Berita Nasional Terkini

Mendikbud Umumkan Skripsi tak Wajib Bagi S1, Nadiem Makarim: Kaprodi Tentukan Tugas Akhir yang Pas

Mendikbud Ristek umumkan skripsi tak wajib bagi S1 atau D4. Menurut Nadiem Makarim, Kaprodi bisa menentukan tugas akhir yang pas sesuai dengan studi.

|
Editor: Amalia Husnul A
DOK. YouTube Kemendikbud
Mendikbud Ristek, Nadiem Makarim saat membebaskan biaya akreditasi di peluncuran Merdeka Belajar Episode ke- 26: Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi. Mendikbud Ristek umumkan skripsi tak wajib bagi S1 atau D4. Menurut Nadiem Makarim, Kaprodi bisa menentukan tugas akhir yang pas sesuai dengan studi. 

TRIBUNKALTIM.CO - Mendikbud Ristek, Nadiem Makarim mengumumkan ke depan mahasiswa S1 atau D4 tidak lagi wajib skripsi.

Menurut Mendikbud, Nadiem Makarim tugas akhir tidak harus skripsi tetapi bisa diganti proyek atau profil lainnya sesuai dengan studi.

Nantinya, untuk pengganti skripsi, bentuk tugas akhir yang tepat dapat ditentukan oleh Kepala Program Studi atau Kaprodi, menurut Nadiem Makarim kewenangan menentukan bukan lagi dari Kemdikbud Ristek. 

Selain mahasiswa S1 dan Sarjana Terapan bisa bebas skripsi, Mendikbud Ristek Nadiem Makarim juga membuat kelonggaran untuk mahasiswa jenjang S2 dan S3.

Baca juga: NEWS VIDEO Viral Kisah Mahasiswa Mengerjakan Skripsi Hanya Dalam Waktu 2 Bulan

Baca juga: LEGA Akhirnya Sidang, Ini Arti Judul Skripsi yang Disebut Jerome Polin dengan Bahasa Jepang

Baca juga: Alasan Pengamat Dukung Kebijakan Nadiem Makarim Hapus Tes Calistung sebagai Syarat Masuk SD

Mahasiswa jenjang S2 dan S3 sudah bisa tak wajib unggah jurnal yang sudah dikerjakan.

Nadiem Makarim menyampaikan kelonggaran tugas akhir skripsi, tesis dan disertasi pada mahasiswa ini saat meluncurkan Merdeka Belajar Episode ke-26: Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi.

Dilansir TribunKaltim.co dari kompas.com, dalam kebijakan Transformasi Standar Nasional, Nadiem Makarim mengatakan sejauh ini ada banyak kendala dialami oleh kampus maupun mahasiswa terkait tugas akhir.

Contohnya, mahasiswa program sarjana wajib membuat skripsi, mahasiswa program magister wajib publikasi dalam jurnal ilmiah terakreditasi, dan mahasiswa program Doktor wajib publikasi dalam jurnal internasional bereputasi.

Selain beban dari segi waktu, sebetulnya hal ini menghambat mahasiswa dan perguruan tinggi bisa bergerak luas merancang proses dan bentuk pembelajaran sesuai kebutuhan keilmuan dan perkembangan teknologi.

"Padahal perguruan tinggi perlu menyesuaikan bentuk pembelajaran agar lebih relevan dengan dunia nyata.

Karena itu perguruan tinggi perlu ruang lebih luas untuk mengakui dan menilai hasil pembelajaran di luar kelas," kata Nadiem Makarim, dilansir dari kanal YouTube Kemendikbud Ristek, Selasa (29/8/2023).

Berbagai Cara Ganti Skripsi

Sehingga ke depan, mahasiswa S1 atau sarjana terapan bisa mengganti tugas akhir mereka berupa skripsi ke dalam bentuk lain.

Misalnya prototype, proyek, atau bentuk lainnya.

Kemudian bagi mahasiswa program S2, magister terapan, S3 dan doktor terapan memang masih diberikan tugas akhir dan bersifat wajib tetapi tidak wajib diterbitkan di jurnal.

Aturan itu tertuang dalam Permendikbudristek No. 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.

Nadiem Makarim mengatakan tidak semua prodi atau jurusan bisa mengukur kompetensi mahasiswanya hanya dari skripsi saja.

Misalnya, prodi vokasi akan lebih cocok dengan tugas akhir seperti proyek atau profile dan bentuk lainnya.

"Misalnya seperti prodi dalam vokasi, apakah jika mahasiswanya menulis karya ilmiah yang terpublis secara scientific adalah cara tepat padahal kompetensi dia technical skill," tambah Nadiem Makarim.

Baca juga: 4 Fokus yang Perlu Diterapkan dalam Pembelajaran di PAUD ala Menteri Nadiem Makarim

Pun sama halnya bagi perguruan tinggi atau prodi akademik, tak semua mahasiswa bisa diukur dengan cara yang sama.

Ia mengatakan untuk keputusan bebas skripsi, tesis atau disertasi diambil oleh masing-masing Kepala Program Studi atau Kaprodi.  Bukan lagi diambil oleh Kemendikbud Ristek. 

"Kaprodi bisa menentukan apakah tugas akhir skripsi atau bentuk lain sudah cocok untuk mahasiswa atau bagaimana, mereka yang menentukan," kata dia.

Dia menegaskan, setiap kepala prodi punya kemerdekaan sendiri dalam menentukan standar capaian kelulusan mahasiswa mereka.

Maka dari itu, standar terkait capaian lulusan ini tidak dijabarkan secara rinci lagi di Standar Nasional Pendidikan tinggi.

"Perguruan tinggi dapat merumuskan kompetensi sikap dan keterampilan secara terintegrasi," jelas dia.

Meski di satu sisi bila ada prodi yang memang mengukur kompetensi mahasiswanya melalui skripsi, maka hal itu bisa dilakukan sesuai kebutuhan kompetensi yang ada.

Kampus bisa Hapus Skripsi 

Namun untuk program studi S1 atau sarjana terapan yang sudah menerapkan kurikulum berbasis proyek atau bentuk lainnya yang sejenis, maka tugas akhir dapat dihapus atau tidak lagi bersifat wajib.

Jika pada saat proses akreditasi prodi kemudian masalah skripsi ini menjadi perhatian oleh Badan Akreditasi, kampus boleh membawa argumennya sendiri apabila waktu kuliah mahasiswa selama 3,5 tahun sudah sangat tepat untuk menggantikan skripsi.

Baca juga: Kabar Gembira! Kontrak Guru PPPK Dihapus, Statusnya Setara dengan CPNS? Tengok Kata Nadiem Makarim

"Saat proses akreditasi perguruan tinggi bisa berargumen apabila kompetensi anak-anak selama 3,5 tahun itu sudah sama dengan skripsi dan itu bisa dibuktikan selama mereka kuliah di tahun-tahun tersebut," tambahnya.

Ia mencontohkan program Kampus Merdeka dan Kedaireka yang diluncurkan pada 2020.

Program ini berhasil mengajak ratusan ribu mahasiswa serta dosen bisa bergerak luas dan adaptif.

Sehingga dengan bebasnya tugas akhir bagi S1 dan kelonggaran jurnal bagi S2 maupun S3 bisa sejalan dengan program yang ada.

"Serta bisa mendorong perguruan tinggi bebas menjalankan Kampus Merdeka dan mengembangkan berbagai inovasi sesuai pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi," katanya.

Di aturan sebelumnya, sebut dia, kompetensi sikap dan pengetahuan dijabarkan terpisah dan secara rinci.

Sehingga mewajibkan mahasiswa sarjana dan sarjana terapan membuat skripsi.

Mahasiswa magister juga wajib menerbitkan makalah di jurnal ilmiah terakreditasi, sedangkan doktor wajib menerbitkan makalah di jurnal internasional bereputasi.

"Di saat ini, ada berbagai macam cara menunjukkan kemampuan lulusan perguruan tinggi kita.

Karena ada berbagai prodi yang mungkin cara kita menunjukkan kemampuan kompetensi dengan cara lain," tutur dia.

Dia berharap dengan adanya aturan ini bisa membuat setiap prodi di perguruan tinggi bisa lebih leluasa menentukan syarat kompetensi lulusan, baik lewat skripsi atau bentuk lain.

Baca juga: NEWS VIDEO Judul Skripsi Jerome Polin Jadi Sorotan, Warganet: Mau Nangis Bacanya

(*)

Update Berita Nasional Terkini

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved