Berita Nasional Terkini

Industri Sawit Indonesia, Komoditas Ekspor yang Selalu Menjadi Korban dari Regulasi Impor

Terbukti menjadi salah satu sumber devisa yang menjaga Indonesia dari krisis yang melanda akibat pandemic, industri sawit masih saja tidak dianggap.

|
Penulis: Ibnu Taufik Jr | Editor: Aris
HO/Sartija
PRESENTASI- Hernowo, Editor Harian Kompas saat memandu diskusi dengan narasumber masing-masing adalah Prof I Gde Pantja, Dr Sadino dan Mukti Sardjono, Direktur Eksekutif GAPKI. HO/Sartija 

TRIBUNKALTIM.CO, LEMBANG – Terbukti menjadi salah satu sumber devisa yang menjaga Indonesia dari krisis yang melanda akibat pandemic, industri sawit masih saja tidak dianggap sebagai tuan rumah di negeri sendiri.

Poin tersebut disampaikan oleh Satrija B Wibawa, Wakil Ketua Bidang Organisasi Pengurus Pusat Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) saat menutup acara Workshop Wartawan Nasional 2023 bertema "HGU Perkebunan Sawit dan Kawasan Hutan" yang digelar GAPKI di Lembang, Jawa Barat, Rabu (23/8/2023).

“Jadi industri ini seolah-olah terus disalahkan lantaran kampanye negatif yang dihembuskan Eropa. Padahal kita semua tahu, komoditas sawit inilah yang menjadi salah satu penopang kita hingga tak sampai mengalami krisis akibat pandemic,” kata Satrija.

Ia juga menyebutkan, hingga saat ini industri sawit ibarat sepak bola dimana sawit sebagai tuan rumah namun tetap saja dikadali oleh wasit.

“Kita ini jika diibaratkan di sepak bola, kita tuan rumah, namun masih saja diperlakukan tidak adil. Kita melihat wasit justru memihak tim lawan sehingga kita dikalahkan oleh regulasi,” imbuhnya. 

Baca juga: Sosok Sukanto Tanoto yang Akan Bantu Jokowi Bangun IKN, Orang Terkaya ke Berapa? Dijuluki Raja Sawit

Di hadapan wartawan yang menghadiri workshop, Wakil Ketua Bidang Organisasi GAPKI ini kembali menegaskan bahwa industri sawit ini adalah industri yang benar-benar memberikan devisa bagi negara.

Selain itu, sawit juga komoditas yang akan memelihara ketahanan pangan sekaligus energi.

“Catat ya, sawit ini tidak ada yang impor, semuanya ekspor dan itu devisa untuk kita. Yang justru impor di sawit adalah regulasinya yang kita tahu semuanya menguntungkan Eropa lantaran mereka juga memiliki komoditas yang bersaing dengan sawit Indonesia. Apalagi kita adalah pengekspor sawit terbesar di dunia,” tegas Satrija. 

Dengan nada serius, Satrija juga menegaskan kenapa GAPKI menggelar workshop dan mengundang sejumlah wartawan.

Menurutnya, selama ini ada paradigma yang harus disampaikan GAPKI agar kampanye negatif terhadap sawit ini tidak terus membunuh karakter industri sawit.

“Aneh juga kan kita mengundang wartawan dari berbagai daerah dan justru diminta untuk melihat langsung polemik yang ada di persawitan nasional. Kami tegaskan, sawit tidak perlu dibela, sawit hanya ingin diposisikan fairness, untuk itulah kami undang teman-teman di acara ini,” kata Satrija. 

Baca juga: Persiapan Sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan di Berau

Konflik HGU 

Sebelumnya, keberpihakan terhadap sektor sawit ini juga disampiakan oleh Prof Dr I Gde Pantja Astawa, Guru Besar Tata Negara FH UI yang tampil sebagai nara sumber di acara tersebut. 

Dengan tegas, perkebunan sawit ikut menjadi korban atas tumpeng tindihnya peraturan dan ketidakjelasan regulasi yang mengatur tentang Hak Guna Usaha (HGU) dan Kawasan Hutan. 

“Tumpang tindih aturan ini membuat kegaduhan dan sektor perkebunan sawit ini ikut menjadi korban. Ironisnya, bangsa ini sudah terlanjur menganalogikan segala sesuatu yang berkaitan dengan kerugian negara selalu identik dengan korupsi. Padahal, ini semata-mata soal tumpang tindih di peraturan,” kata Gde Pantja.

Sumber: Tribun Kaltim
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved