Berita Nasional Terkini

122 WNI Jual Ginjal lewat Sindikat Internasional, Ada Guru hingga Lulusan S2, Dijanjikan Rp 135 Juta

122 WNI jual ginjal lewat sindikat internasional, ada guru hingga lulusan S2, dijanjikan Rp 135 juta.

Editor: Diah Anggraeni
Kompas.com/Joy Andre T
12 orang pelaku penjualan ginjal jaringan internasional yang dihadirkan dalam konferensi pers di Gedung Direktorat Reserse Kriminal Umum, Kamis (20/7/2023). 122 WNI jual ginjal lewat sindikat internasional ini, ada guru hingga lulusan S2, dijanjikan Rp 135 juta. 

TRIBUNKALTIM.CO - 122 WNI jual ginjal lewat sindikat internasional, ada guru hingga lulusan S2, dijanjikan Rp 135 juta.

Polisi menggerebek rumah kontrakan di Perumahan Villa Mutiara Gading, Setia Asih, Tarumajaya, Bekasi Regency, Bekasi, Jawa Barat, Senin (19/6/2023) dini hari.

Rumah kontrakan itu digerebek lantaran diduga jadi markas penampungan penjualan ginjal berskala internasional.

Belakangan diketahui bahwa terdapat enam orang pria yang menghuni rumah kontrakan tersebut.

Rupanya, sindikat ini tidak hanya melibatkan 6 orang dalam kontrakan itu saja.

Polda Metro Jaya menangkap 12 orang yang terlibat dalam kasus perdagangan ginjal internasional dan menetapkannya sebagai tersangka.

Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Metro Jaya, Kombes Hengki Haryadi mengungkapkan bahwa dari 12 tersangka yang ditangkap, 10 orang di antaranya merupakan bagian dari sindikat, serta 9 orang adalah mantan pendonor.

"Kemudian dalam operasi ini, tim gabungan dalam hal ini Polda Metro Jaya dibackup Ditpidum Bareskrim Polri telah menetapkan 12 tersangka, 10 merupakan bagian dari sindikat, dan 9 adalah mantan pendonor," ujar Hengki.

Baca juga: Terbongkar Modus Penjual Ginjal ke Kamboja, Korban Diimingi Uang Rp135 Juta, Suplai ke 5 Negara Ini

Sementara untuk korban dalam kasus tersebut, tercatat ada sebanyak 122 orang.

Kombes Hengki Haryadi mengatakan, calon pendonor ginjal berasal dari berbagai latar belakang sosial dan pendidikan.

Para calon pendonor mau menjual ginjalnya, karena kesulitan ekonomi imbas dari pandemi Covid-19.

"Bahkan calon pendonor ini ada yang S2 dari universitas ternama, karena tidak ada kerjaan dampak dari pandemi Covid-19. Kemudian ada buruh, sekuriti," kata Hengki dalam konferensi pers, Kamis (20/7/2023).

122 Warga Negara Indonesia (WNI) nekat menjual ginjalnya ke Kamboja lewat sindikat internasional.

Ke-122 WNI itu diberangkatkan ke Kamboja untuk menjual ginjalnya, kemudian dijual seharga ratusan juta rupiah.

Namun, para korban harus diobservasi terlebih dahulu selama seminggu sambil menunggu penerima donor ginjal tersebut.

"Menurut keterangan pendonor, receiver atau penerima berasal dari mancanegera, yakni India, Cina, Malaysia, Singapura dan sebagainya," ungkap Hengki di gedung Dirreskrimum Polda Metro Jaya, Kamis (20/7/2023).

Baca juga: Viral Nikahi Gadis 19 Tahun, Tubuh Kakek Sondani Kini Makin Kurus, Gagal Ginjal dan Ditinggal Istri

Korban Nekat Jual Ginjal karena Faktor Ekonomi

Hengki mengatakan, rata-rata korban mau menjual ginjalnya karena kesulitan ekonomi akibat terdampak Covid-19.

"Hasil pemeriksaan, sebagian korban bermotif ekonomi sebagai dampak dari pandemi, sebagian besar kehilangan pekerjaan," kata Hengki.

Adapun para korban, kata Hengki, terdiri dari berbagai profesi, mulai dari pedagang, guru privat, sekuriti, buruh sampai seorang lulusan S2 dari salah satu universitas ternama di Indonesia.

Masih luka basah Baca juga: Sindikat Jual-Beli Ginjal Internasional Incar Kelompok Ekonomi Rentan Hengki mengungkapkan, kondisi para korban yang menjual ginjalnya ke Kamboja belum pulih seutuhnya.

Para korban, kata Hengki, kembali ke Tanah Air dalam keadaan luka yang belum kering lantaran hanya mendapat waktu satu minggu untuk pemulihan ketika berada di Kamboja.

"Pada saat korban dibawa Polda Metro Jaya setelah kembali dari Kamboja, itu luka masih dalam keadaan basah," ujar Hengki.

Tidak ada yang meninggal, enam orang dirawat Dari 122 korban yang diberangkatkan ke Kamboja untuk menjual ginjalnya, polisi memastikan tidak ada yang meninggal dunia.

"Hasil pemeriksaan kami sampai saat ini belum ada yang meninggal dunia," kata Hengky.

Kendati demikian, saat ini masih ada enam orang korban yang dirawat secara intensif di RS Polri, Kramatjati.

Para korban hingga kini masih diperiksa secara keseluruhan, mulai dari laboratorium forensik dan CT Scan.

"Dari 6 pasien tersebut 1 ginjal kanan sudah tidak ada dan 5 ginjal kiri," ungkap Kabid Dokkes Polda Metro Jaya Kombes Pol dr Hery Wijatmoko.

Baca juga: Dijanjikan Kerja di Restoran, 14 WNI Malah Terjebak Jual Ginjal Gini Dirawat di RS di Luar Negeri

Rekrut Lewat Facebook, Pendonor Dapat Rp 135 Juta

Kombes Hengki Haryadi mengatakan, para korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus penjualan ginjal ke Kamboja, dijanjikan uang hingga Rp 135 juta.

Para tersangka yang berjumlah 12 orang ini, merekrut calon donor melalui media sosial Facebook dengan dua akun atau grup komunitas bernama 'Donor Ginjal Indonesia' dan 'Donor Ginjal Luar Negeri'.

Hengki menuturkan bahwa masing-masing korban diberi uang tersebut usai melakukan transplantasi ginjalnya.

"Menjanjikan uang Rp 135 juta bagian masing-masing pendonor apabila selesai melaksanakan transplantansi ginjal yang ada di Kamboja sana," kata dia, di Polda Metro Jaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (20/7/2023).

"Pada saat berangkat ke luar negeri, ternyata mereka palsukan rekomendasi beberapa perusahaan seolah akan family gathering ke luar negeri. Apabila ditanya petugas imigrasi 'akan ke mana? (Dijawab) family gathering.

Ini ada surat tugasnya dari perusahaan. Ada perusahaan yang dipalsukan kelompok ini seolah-olah akan family gathering, termasuk stempelnya," lanjutnya.

Sambil menunggu penerima donor ginjal tersebut, tutur Hengki, para korban harus dilakukan observasi terlebih dahulu selama sepekan di Kamboja.

"Menurut keterangan pendonor, receiver atau penerima berasal dari mancanegera yakni India, Cina, Malaysia, Singapura dan sebagainya," kata dia.

Para tersangka menjual ginjal para korban sebesar Rp 200 juta di salah satu rumah sakit dengan pembagian tersebut.

"Para Sindikat Indonesia terima pembayaran Rp 200 juta, Rp 135 juta dibayar ke pendonor, sindikat terima Rp 65 juta per-orang dipotong ongkos operasional pembuatan paspor," ucapnya.

"Kemudian naik angkutan dari bandara ke rumah sakit dan dan sebagainya," sambung eks Kapolres Metro Jakarta Pusat itu.

Baca juga: Curhat Pilu Marshanda Idap Penyakit Tumor, Inflamasi Kronis, hingga Fungsi Hati dan Ginjal Menurun

Koordinator Mengaku Tak Dapat Keuntungan

Tersangka penjualan ginjal Internasional, jaringan Bekasi-Kamboja, yakni Hanim (41), mengaku sama sekali tak dapat keuntungan dari bisnis jual beli ginjal yang dia lakukan.

"Nggak ada untung sama sekali, malah kalau dihitung ininya malah rugi, karena dorongan," ujar Hanim, Sabtu (22/7/2023).

Selain menjadi koordinator, Hanim juga turut menjadi pendonor, hingga setelah dua bulan masa penyembuhan pada 2019, dia pun dihubungi oleh seseorang yang disebut "broker"

Dari situlah, Hanim diajak menjadi koordinator sejumlah pasien WNI di Kamboja.

"Waktu itu saya bawa dua orang berarti lima sama saya, sekitaran bulan September apa akhir Agustus gitu.

Sampai di sana, empat orang di Kamboja lakukan medical check up lagi, cuma di sana pasiennya baru ada dua, jadi yang dua dipulangkan dan dua dioperasi," tuturnya.

"Setelah kami pulang lagi ke Indonesia, kemudian tiga mingguan, saya memberangkatkan lagi sekitar enam orang termasuk dua orang yang disana. Begitu terus prosesnya dikirim ke Kamboja," sambung Hanim.

Koordinator penjualan ginjal Bekasi, Hanim ikut menjual ginjalnya sendiri dan terbelit utang Rp 700 pada rumah sakit Kamboja. 
Koordinator penjualan ginjal Bekasi, Hanim ikut menjual ginjalnya sendiri dan terbelit utang Rp 700 pada rumah sakit Kamboja.  (Wartakota/IST)

Proses pemberangkatan para pendonor ginjal ucap Hanim, sempat berhenti pada 2020 hingga 2022 karena diterpa Pandemi Covid-19.

Hingga pada Maret 2023, Hanim berhasil mengumpulkan 40 orang yang akan melakukan transplantasi ginjal.

Meski demikian, dari hasil medical check up, sebanyak 35 orang bawaan Hanim tak lolos, dan terpaksa dipulangkan.

Hanim mengaku, biaya operasional dari 35 orang yang tak lolos itu pun dibebankan kepadanya.

"Nah, ternyata di bulan Maret itu ada info tidak jadi, tidak jadi proses. Jadi 35 itu dipulangkan. Itu biaya ini itu jadi kasbon saya ke rumah sakit," ungkapnya.

Tak sampai di situ, Hanim kembali mencari orang yang ingin menjual ginjalnya.

Kemudian, dia pun mendapatkan 31 orang, untuk diberangkatkan ke Kamboja pada Juni 2023.

Meski merekrut puluhan orang, Hanim mengaku tak mendapatkan untung. Bahkan, dia malah memiliki utang ke Preah Ket Mealea Hospital, sebesar Rp 700 juta.

"Nah kemudian ada pemberangkatan lagi bulan Juni, itu tetap saya kasbon lagi. Utang saya ke rumah sakit itu sebesar Rp700 juta lebih. Jadi kalau dihitung-hitung itu nggak ada, saya nggak ada (untung)," ujar dia.

Pria asal Subang, Jawa Barat itu mengaku sempat ingin berhenti menjadi koordinator pasien di Kamboja, namun karena terjerat utang, dia pun mengurungkan niatnya.

"Saya sempat pas anak-anak dipulangkan karena gagal proses, saya sempat ngomong ke Miss Huang, 'Miss kalau kayak gini, saya mendingan berhenti aja. jangan dilanjutin.' (Dijawab) 'jangan gitu Mas, nanti kasbonan Mas Hanim segini gedenya gimana cara bayarnya?'," kata dia.

Baca juga: Vidi Aldiano Hidup dengan Satu Ginjal karena Kanker, Suami Sheila Dara Sebut Pantangannya

Oknum Polisi Ditangkap

Sementara itu polisi mengungkap awal mula oknum polisi Aipda M mengenal para sindikat dalam kasus perdagangan ginjal Internasional.

Diketahui, Aipda M merupakan seorang oknum polisi yang terlibat dalam tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

Dirreskrimum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Hengki Haryadi mengatakan, mulanya Aipda M dikenalkan dengan sindikat oleh seorang sopir taksi online.

Saat itu, para tersangka sempat panik, lantaran menduga jika kasus TPPO ini mulai diketahui polisi.

"Anggota ini ada yang mengenalkan sopir taksi online kenalan daripada sindikat, 'nih saya kenal anggota kepolisian yang informasinya bisa membantu agar tidak dilanjutkan kasusnya'," ucap Hengki kepada wartawan, Sabtu (22/7/2023).

Setelahnya kata Hengki, Aipda M mengurus sindikat untuk membuang alat komunikasi, menghapus data digital, hingga berpindah tempat.

"Itu mempersulit penyidikan. Kita tidak tahu ini berapa yang ada di Kamboja, berapa identitasnya, apa paspornya. Itu kesulitan pada saat sebelum berangkat ke Kamboja," kata Hengki.

"Bahkan setelah berangkat kita untuk koordinasi dengan tim yang di Kamboja kesulitan, karena HP-nya sudah hilang semua," sambungnya.

Atas tindakannya itu, Aipda M pun meminta imbalan kepada para sindikat TPPO tersebut, hingga ratusan juta rupiah.

"Jadi misalnya, 'kami bisa membantu, kirim transfer uang ke kami'. Dikirim lah Rp 612 juta, akhirnya kita tangkap," ujarnya.

"Boleh dikatakan ini adalah obstruction of justice. Dalam pasal di UU TPPO ancamannya sangat berat," ungkap Hengki.

(WartaKotalive.com/Kompas.com)

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS 

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved