Pilpres 2024

Tok! MK Tolak Gugatan Usia Capres Cawapres Maksimum 70 Tahun

Mahkamah Konstitusi menolak gugatan terkait usia maksimum calon presiden dan wakil presiden 70 tahun.

|
Editor: Diah Anggraeni
Tribunnews.com/Jeprima
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (kanan) berbincang dengan Hakim Konstitusi Saldi Isra (kiri), Senin (23/10/2023). Mahkamah Konstitusi menolak gugatan terkait usia maksimum calon presiden dan wakil presiden 70 tahun. 

TRIBUNKALTIM.CO - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan terkait usia maksimum calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) 70 tahun.

Hal itu diputuskan majelis hakim dalam sidang pembacaan putusan nomor 102/PUU-XXI/2023 pada Senin (23/10/2023) hari ini.

Putusan MK tersebut dibacakan Ketua MK Anwar Usman.

"Menyatakan permohonan para Pemohon sepanjang pengujian norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tidak dapat diterima," ucap Ketua MK Anwar Usman.

"Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya," sambungnya disusul ketukan palu dalam sidang.

Baca juga: Live Streaming Putusan MK Gugatan Usia Capres Cawapres 70 Tahun, Gerindra Yakin Prabowo tak Dijegal

Baca juga: Hasil Survei Capres Cawapres Elektabilitas Anies-Cak Imin Naik Usai Putusan MK, Prabowo dan Ganjar?

Baca juga: Hasil Survei Capres Cawapres Usai Putusan MK: Elektabilitas Anies-Cak Imin Naik, Prabowo-Gibran?

Majelis hakim menilai, gugatan dengan nomor 102/PUU-XXI/2023 tersebut kehilangan objek permohonan.

Hal ini lantaran Pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) yang awalnya digugat sudah berubah lewat Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 pekan lalu, yang membuka kesempatan untuk putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, maju Pilpres 2024.

Sementara untuk gugatan capres yang tersangkut kasus pelanggaran HAM, Mahkamah menilai, gugatan tersebut tidak beralasan menurut hukum.

Pasalnya, Mahkamah menganggap tidak ada penjelasan yang rinci terkait kasus pelanggaran HAM berat yang diajukan pemohon.

Ini, ucap Hakim Daniel, menambah kerumitan tersendiri.

Menurut Mahkamah, perlu juga ada kepastian hukum terkait kasus HAM yang diajukan pemohon agar tidak melanggar asas praduga tak bersalah tidak beralasan karena sudah kehilangan objeknya.

Baca juga: Mahkamah Konstitusi Buka Peluang Gibran Jadi Cawapres, Denny Indrayana Tegaskan Putusan MK Tidak Sah

Sebelumnya, gugatan 102/PUU-XXI/2023 ini diajukan Wiwit Ariyanto, Rahayu Fatika Sari, dan Rio Saputro, dengan menyertakan 98 advokat.

Mereka ingin agar MK mengubah Pasal 169 huruf d Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) guna melarang pelanggar HAM maju sebagai capres.

Dalam petitum gugatannya, mereka meminta supaya larangan itu berbunyi, "Tidak pernah mengkhianati negara, tidak pernah melakukan tindak pidana korupsi, tidak memiliki rekam jejak melakukan pelanggaran HAM berat, bukan orang yang terlibat dan/atau menjadi bagian peristiwa penculikan aktivis pada tahun 1998, bukan orang yang terlibat dan/atau pelaku penghilangan orang secara paksa, tidak pernah melakukan tindak pidana genosida, bukan orang yang terlibat dan/atau pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan dan tindakan yang anti demokrasi, serta tindak pidana berat lainnya."

Mereka juga mengutip Pasal 7A UUD 1945 yang mengatur tentang pemberhentian presiden dan wakil presiden apabila "terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden".

Selain itu, mereka juga meminta MK membatasi syarat usia capres-cawapres 40-70 tahun.

Mereka menganggap bahwa untuk mengelola Indonesia menjadi negara maju, dibutuhkan mobilitas yang sangat tinggi karena wilayah Indonesia sangat luas.

Selain itu, mereka juga menilai pasal yang ada sekarang memberikan ketidakpastian hukum karena hanya mengatur batas bawah usia capres tanpa mengatur batas atasnya.

Mereka menjadikan batas atas usia hakim konstitusi dan hakim agung yang tidak boleh melebihi 70 tahun sebagai perbandingan.

Baca juga: Pakar Hukum Tata Negara UI Bongkar Kejanggalan Putusan MK yang Loloskan Gibran, BEM SI Kepung Istana

Keyakinan Gerindra

Calon Presiden yang diusung Koalisi Indonesia Maju, Prabowo Subianto.
Calon Presiden yang diusung Koalisi Indonesia Maju, Prabowo Subianto. (SURYA/PURWANTO)

Sebelumnya, Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad meyakini MK bakal menolak gugatan yang bisa menjegal Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto maju Pilpres 2024, yakni terkait syarat usia capres-cawapres.

Adapun gugatan ini bakal diputus oleh MK pada Senin (23/10/2023) hari ini.

"Jangan ngomong gitu. Pasti enggak diterima," ujar Dasco saat ditemui di Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, Minggu (22/10/2023).

"Ya kalau kami lihat, dari aspek hukum, kalau kemudian itu menurut hakim konstitusi di dalam UU Dasar 45 itu tidak disebutkan batas usia, sehingga kami berkeyakinan batas atas, batas bawah itu kan pertimbangan hakim konstitusi," sambungnya.

Dasco meyakini gugatan itu tidak akan diterima MK karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945.

"Dan kami optimis gugatan tersebut pasti tidak akan diterima, karena bertentangan dengan UU Dasar 45," imbuhnya.

Sementara itu, Prabowo, yang kini berusia 72 tahun merupakan Komando Pasukan Khusus TNI AD yang membawahi Tim Mawar.

Tim ini diduga mendalangi operasi penculikan dan penghilangan paksa puluhan aktivis pada kurun 1997-1998.

Baca juga: Siapa Anwar Usman? Inilah Profil/Biodata Ketua MK dan Hubungan Keluarga dengan Presiden Jokowi

MK Kabulkan Gugatan Batas Minimal Calon Capres Cawapres

Diberitakan sebelumnya, MK telah mengabulkan gugatan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait dengan batas usia minimal capres-cawapres dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) pada Senin (16/10/2023).

Gugutan ini dilayangkan oleh seorang mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Surakarta (Unsa), Almas Tsaqibbirru.

MK mengizinkan seseorang yang belum berusia 40 tahun mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden, asal mereka memiliki pengalaman menjadi kepada daerah atau pernah menduduki jabatan lain yang dipilih melalui pemilihan umum (pemilu).

"Menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) yang menyatakan, “berusia paling rendah 40 tahun” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah," ujar hakim Anwar Usman, dikutip dari Kompas.com (16/10/2023).

Sehingga, Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu selengkapnya berbunyi, “berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”.

(Kompas.com/TribunKaltim)

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved