Sejarah Hari Ini

Sejarah Hari Ini 17 Agustus: Proklamasi Indonesia Merdeka, Monas Diresmikan, hingga Berdirinya FPI

Sejarah hari ini tanggal 17 Agustus mencatat banyak peristiwa penting di Indonesia, dari proklamasi kemerdekaan Indonesia hingga Monas diresmikan.

Editor: Syaiful Syafar
depositphotos.com
Sejarah hari ini tanggal 17 Agustus mencatat banyak peristiwa penting di Indonesia. Mulai dari proklamasi kemerdekaan Indonesia, RIS dibubarkan, peresmian Monas, hingga berdirinya ormas terlarang FPI. 

Upacara penyerahan kedaulatan dari pemerintah Belanda kepada pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS) berlangsung bersamaan di dua tempat, yaitu di Paleis op de Dam di Amsterdam, Belanda dan Jakarta.

Pada 27 Desember 1949, Perdana Menteri RIS Mohammad Hatta atas nama pemerintah RIS menerima kedaulatan dari Ratu Juliana dan Wakil Perdana Menteri RIS, Hamengku Buwono IX menerima kedaulatan RIS dari wakil tinggi mahkota Belanda, A. H. J. Lovink.

Tahun 1949 menjadi masa sulit bagi Indonesia karena banyaknya demonstrasi yang menuntut pembubaran RIS.

Berikut faktor-faktor yang melatarbelakangi pembubaran RIS:

  • Tidak sesuainya negara Republik Indonesia Serikat dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat dengan tujuan awal dan cita-cita proklamasi negara Republik Indonesia pada tahun 1945.
  • Sebagian besar rakyat Indonesia tidak puas dengan hasil Koneferensi Meja Bundar (KMB) yang melahirkan negara Republik Indonesia Serikat (RIS) sehingga menyebabkan banyaknya demonstrasi menuntut bergabung ke dalam bagian dari Republik Indonesia.
  • Bentuk negara federal merupakan bentukan Belanda di bawah pimpinan Van Mook sehingga orang yang menyetujui bentuk negaara ini berarti setuju dengan kembalinya kekuasaan Belanda di Indonesia.
  • Republik Indonesia Serikat (RIS) adalah sistem pemerintahan dari kolonial Belanda yang tidak menginginkan kekuasaan dan pengaruhnya hilang begitu saja dari Indonesia setelah berkuasa selama 350 tahun.
  • Tidak hanya memecah belah persatuan dan kesatuan RI, namun RIS juga menimbulkan masalah sosial, ekonomi, dan politik yang mempengaruhi rakyat Indonesia.
  • Pemerintah tidak berpihak kepada rakyat namun lebih berpihak kepada Belanda yang jelas-jelas hanya akan menguasai kembali RI.
  • Pendukung unitarisme adalah anggota kabinet sehingga menimbulkan gerakan untuk membubarkan bentuk negara federal dan mengembalikanya ke bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
  • Pada tanggal 8 Maret 1950 pemerintah RIS di Jakarta mengeluarkan UU Darurat No. 11 Tahun 1950 tentang Tata Cara Perubahan Susunan Kenegaraan RIS.

Berdasarkan UU tersebut, beberapa negara bagian mulai menggabungkan diri dengan RI di Yogyakarta.

Negara bagian RIS pun tinggal terdiri dari RI, NIT, dan NST.

Pada tanggal 19 Mei 1950, diadakan perundingan antara pemerintah RIS yang diwakili Mohammad Hatta setelah mendapat mandat dari NIT dan NST dengan pemerintah RI yang diwakili oleh Abdul Halim.

Perundingan itu menghasilkan kesepakatan bersama yang dituangkan dalam piagam persetujuan yang berisi:

RIS dan RI sepakat membentuk negara kesatuan berdasarkan proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945.
RIS dan RI membentuk panitia bersama yang bertugas menyusun UUD Negara Kesatuan.

Pada tanggal 21 Juli 1950, pemerintah RIS dan RI berhasil menyepakati rancangan UUD Negara Kesatuan.

Pada tanggal 14 Agustus 1950, Parlemen RI dan Senat RIS mengesahkan Rancangan UUD Negara Kesatuan menjadi Undang Undang Dasar Sementara Tahun 1950 (UUDS 1950).

Sehari kemudian, Presiden Soekarno membacakan piagam terbentuknya NKRI dan dinyatakan mulai berlaku pada tanggal 17 Agustus 1950.

Dengan demikian, sejak 17 Agustus 1950 negara RIS secara resmi dibubarkan dan kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

17 Agustus 1960 - Indonesia Putus Hubungan Diplomatik dengan Belanda

Pemerintah Indonesia pernah memutuskan hubungan diplomatik dengan Belanda pada 17 Agustus 1960 atau tepat ketika bangsa Indonesia merayakan hari kemerdekaannya ke-15.

Pangkal permasalahan Indonesia memutuskan hubungan diplomatik ini karena Belanda tak mau menyerahkan wilayah Irian Barat kepada Indonesia.

Dikutip dari laman kemlu.go.id, pemutusan hubungan diplomatik antara Indonesia dan Belanda pada 17 Agustus 1960 disusul dengan persiapan militer untuk membebaskan Irian Barat.

Guna melancarkan operasi militer besar-besaran ini, Indonesia juga melancarkan berbagai misi untuk mendapatkan bantuan persenjataan dari China, Uni Soviet, hingga Yugoslavia.

Di saat bersamaan, ketika Belanda terus bersikeras mempertahankan Irian Barat, Indonesia berlahan mulai mempertebal kekuatan militernya.

Persenjataannya pun terbilang sangat modern di era itu.

Saat itu, Indonesia mendatangkan puluhan pesawat pengebom Toplev Tu-16 hingga 12 kapal selam kelas Whiskey dari Uni Sovet.

Selain itu, AURI juga mengoleksi 49 pesawat MiG-17 Fresco. Ada juga P-51 Mustang, Il-28 Beagle, B-25 Mitchell, B-26 Invader, C-47 Dakota serta C-130 Hercules.

Presiden Soekarno akhirnya mengeluarkan perintah "Tri Komando Rakyat" atau Trikora pada 19 Desember 1961 untuk membebaskan Irian Barat dari cengkraman Belanda.

Dalam pelaksanaannya, Mayor Jenderal Soeharto dipercaya menjadi Panglima Komando Mandala Pembebasan Irian Barat.

Komando Mandala Pembebasan Irian ini membawahi unsur Komando Mandala Darat yang dipimpinnya, Komando Mandala Laut dipimpin oleh Laksamana Sudomo, dan Komando Udara dipimpin oleh Komodor Leo Watimena.

Dikutip dari laman hmsoeharto.id, pada Januari 1962, Soeharto dipercaya menjabat Deputi Wilayah Indonesia Timur menggantikan Mayor Jenderal Ahmad Yani.

Ia merangkap sebagai Panglima Mandala Pembebasan Irian Barat.

Selanjutnya, Soeharto mendirikan Markas Besar Komando Mandala di Ujung Pandang yang kini bernama Makassar.

Dalam pelaksanaannya, Soeharto mengeluarkan perintah kepada seluruh elemen yang terlibat dalam pembebasan Irian Barat.

Pasukan Trikora dari Cadangan Utama Angkatan Darat (CADUAD) kini bernama Komando Strategis Angkatan Darat atau Kostrad yang diterjunkan untuk membebaskan Irian Barat.
Pasukan Trikora dari Cadangan Utama Angkatan Darat (CADUAD) kini bernama Komando Strategis Angkatan Darat atau Kostrad yang diterjunkan untuk membebaskan Irian Barat. (intisari.grid.id)

Ia meminta supaya bendera Merah Putih harus berkibar di Irian Barat tepat pada 17 Agustus 1962 lewat operasi yang diberi sandi Operasi Jayawijaya.

Operasi ini menjadi operasi militer terbesar sepanjang sejarah Indonesia.

Operasi pembebasan ini diperkirakan memakan waktu lima hari.

Hari H operasi pun ditentukan pada 12 Agustus 1962 dengan hari pendaratan di Biak.

Akan tetapi, dengan perhitungan cuaca, operasi diputuskan mundur menjadi 14 Agustus 1962.

Dikutip dari laman historia.id, dalam operasi ini, Angkatan Darat menerjunkan 20.000 pasukan dari berbagai divisi.

Sedangkan, Angkatan Laut mengerahkan 126 kapal yang meliputi, buru torpedo, kapal selam, kapal fregat, buru selam, kapal cepat torpedo, penyapu ranjau, tangker, kapal rumah sakit, termasuk 33 kapal pengangkut, dan tiga batalion setara 10.000 pasukan elite marinir Korps Komando.

Sementara, Angkatan Udara mempersiapkan pesawat tempur tercanggih yang dibeli dari Uni Soviet antara lain, 38 pesawat pengebom Tupolev Tu-16, 18 unit MIG-17, 6 unit P-51/Mustang, 1 Skuadron Gannet, dan 6 unit Albatros.

Dalam persiapannya, pesawat intai Amerika Serikat ternyata memata-matai pergerakan dan perkembangan militer Indonesia.

Dari hasil pengintaian itu, Amerika yakin akan kesiapan perang Indonesia.

Amerika juga mengetahui bahwa Indonesia sudah betul-betul siap akan menyerang Irian Barat yang dikuasai Belanda.

Tak lama kemudian, Amerika mendesak Belanda melalui saluran politik karena tahu bahwa Indonesia benar-benar sudah mengumpulkan tenaga untuk perang besar.

Mayjen TNI Soeharto, orang pertama yang menjabat Panglima Kostrad (Pangkostrad).
Mayjen TNI Soeharto, orang pertama yang menjabat Panglima Kostrad (Pangkostrad). (kostrad.mil.id)

Ketika Komando Mandala Pembebasan Irian Barat telah siap meninggalkan garis awal Teluk Peling untuk melakukan Operasi Jayawijaya menuju sasaran Biak, tiba-tiba mereka diperintahkan untuk menunda operasi itu.

Tak lama berselang, pada 16 Agustus 1962 tercapai "Persetujuan New York" tentang penyerahan Irian Barat kepada Indonesia.

Salah satu pokok persetujuan itu menyebutkan bahwa bendera Indonesia mulai berkibar bersama bendera PBB pada tanggal 31 Desember 1962, dan pemulangan pegawai Belanda, sipil dan militer, harus selesai 1 Mei 1963.

Selanjutnya, Indonesia secara resmi menerima kekuasaan di Irian Barat dari United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA).

Soeharto mengaku bersyukur lantaran operasi ini tak jadi dilaksanakan.

Jika benar-benar berjalan, ia memprediksi akan memakan banyak korban jiwa.

"Saya panjatkan syukur ke hadirat Yang Maha Kuasa bahwa Operasi Jayawijaya tidak sampai perlu kita jalankan. Saya tahu bahwa operasi ini akan meminta korban jiwa dan harta yang amat besar," kata Soeharto, dikutip dari laman hmsoeharto.id, Senin (14/8/2023).

Setelah Irian Barat masuk dalam pangkuan Indonesia, hubungan diplomatik Indonesia dan Belanda berlahan membaik.

Baik Indonesia dan Belanda sudah sejak lama memiliki kantor kedutaan di masing-masing kedua negara.

1961 - Monas Diresmikan

Monumen Nasional atau Monas diresmikan pada 17 Agustus 1961 oleh Presiden Soekarno.

Ide awal pembangunan Monas memang datang presiden pertama RI, Ir Soekarno.

Sejarah berdirinya Monumen Nasional ini berawal pada tahun 1949.

Saat itu Ir Soekarno berpikir dengan adanya Monumen Nasional ini akan menjadi pengingat generasi mendatang tentang perjuangan bangsa Indonesia.

Dalam membuat rancangan Monumen Nasional, panitia membuat sebuah sayembara.

Panitia akan menyeleksi karya rancangan Monumen Nasional dengan ketat.

Karya Frederich Silaban menjadi satu di antara karya-karya yang telah diseleksi panitia.

Karya milik Frederich Silaban ini memiliki keunggulan seperti ketentuan panitia.

Monumen Nasional (Monas) saat ini.
Monumen Nasional (Monas) saat ini. (Warta Kota/Rangga Baskoro)

Panitia kembali menggelar sayembara kedua pada tahun 1960.

Namun tak ada karya yang lebih baik di sayembara kedua.

Akhirnya, Presiden Soekarno meminta Frederich membuat rancangan berkonsep lingga dan yoni.

Frederich mengajak arsitek lain bernama RM Soedarsono sebagai partner bekerja.

Pembangunan Monumen Nasional ini kemudian dibuat sesuai dengan konsep yang diberikan Presiden Soekarno.

Lingga dan yoni merupakan bagian bangunan yang melambangkan kebudayaan Indonesia.

Jika di China terdapat ying dan yang, maka di Indonesia terdapat lingga dan yoni.

Lingga melambangkan energi positif yang juga digambarkan seperti alu (alat penumbuk padi).

Sedangkan yoni merupakan cawan untuk alas tempat lingga berada.

Yoni ini seperti lesung, tempat untuk menumbuk padi secara tradisional.

Monumen Nasional yang dirancang oleh Soedarsono, Frederich Silaban, dan Ir Rooseno ini kemudian diresmikan oleh Presiden Soekarno pada 17 Agustus 1961.

Pembangunan Monumen Nasional terdiri atas tiga waktu dalam tiga bagian.

Dalam kurun waktu tiga tahun, Monumen Nasional dibangun dengan 360 pasak bumi ssebagai pondasi bangunan.

Pada tahap kedua, pembangunan sempat tertunda karena adanya Gerakan 30 September 1965 dan upaya kudeta.

Pembangunan berakhir pada tahun 1969 hingga 1976.

Sebelum diresmikan dengan nama Monumen Nasional, monumen ini sempat mengalami beberapa kali pergantian nama.

Monumen Nasional sempat disebut sebagai Lapangan Gambir, selanjutnya berubah menjadi Lapangan Ikada.

Setelah itu nama berubah menjadi Lapangan Merdeka, dan mengalami perubahan dengan nama Lapangan Monas.

Taman Monas menjadi perubahan nama terakhir sebelum diresmikan menjadi Monumen Nasional.

Monumen Nasional ini memiliki tinggi 132 meter.

Bentuk bangunan lingga dan yoni yang memiliki filosofi sebagai unsur baik dan buruk ini menjulang tinggi.

Garis arsitektur tugu Monumen Nasional ini menggambarkan garis yang tidak monoton dan di atasnya membentuk lidah api yang menyala.

Badan tugu Monumen Nasional dengan lidah api yang menyala ini mempunyai gambaran semangat yang tidak pernah padam.

Terdapat bagian-bagian penting dalam Monumen Nasional ini seperti puncak monumen, ruang kemerdekaan, museum sejarah, relief sejarah, kolam dan patung Pangeran Diponegoro.

Obor api yang berada di atas Monumen Nasional ini berasal dari emas.

Emas yang ada di puncak Monumen Nasional ini memiliki berat 28 kilogram dari 38 kilogram emas yang menjadi pelapis awal.

Teuku Markam, pengusaha asal Aceh, menyumbangkan emas tersebut.

Teuku Markam, penyumbang emas Monas.
Teuku Markam, penyumbang emas Monas. (Istimewa)

Bagian termahal dari puncak Monumen Nasional ini ialah lidah api kemerdekaan.

Lidah api itu terdiri dari 77 bagian yang terpisah kemudian dijadikan satu bagian utuh dan memiliki diameter mencapai enam meter dan tinggi 14 meter.

Puncak Monumen Nasional ini terdapat cawan lampu yang terbuat dari perunggu sebanyak 14,5 ton.

Lapisan emas yang ada di puncak Monumen Nasional ini mencapai 50 kilogram.

Di puncak monumen ini juga disediakan terpong yang dapat melihat pemandangan Kota Jakarta dari ketinggian 132 meter.

17 Agustus 1962 - Siaran Percobaan TVRI

Pada 17 Agustus 1962, Televisi Republik Indonesia (TVRI) melakukan siaran percobaan mereka sebelum pertama kali mengudara.

Siaran percobaan tersebut dengan menayangkan upacara Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-17 dari Istana Negara, Jakarta.

Siaran percobaan ini menggunakan pemancar cadangan berkekuatan 100 watt.

Sepekan kemudian, tepatnya 24 Agustus 1962, TVRI mengudara pertama kali sebagai stasiun televisi pertama di Indonesia.

Saat itu, TVRI menyiarkan secara langsung pembukaan Asian Games 1962 yang berlangsung di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta.

Harian Kompas, 21 Agustus 1975, memberitakan, reporter yang menyiarkan adalah Alex Leo.

"Selamat pagi, Biro Radio dan Televisi Organising Commite Asian Games IV," ucap Alex Leo.

Dalam pembukaan Asian Games ke-4 itu, TVRI menampilkan siaran langsung pada pukul 15.17 WIB.

Siaran ditutup pada pukul 16.40 WIB dan dilanjutkan mengudara pada 20.45 WIB.

Momentum siaran perdana yang bertepatan dengan pembukaan Asian Games 1962 dijadikan sebagai hari jadi oleh TVRI.

Pada 1961, Pemerintah Indonesia berencana memasukkan media massa, khususnya televisi, dalam perencanaan penyelenggaraan Asian Games IV.

Keberadaan televisi dianggap penting untuk menyiarkan pertandingan Asian Games 1962 yang berlangsung di Indonesia ke seluruh penjuru Tanah Air.

Akhirnya, terbit Surat Keputusan (SK) Menteri Penerangan No 20/SK/M/1961 tentang pembentukan Panitia Persiapan Televisi (P2T).

SK tersebut diperkuat oleh arahan Soekarno untuk segera mempersiapkan proyek televisi dengan membangun studio di Senayan, membangun dua pemancar 100 watt dan 10 kw dengan tower 80 meter, dan mempersiapkan program terkait pertelevisian.

Pada 17 Agustus 1962, TVRI mulai mengadakan siaran percobaan acara HUT Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Istana Merdeka, Jakarta.

Saat Asian Games berlangsung, TVRI terus menyiarkan pertandingan berbagai cabang olahraga.

Ketika Asian Games usai pada 4 September 1962, TVRI belum siap dengan program siaran, dan baru kembali mengudara pada 5 September 1962.

Materi siaran adalah film produksi PFN yang hanya memunculkan suara penyiar tanpa gambar.

Durasi siaran 30 menit selama 5 kali seminggu, dari Senin hingga Jumat.

Pada akhir pekan, Sabtu dan Minggu, tak ada siaran.

Pada 12 November 1962, TVRI mulai menyiarkan program rutin setiap hari dari studio.

Selanjutnya, pada 14 November 1962, siaran langsung piano tunggal Supardi.

Pembangunan stasiun penyiaran daerah dirintis pada 1964, dimulai dengan TVRI Stasiun Yogyakarta, yang melakukan siaran percobaan.

Dikutip dari Harian Kompas, 7 Juni 1966, siaran percobaan TVRI Yogyakarta diarahkan relay dari Jakarta. Percobaan teknik kedua adalah percobaan master control.

Percobaan awal belum maksimal sehingga gambar sering kabur dan suara tidak terang. Setelah di Yogyakarta, Stasiun TVRI Medan, Surabaya, Makassar, Manado, Denpasar, dan Balikpapan menyusul dibangun.

Pada 1974, TVRI menjadi salah satu bagian dari organisasi dan tata kerja Departemen Penerangan di bawah Direktorat Jenderal Radio, Televisi, dan Film.

Pada era reformasi, TVRI menjadi perusahaan jawatan di bawah Departemen Keuangan.

Kemudian, melalui Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2002 TVRI berubah statusnya menjadi PT TVRI (Persero) di bawah Kementerian BUMN.

Peraturan RI Nomor 13 Tahun 2005 menyebutkan bahwa tugas TVRI adalah memberikan pelayanan informasi, pendidikan dan hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial, serta melestarikan budaya bangsa untuk kepentingan seluruh lapisan masyarakat melalui penyelenggaraan penyiaran televisi yang menjangkau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

17 Agustus 1998 - Berdirinya Front Pembela Islam (FPI)

Organisasi Front Pembela Islam (FPI) resmi berdiri pada 17 Agustus 1998, bertepatan dengan 24 Rabiuts Tsani 1419 H, di Pondok Pesantren Al-umm, kampong Utan, Ciputat, Jakarta Selatan.

FPI didirikan oleh sejumlah haba'ib, ulama, muballigh, serta aktivis muslim dan umat Islam.

Tokoh yang melopori berdirinya FPI adalah Habib Muhammad Rizieq Shihab.

Muhammad Rizieq Shihab.
Pendiri FPI, Muhammad Rizieq Shihab. (Tribunnews)

Front Pembela Islam (FPI) ketika berdiri juga mencanangkan deklarasi gerakan nasional anti maksiat.

Pendirian organisasi ini hanya empat bulan setelah Presiden Soeharto mundur dari jabatannya, karena pada saat pemerintahan Orde Baru presiden tidak mentoleransi tindakan ekstrimis dalam bentuk apa pun.

FPI pun berdiri dengan tujuan untuk menegakkan hukum Islam di negara sekuler.

Organisasi ini dibentuk dengan tujuan menjadi wadah kerja sama antara ulama dan umat dalam menegakkan Amar Ma'ruf dan Nahi Munkar di setiap aspek kehidupan.

Latar belakang pendirian FPI sebagaimana diklaim oleh organisasi tersebut antara lain:

  1. Adanya penderitaan panjang ummat Islam di Indonesia karena lemahnya kontrol sosial penguasa sipil maupun militer akibat banyaknya pelanggaran HAM yang dilakukan oleh oknum penguasa.
  2. Adanya kemungkaran dan kemaksiatan yang semakin merajalela di seluruh sektor kehidupan.
  3. Adanya kewajiban untuk menjaga dan mempertahankan harkat dan martabat Islam serta umat Islam.

Pada tahun 2002 pada tablig akbar ulang tahun FPI dihadiri oleh mantan Menteri Agama, Said Agil Husin Al Munawar.

FPI menuntut agar syariat Islam dimasukkan pada pasal 29 UUD 45 yang berbunyi, "Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" dengan menambahkan "kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" seperti yang tertera pada butir pertama dari Piagam Jakarta yang dirumuskan pada tanggal 22 Juni 1945 ke dalam amendemen UUD 1945 yang sedang di bahas di MPR sambil membawa spanduk bertuliskan "Syariat Islam atau Disintegrasi Bangsa".

Namun Anggota Dewan Penasihat Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI), Dr. J. Soedjati Djiwandono berpendapat bahwa dimasukkannya tujuh kata Piagam Jakarta ke dalam UUD 1945 yang diamendemen, justru dikhawatirkan akan memecah belah kesatuan bangsa dan negara, mengingat karekteristik bangsa yang majemuk.

Pembentukan organisasi yang memperjuangkan syariat Islam dan bukan Pancasila inilah yang kemudian menjadi wacana pemerintah Indonesia untuk membubarkan ormas Islam yang bermasalah pada tahun 2006.

Masa Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur)

Pada tanggal 28 ramadhan 1421 H / 24 Desember 2000, malam Natal, di SCTV lewat suatu acara dialog dengan Presiden RI ke-4 yang didampingi dan dipandu oleh salah seorang presenter SCTV.

Presiden menyatakan bahwasannya FPI harus dibubarkan karena melanggar hukum, mendirikan Negara dalam Negara dan mengganggu kesejahteraan rakyat.

Batas waktu yang diberikan adalah sampai akhir Januari tahun 2001.

Pada bulan Mei 2006, FPI berseteru dengan Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Pertikaian ini berawal dari acara diskusi lintas agama di Purwakarta, Jawa Barat.

Gus Dur, yang hadir di sana sebagai pembicara, sempat menuding organisasi-organisasi Islam yang mendukung Rancangan Undang-Undang Anti-Pornografi dan Pornoaksi disokong oleh sejumlah jenderal.

Perdebatan antara Gus Dur dan kalangan FPI pun memanas sampai akhirnya mantan presiden ini turun dari forum diskusi.

Masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

Pada bulan Juni 2006 Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Tjahjo Kumolo dan Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Kapolri Jenderal Pol Sutanto untuk menindak ormas-ormas anarkis secepatnya.

Pemerintah, melalui Menko Polhukam Widodo AS sempat mewacanakan pembubaran ormas berdasarkan peraturan yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985, namun hal ini hanya berupa wacana, dan belum dipastikan.

Kabarnya pendirian ormas di Indonesia harus berdasarkan Pancasila sedangkan FPI berdasarkan syariat Islam dan tidak mau mengakui dasar lainnya.

Kalangan DPR juga meminta pemerintah bertindak tegas terhadap ormas-ormas yang bertindak anarkis dan meresahkan ini. Tindakan tegas aparat keamanan dinilai penting agar konflik horizontal tidak meluas.

Pada 20 Juni 2006 Dalam acara diskusi "FPI, FBR, versus LSM Komprador" Habib Rizieq menyatakan bahwa rencana pemerintah untuk membubarkan ormas Islam adalah pesanan dari Amerika merujuk kedatangan Rumsfeld ke Jakarta.

FPI sendiri menyatakan bahwa bila mereka dibubarkan karena tidak berdasarkan Pancasila maka organisasi lainnya seperti Muhammadiyah dan ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) juga harus dibubarkan.

Masa Presiden Joko Widodo

Pada 30 Desember 2020, pemerintah Indonesia mengeluarkan Surat Keputusan Bersama 6 Pejabat Tertinggi, yakni Mendagri, Menkumham, Menkominfo, Jaksa Agung, Kapolri, dan Kepala BNPT yang melarang seluruh aktivitas FPI dan akan menghentikan setiap kegiatan yang dilakukan oleh FPI.

Hal ini meliputi pelarangan penggunaan simbol FPI di wilayah Indonesia, sehingga, FPI tidak lagi memiliki hak legal, baik sebagai ormas maupun organisasi biasa di Indonesia. (*)

Ikuti kami di Google Berita untuk pembaruan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.

 

Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved