Berita Nasional Terkini
Sebelum Putusan Keluar, Anwar Usman Sempat Bahas Gugatan Usia Capres-Cawapres di Kuliah Umum
Kehadiran Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman ke kuliah umum di Universitas Islam Sultan Agung, menjadi salah satu laporan pelapor.
TRIBUNKALTIM.CO - Kehadiran Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman ke kuliah umum di Universitas Islam Sultan Agung, menjadi salah satu laporan pelapor terhadap dugaan pelanggaran kode etik.
Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Julius Ibrani selaku pelapor menjelaskan, Anwar Usman dalam kesempatan itu membicarakan suatu perkara di MK yang belum diputus.
Perkara yang dibahas ialah Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait syarat usia minimal capres cawapres.
Hal tersebut disampaikan Julius dalam sidang pemeriksaan Majelis Kehormatan MK (MKMK) di Gedung II MK, Jakarta, Kamis (2/11/2023).
"Ini terkait dengan bagaimana dia membahas atau membicarakan perkara yang belum diputus dalam satu kesempatan kuliah umum di Universitas Islam Sultan Agung, tanggal 9 September 2023," ujar Julius dalam ruang sidang.
Tindakan Anwar Usman itu menurut Julius menimbulkan persepsi negatif publik terhadap perkara dan putusan itu sehingga dijadikan laporan olehnya.
"Ini yang kami catatkan juga sebagai laporan kami," jelasnya.
Dalam kesempatan itu ia juga menyoroti hubungan kekeluargaan Anwar Usman dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menurut dia memuat konflik kepentingan dan memengaruhi putusan Nomor 90 itu.
Selain itu, Julius turut menyinggung soal pencabutan gugatan Nomor 90 yang kemudian pencabutan itu dibatalkan pada akhir pekan.
Baca juga: Update Sidang MKMK soal Putusan MK Batas Usia Capres Cawapres, Ada Dugaan Kebohongan Anwar Usman
Baca juga: Terjawab, Jika Anwar Usman Langgar Etik, Apakah MKMK Bisa Batalkan Pencalonan Gibran di Pilpres?
Baca juga: Buka-Bukaan, Jimly Bongkar 9 Dugaan Pelanggaran Etik Sekaligus di Putusan MK, Nasib Anwar Usman?
Menurut dia, pembatalan pencabutan pada akhir pekan merupakan hal yang aneh.
"Kami berharap MKMK memeriksa kelengkapan di gedung MK. Setahu kami, surat menyurat tidak dilakukan saat libur seperti hari Sabtu, Minggu atau libur nasional," imbuhnya.
Dalam pemeriksaan terlapor lainnya pada Selasa (31/10/2023) pernyataan Anwar Usman di kuliah umum juga dilaporkan.
Program Manager Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Violla Reninda selaku pelapor mendalilkan Anwar Usman melanggar prinsip independen, prinsip ketidakberpihakan, dan prinsip integritas.
Tindakan itu menurutnya fatal dilakukan oleh seorang negarawan yang merupakan pucuk pimpinan MK.
"Di sini di poin 25 kami mengutip secara verbatim apa yang disampaikan oleh hakim terlapor, kami juga melampirkan video YouTube yang kami dapatkan dari kanal YouTube Universitas Islam Sultan Agung," jelas Violla dalam persidangan.
"Jadi komentar itu disampaikan ketika yang bersangkutan menghadiri sebagai narasumber dalam Kuliah Umum Bersama Prof Dr H Anwar Usman SH MH di Universitas Sultan Agung, Semarang pada tanggal 9 September 2023," sambungnya.
Sebagaimana diketahui, MKMK sudah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah orang yang melaporkan terkait dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi.
MKMK juga telah memeriksa Anwar Usman dan hakim konstitusi lainnya yakni Arief Hidayat, Enny Nurbaningsih, Saldi Isra, Manahan Sitompul hingga Suhartoyo terkait ini.
Mereka diperiksa soal putusan yang dibacakan pada 16 Oktober lalu, yakni putusan atas gugatan uji materi terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengenai batas usia capres-cawapres.
Baca juga: Daftar 16 Orang Guru Besar dan Pengajar Hukum Tata Negara yang Desak MKMK Sanksi Berat Anwar Usman
Sebagaimana diketahui, putusan itu memutuskan capres-cawapres usia di bawah 40 tahun bisa maju pilpres asalkan sudah punya pengalaman menjadi kepala daerah.
Di sisi lain, salah satu pelapor lainnya dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim yang ditujukan kepada Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman, meminta adik ipar Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu segera dipecat.
Permintaan tersebut disampaikan oleh Direktur LBH Yusuf, Mirza Zulkarnaen.
Selain meminta Anwar Usman diberhentikan, Mirza juga menginginkan supaya hasil putusan MK mengenai gugatan batas usia capres-cawapres dalam Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 dibatalkan.
"Yang berkaitan dengan situasi Pemilu 2024 nanti, makanya selain memberhentikan Pak Anwar Usman sebagai hakim MK dan Ketua MK, dan menimbulkan implikasi, hasil putusan MK itu seperti apa, yaitu membatalkan putusannya," kata Mirza Zulkarnaen, dikutip dari YouTube Kompas TV, Kamis (2/11/2023).
"Dan KPU harus membatalkan nama Gibran Rakabuming sebagai cawapres 2024 ke depannya," tuturnya.
Sebagaimana diketahui, putusan MK soal batas usia capres-cawapres telah memuluskan langkah putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, maju sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres).
Kini, Gibran telah dipilih oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM) untuk mendampingi Prabowo Subianto di Pilpres 2024 mendatang.
Keputusan MK yang disinyalir berbau konflik kepentingan itu akhirnya berbuntut panjang hingga Anwar Usman dilaporkan atas dugaan pelanggaran kode etik.
Menurut Yusuf, tindakan Anwar Usman ini jelas bertentangan dengan UU No 48 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 17 ayat (3).
Baca juga: Buka-Bukaan, Jimly Bongkar 9 Dugaan Pelanggaran Etik Sekaligus di Putusan MK, Nasib Anwar Usman?
Di mana Anwar Usman yang berada dalam persidangan gugatan batas usia capres-cawapres merupakan paman dari Gibran Rakabuming Raka.
“Pasal ini intinya mengatur bahwa seorang hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai, dengan ketua, salah seorang hakim anggota, jaksa, advokat, atau panitera,” tuturnya, dikutip dari situs resmi Mahkamah Konstitusi.
Berdasarkan hal tersebut, pihaknya meminta kepada MKMK untuk menindaklanjuti seluruh laporan atau temuan atas dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi secara terbuka dan transparan.
Sementara itu, Pakar Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Prof Dr M Fauzan, menyebut MKMK bisa membatalkan Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 ini.
Apabila para hakim terbukti melakukan pelanggaran kode etik, maka putusan yang telah diambil tidak memiliki legitimasi secara moral.
"Jika putusan MKMK ternyata para hakim terbukti dengan sah dan meyakinkan telah melakukan pelanggaran kode etik, maka dalam perspektif moral, putusan yang telah diambil tidak memiliki legitimasi secara moral, karena diputus oleh hakim yang telah terbukti melanggar kode etik," kata Fauzan dalam pernyataannya yang diterima Tribunnews.com, Kamis (2/11/2023).
Atas putusan yang telah diambil, lanjut Fauzan, maka ada beberapa kemungkinan.
Pertama, tetap berlaku sesuai dengan hukum tata negara positif (yang sedang berlaku).
Kedua, perlu diingat bahwa di atas hukum sebenarnya ada moralitas, maka hukum yang baik tentunya harus memperhatikan aspek moralitas.
Jika ini yang menjadi pertimbangan, bisa saja MKMK ada kemungkinan keluar dari pakem hukum tata negara positif dan menyatakan bahwa putusan yang diputus oleh hakim yang telah terbukti melanggar kode etik putusannya tidak mengikat.
Baca juga: Siapa Anwar Usman? Inilah Profil/Biodata Ketua MK dan Hubungan Keluarga dengan Presiden Jokowi
"Jika ini yang terjadi, maka akan ada dinamika hukum ketatanegaraan kita, dan pasti ini menimbulkan diskursus juga," tutur Fauzan.
Fauzan juga menjelaskan, apabila merujuk pada hukum tata negara positif, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 24C UUD 1945, apa pun keputusan MK termasuk di dalamnya Putusan Nomor 90 tahun 2023 terlepas suka atau tidak, sejak diucapkan dalam sidang pleno yang terbuka untuk umum, putusan tersebut langsung berlaku dan tidak ada upaya hukum.
Akan tetapi, sambungnya, terkait dengan adanya laporan pelanggaran kode etik ke MKMK, maka sanksi yang dapat dijatuhkan sesuai dengan Peraturan Mahkamah Konstitusi tentang MKMK hanya ada sanksi teguran lisan, tertulis dan pemberhentian sebagai hakim konstitusi.
"MKMK memang hanya memeriksa dan memutus terkait dengan pelanggaran kode etik, dan perlu diketahui bahwa tupoksi MKMK adalah menjaga keluhuran dan martabat hakim MK," terangnya.
"Itulah sebabnya perlu ada kajian kembali mengenai keputusan MK yang final dan mengikat, ke depan menurut saya jika ternyata putusan MK dijatuhkan oleh hakim yang terbukti melanggar kode etik, maka kekuatan putusan MK yang bersifat final dan mengikat dapat dibatalkan, dan pembatalannya ada dua cara."
"Pertama, oleh MK sendiri atas perintah MKMK atau oleh MKMK yang memeriksa dan memutus laporan adanya pelanggaran kode etik," pungkas Fauzan. (*)
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Pelapor Singgung Anwar Usman yang Sempat Bahas Perkara Usia Capres Cawapres di Kuliah Umum
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.