Berita Nasional Terkini
KPK Minta Maaf ke Panglima TNI usai Tangkap Kepala Basarnas, Puspom: KPK Menyalahi Aturan
KPK mendadak meminta maaf kepada Panglima TNI Laksamana Yudo Margono, usai menangkap Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi.
TRIBUNKALTIM.CO - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendadak meminta maaf kepada Panglima TNI Laksamana Yudo Margono, usai menangkap Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi.
Penangkapan Marsekal Madya Henri Alfiandi merupakan tindaklajut dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK terhadap sejumlah orang terkait dengan suap di lingkungan Basarnas.
Selain Marsekal Madya Henri Alfiandi, pejabat Basarnas lainnya yang juga berasal dari lingkungan TNI, turut ditangkap KPK, yakni Letkol Afri Budi Cahyanto.
Atas penangkapan terhadap dua prajurit TNI, KPK melayangkan permohonan maaf kepada jajaran TNI, terutama kepada Panglima TNI Laksamana Yudo Margono.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan, pihaknya memahami semestinya penanganan dugaan korupsi Henri dan Afri ditangani oleh Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI.
Pernyataan ini Tanak sampaikan usai menggelar audiensi dengan sejumlah petinggi militer termasuk Komandan Pusom (Danpuspom) TNI, Marsekal Muda R Agung Handoko.
"Kami dalam rapat tadi sudah menyampaikan kepada teman-teman TNI kiranya dapat disampaikan kepada panglima TNI dan jajaran TNI atas kekhilafan ini kami mohon dapat dimaafkan," kata Tanak dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (28/7/2023).
Menurut Tanak, saat melakukan OTT pada Selasa (25/7/2023) lalu, tim KPK memahami Afri merupakan prajurit TNI.
Baca juga: Kini Jadi Tersangka KPK, Kabasarnas Cerita Punya Pesawat Pribadi, Mesin Honda Jazz
Namun, kata Tanak, penyelidik KPK khilaf sehingga Afri tetap diciduk dan diproses hukum oleh KPK hingga mendapat status tersangka.
"Kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, ada kelupaan bahwasannya manakala ada melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani, bukan KPK," tutur Tanak.
Sebelumnya, KPK menetapkan Kabasarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan orang kepercayaannya, Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka.
Afri merupakan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas.
Baca juga: Proyek PLTS Kukar Dinilai Janggal, FAM Kaltim Siap Bawa ke KPK
Ia juga merupakan prajurit TNI Angkatan Udara (AU) berpangkat Letkol Adm.
Mereka diduga menerima suap hingga Rp 88,3 miliar sejak 2021-2023 dari berbagai pihak.
KPK juga menetapkan tiga pihak swasta sebagai tersangka Sebagian dari terduga penyuap itu adalah Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan, Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati Marilya; dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil.
Mereka memberikan uang sekitar Rp 5 miliar kepada Henri melalui Afri karena ditetapkan sebagai pemenang lelang pengadaan peralatan di Basarnas.
Baca juga: Profil dan Harta Kekayaan Kepala Basarnas Henri Alfiandi: Tersangka KPK, Suap Pengadaan Alat Deteksi
Pengusutan dugaan korupsi di Basarnas diungkap ke publik setelah KPK menggelar OTT pada Selasa (25/7/2023).
Sementara itu, Henri menyatakan siap bertanggung jawab atas kebijakannya sebagai Kepala Basarnas.
Ia mengaku uang yang diterima melalui Afri bukan untuk kebutuhan pribadi melainkan kantor.
“Tujuannya memang untuk itu,” ujarnya saat dikonfirmasi Kompas.com.
Baca juga: Tak Hanya ASN Kementrian, KPK Persiapkan Pemindahan 211 Pegawainya ke IKN Nusantara
Sementara itu, Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI mengeklaim tidak dilibatkan dalam penentuan tersangka Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Kabasarnas) RI Marsekal Madya (Marsdya) TNI Henri Alfiandi dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto.
Diketahui, Henri dan Afri merupakan dua personel aktif TNI yang ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Basarnas RI tahun anggaran 2021-2023.
“Tidak ada statement digelar dua orang ini jadi tersangka. Jadi setelah konferensi pers baru muncul,” kata Komandan Puspom (Danpuspom) TNI Marsekal Muda (Marsda) R Agung Handoko saat dihubungi, Kamis (27/7/2023) petang.
Agung mengatakan, Puspom TNI hanya diberi tahu KPK bahwa status hukum Henri dan Afri naik, dari penyelidikan ke penyidikan.
Baca juga: KPK Ungkap Keanehan dalam Pemilu di Indonesia: 95 Persen Masyarakat Pilih Calon yang Bagi-bagi Uang
“Kalau pada saat itu dikatakan sudah koordinasi dengan POM TNI, itu benar, kami ada di situ (saat penangkapan). Tapi tadi, hanya peningkatan penyelidikan menjadi penyidikan,” ucap Agung.
Seharusnya, kata Agung, yang bisa menentukan status tersangka personel TNI adalah penyidik Puspom TNI.
Agung menyebutkan bahwa KPK telah menyalahi aturan.
“Penyidik itu kalau polisi, enggak semua polisi bisa, hanya penyidik polisi (yang bisa menetapkan tersangka). KPK juga begitu, enggak semua pegawai KPK bisa, hanya penyidik, di militer juga begitu, sama. Nah untuk militer, yang bisa menetapkan tersangka itu ya penyidiknya militer, dalam hal ini polisi militer,” tutur Agung.
Baca juga: Harta Menpora Ratusan Miliar Rupiah Disorot KPK, Siapa Orangtua Dito Ariotedjo? Profil Arie Prabowo
“Prosedurnya untuk menetapkan tersangka ini ya kurang tepat secara aturan sebetulnya,” kata Agung.
“UU Peradilan Militer sudah jelas bahwa kami TNI, ada kekhususan, ada undang undang tentang peradilan militer, nah itu yang kami gunakan, KPK dan lain-lain punya juga,” ujar Agung.
Saat ini, Puspom TNI masih menunggu laporan resmi dari KPK yang menyatakan bahwa Henri dan Afri tersangkut kasus hukum.
“Kami belum menerima laporan polisi dari KPK. Secara resmi KPK belum melapor ke TNI ada personel yang terlibat kasus,” ujar Agung.
Baca juga: Terbaru! KPK Lelang Tanah Eks Bupati PPU Abdul Gafur di Kota Palu Hari Ini, Uang Jaminan Rp100 Juta
Kepala Badan Pembinaan Hukum (Kababinkum) TNI Laksamana Muda (Laksda) Kresno Buntoro mengatakan hal yang sama terkait KPK menyalahi aturan.
“Di Indonesia itu mengenal empat lingkungan peradilan, yaitu peradilan umum, peradilan militer, peradilan agama, dan peradilan tata usaha negara. Untuk militer, itu kemudian ditindaklanjuti dengan UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer,” kata Kresno.
UU Peradilan Militer mengatur mengenai masalah penyelidikan, penyidikan, penuntutan, proses persidangan, dan pelaksanaan eksekusi.
“Selain itu, juga tunduk kepada KUHAP UU Nomor 8 Tahun 1981,” tutur Kresno.
Baca juga: Menpora Dito Ariotedjo dalam Masalah, KPK Curigai Hadiah Mobil dan 4 Rumah Senilai Rp162 Miliar
Pada intinya, sebut Kresno, tidak ada prajurit TNI yang kebal hukum.
Selain itu, Danpuspom TNI Marsda R Agung Handoko membenarkan bahwa ia bertemu dengan Kabasarnas Marsdya Henri Alfiandi.
Pertemuan itu digelar setelah KPK menetapkan Henri sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Basarnas RI tahun anggaran 2021-2023.
“Jadi betul Marsdya HA sempat menemui saya, tapi bukan dalam arti ada sesuatu, tidak. Tetapi bentuk pertanggungjawaban beliau,” kata Agung saat konferensi pers di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat (28/7/2023).
Dalam pertemuan tersebut, Agung menyebutkan bahwa Henri siap menyerahkan diri.
“Boleh dikatakan beliau menyerahkan diri, ‘Saya akan bertanggung jawab atas semua ini’’. Jadi itu salah satu sifat gentleman yang dapat saya katakan,” tutur Agung. (*)
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.