Berita Viral

Akhirnya Komnas HAM Temukan 6 Indikasi Pelanggaran HAM di Konflik Rempang, Warga Melayu Rela Mati

Akhirnya Komnas HAM temukan 6 indikasi pelanggaran HAM di konflik Rempang, warga Melayu rela mati

Penulis: Rafan Arif Dwinanto | Editor: Rafan Arif Dwinanto
Dokumen Badan Pengusahaan Batam
Bentrok masyarakat vs aparat di Rempang jadi sorotan media asing, sebut hanya masalah komunikasi. Akhirnya Komnas HAM temukan 6 indikasi pelanggaran HAM di konflik Rempang, warga Melayu rela mati 

TRIBUNKALTIM.CO - Konflik antara masyarakat dan aparat di Pulau Rempang, Batam jadi perhatian Komnas HAM.

Terbaru, Komnas HAM menemukan indikasi pelanggaran HAM dalam proyek Rempang Eco City, tersebut.

Komnas HAM mengindikasikan kuat terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam serangkaian peristiwa bentrok penolakan Proyek Strategis Nasional atau PSN Rempang Eco City, Batam yang terjadi 7 dan 11 September 2023.

Komisioner Komnas HAM Saurlin P Siagian mengatakan, indikasi tersebut kini masih didalami oleh Komnas HAM untuk memastikan apakah benar terjadi pelanggaran HAM atau tidak.

Baca juga: Janji Jokowi, Tiap Bulan ke IKN Nusantara Resmikan Proyek-Proyek Swasta, akan Ada Taman Safari

"Saya kira itu sudah menunjukkan indikasi yang kuat terjadi pelanggaran HAM.

Tetapi tentu kami perlu dalami fakta-faktanya, sehingga kami bisa membuat suatu kesimpulan terkait gradasi pelanggaran HAM tadi," imbuh dia dalam konferensi pers, Jumat (22/9/2023.

Komisioner Komnas HAM Uli Parulian Sihombong menambahkan, setidaknya ada enam indikasi terjadinya pelanggaran HAM dalam konflik Rempang.

"Pertama hak atas rasa aman dan bebas dari diskriminasi.

Ada penggunaan kekuatan berlebihan.

Kemudian juga penggunaan gas air mata yang tidak terukur sehingga menyebabkan korban," kata Uli.

Kemudian kedua adalah hak atas memperoleh keadilan, ada pembatasan akses terhadap bantuan hukum 8 tersangka yang sudah dibebaskan ketika proses penyelidikan dan penyidikan.

Ketiga, hak atas tempat tinggal yang layak, ini terkait dengan rencana relokasi.

Hal ini berkaitan dengan HAM, karena rencana relokasi berdampak secara langsung terhadap perkampungan Melayu Kuno.

"Keempat, adalah hak anak dan perlndungan anak, ada siswa SDN 24 dan SMPN 22 yang terdapak penggunaan gas air mata," kata Uli.

Kelima, hak atas kesehatan.

Dalam kasus Rempang, pemerintah berupaya pengosongan puskesmas dan tenaga kesehatan di Pulau Rempang.

"Dan memang terkonfirmasi, ada upaya pengosongan Puskesmas di Pulau Rempang dan Tenaga kesehatan di Pulau Rempang.

Sehingga faskes tidak bisa berfungsi maksimal, dan kedepannya mungkin juga faskes akan dipindahkan, tapi ini butuh pendalaman," imbuh Uli.

Baca juga: Jokowi Ungkap Luas Lapangan Istana Garuda di IKN Nusantara 2 Kali Lipat dari Istana Merdeka Jakarta

Terakhir, terkait dengan bisnis dan HAM, Proyek Strategis Nasional ini akan berdampak sangat buruk bagi masyarakat di Pulau Rempang terutama masyarakat adat Melayu.

Adapun bentrokan terjadi antara warga Pulau Rempang, Batam, dengan tim gabungan aparat penegak hukum pada Kamis (7/9/2023).

Bentrokan ini terjadi karena warga menolak pengembangan kawasan ekonomi Rempang Eco City di lokasi tersebut.

Petugas gabungan mendatangi lokasi, sedangkan ratusan warga memblokir jalan mulai dari Jembatan 4.

Warga menolak masuknya tim gabungan yang hendak mengukur lahan dan memasang patok di Pulau Rempang.

Pemblokiran kemudian dilakukan dengan membakar sejumlah ban dan merobohkan pohon di akses jalan masuk menuju Rempang.

Tak Dengar Aspirasi Masyarakat

Komnas HAM mengatakan upaya relokasi masyarakat Pulau Rempang harus dilakukan dengan memenuhi sejumlah standar.

Salah satunya mendengarkan aspirasi masyarakat.

Baca juga: Istri Wakil Walikota Batam Diperiksa Polisi Imbas Bantu Masak di Dapur Umum Warga Rempang

Namun Komisioner Komnas HAM RI Uli Parulian Sihombing menyatakan pihaknya mendapati bahwa tak adanya upaya BP Batam untuk mendengar aspirasi masyarakat setempat.

Pendekatan yang dilakukan oleh otoritas setempat adalah dari atas ke bawah.

Alias hanya mendengar aspirasi dari pejabat daerah tingkat kelurahan atau kecamatan, bukan pendapat dari masyarakat Rempang.

"Pendekatan yang sekarang adalah dari atas ke bawah.

Dan itu sudah terkonfirmasi kami menemukan saksi-saksi yang menyatakan mereka tidak pernah didengar oleh BP Batam.

Pendekatannya dari atas saja, dari aparat kelurahan sampai kecamatan," kata Uli dalam konferensi pers, Jumat (22/9/2023).

Padahal kata dia, standar relokasi yang semestinya dipenuhi adalah mendengar aspirasi masyarakat.

Yakni lewat pendekatan bottom up atau mendengar aspirasi warga baru kemudian ke pejabat daerah setempat.

"Pendekatannya adalah bottom up, bukan dari atas ke bawah, tapi dari bawah ke atas, mendengarkan aspirasi masyarakat," jelas dia.

Baca juga: Diberi Waktu Hingga 28 September Kosongkan Pulau Rempang, Warga Ikhlas Mati di Tangan Pemerintah

Ikhlas Mati di Tangan Pemerintah

Masyarakat di Pulau Rempang tetap menolak untuk meninggalkan tempat tinggalnya, walaupun telah diberi waktu untuk mengosongkan lahan hingga 28 September 2023.

Masyarakat tetap kukuh tidak akan meninggalkan Pulau Rempang.

Pemerintah memberi waktu hingga tanggal 28 September kepada masyarakat di 16 titik kampung tua yang ada di Pulau Rempang, Batam untuk mengosongkan lahan.

Pengosongan tersebut terkait dengan proyek strategis nasional berupa pembangunan kawasan Eco City.

Ultimatum ke warga diberikan berdasarkan perjanjian antara Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) dengan pihak investor.

Pihak investor menginginkan agar di tanggal tersebut, lahan yang mereka perlukan sudah rampung.

Menanggapi ultimatum itu, Juru bicara Kekerabatan Masyarakat Adat Tempatan (KERAMAT) Pulau Rempang, Suardi, mengatakan akan mempertahankan marwah kampung-kampung mereka terlepas dari apa pun yang dilakukan pemerintah.

Sebab kampung-kampung itu didirikan oleh nenek moyang mereka sejak 1843.

“Kami tidak akan mau pindah meskipun kami terkubur di situ. Karena dengan cara apa pun, itu tanah ulayat yang menjadi tanggung jawab kami untuk menjaganya,” kata Suardi. 

Suardi kemudian mempertanyakan klaim BP Batam yang menyebut bahwa sudah ada warga yang setuju dan menerima tawaran ganti rugi rumah.

“Apakah itu mereka dapat dari aparat yang menyisir dari rumah ke rumah melewati proses sosialisasi? Kalau dilakukan oleh oknum aparat, sehingga mendapat persetujuan, menurut saya masyarakat hanya ketakutan,” kata dia.

Baca juga: Menteri Bahlil Jelaskan soal Investasi di Pulau Rempang, Optimis Jadi Mesin Ekonomi Baru Indonesia

Menurut Suardi, masyarakat dari 16 kampung tua justru menitipkan perjuangan kepada dirinya untuk mempertahankan lahan agar mereka tidak direlokasi.

Suardi memastikan sikap masyarakat tidak akan berubah walaupun kemungkinan buruk terjadi.

“Jika memang kami ditakdirkan mati di tangan pemerintah, kami sudah ikhlas, karena itu akan jadi catatan sejarah buat kami bangsa Melayu yang berada di Pulau Rempang,” katanya. (*)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Komnas HAM Dapati Upaya Relokasi Warga Rempang Cuma Dengar Aspirasi Pejabat Kelurahan


Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Komnas HAM: Konflik PSN Rempang Eco City Terindikasi Kuat Terjadi Pelanggaran HAM"

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved