ketika dipublis jarang yang nangkring di page pertama di mesin pencarian google.
Kesimpulannya, berita tentang pengungkapan kasus TPPO ini rupanya sedang diorkestrasi alias menjadi atensi dari kawan-kawan penegak hukum, di hampir semua daerah. Ini juga terkonfirmasi ketika menjelang akhir menjamurnya berita ini, muncul pola-pola berita release yang isinya berupa akumualasi kasus yang berhasil diungkap.
Mari kita sedikit melihat esensi dari UU No.21 tahun 2007 yang di dalam klausulnya dibuat untuk melindungi harkat dan martabat manusia, utamanya perempuan dan anak terkait dengan semakin maraknya korporasi dan jaringan yang melakukan praktik perdagangan manusia.
UU ini juga memberikan ancaman pidana yang cukup berat bagi siapapun yang melakukan praktik-praktik perdagangan orang sebagaimana yang dimaksud di UU tersebut. Ancaman hukuman badan 15 tahun diterapkan bagi mereka yang terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan praktik perdagangan orang. Bahkan untuk pelanggaran yang dilakukan secara korporasi, ancamannya jauh lebih tinggi.
Pertanyaannya saat ini adalah, bagaimana dengan kasus-kasus yang diungkap selama sekira satu bulan terakhir beberapa waktu yang lalu. Apakah pengungkapan kasus yang boleh dibilang TSM tersebut menjawab dari esensi dibuatnya UU No.21 tahun 2007 yang memiliki tujuan dasar menjaga harkat dan martabat perempuan dan anak-anak?
Hakim di pengadilan yang menjadi ujung dari pengungkapan setiap kasus ini tentu memiliki pertimbangannya sendiri. Namun jika kita melihat secara awam, dari seluruh kasus yang muncul, kita jadi ingat dengan kasus-kasus serupa di waktu-waktu sebelumnya yang selalu diselesaikan dengan pasal-pasal Tindak Pidana Ringan alias Tipiring.
Kita masih ingat dengan pola-pola berita yang sama yang sering muncul seiring dengan datangnya bulan puasa. Sebagai pekerja di media, kita tentu hafal di setiap menjelang datangnya bulan puasa, kita juga tak pernah bosan memproduksi berita razia hotel-hotel melati. Dan kita juga paham, ujungnya rata-rata adalah pembinaan atau kalaupun harus ke meja hijau pasal yang digunakan adalah Tindak Pidana Ringan, dengan hukuman denda.
Melihat kasus yang diungkap dan diekspose dengan menggunakan TPPO belakangan, sebenarnya tak jauh berbeda dengan kasus-kasus lama yang biasa menggunakan pasal Tipiring. Kita butuh jawaban sebenarnya apakah kawan-kawan kepolisian benar-benar bisa meyakinkan JPU untuk membawa kasus ini dengan label kasus TPPO.
Fenomena ini menggugah kepedulian kawan-kawan reporter di lapangan atau para manajer liputan alias korlip di setiap media untuk mengikuti atau setidaknya mengintip perjalanan kasus-kasus ‘bombastis’ ini saat maju ke persidangan.
Kita boleh cek & ricek apakah di pengadilan saat ini musim persidangan kasus TTPO? Atau jangan-jangan justru marak dengan penyidik kepolisian yang datang sendiri ke pengadilan yang kemudian menyodorkan kasus tersebut di depan hakim dengan pasal-pasal Tipiring.
Tidak mudah membuktikan sebuah kasus yang diajukan ke pengadilan yang dilabeli dengan pasal-pasal dengan ancaman pidana serius. Bukan hanya soal pengacara yang bakal mendampingi para tersangka, kasus Ferdy Sambo, Teddy Minahasa dan sejumlah kasus menonjol lain juga telah memberikan pelajaran berharga pada publik untuk memahami proses persidangan di pengadilan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.