Berita Kaltara Terkini
Banyak Murid Kelas 5 SD di Tarakan tak Trampil Membaca, Faktor Ketidakmampuan Guru Mengajar Literasi
Banyak Murid Kelas 5 SD di Tarakan tak Trampil Membaca, Faktor Ketidakmampuan Guru Mengajar Literasi
Penulis: Sumarsono | Editor: Mathias Masan Ola
TRIBUNKALTIM.CO, TARAKAN - Banyak Murid Kelas 5 SD di Tarakan tak Trampil Membaca, Faktor Ketidakmampuan Guru Mengajar Literasi
Metty Todingbua, SPd, MSi, dosen jurusan Pendidikan Guru SD (PGSD) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Borneo Tarakan atau FKIP UBT Tarakan mengungkapkan ketidakmampuan guru mengajar literasi menjadi salah satu faktor penyumbang buruknya keterampilan membca murid SD.
Siswa seharusnya sudah terampil membaca saat kelas 3 SD, namun faktanya sampai kelas 5 SD masih banyak siswa belum terampil membaca.
Baca juga: Daerah Butuh Dukungan Ekosistem Pendidikan, FKIP UBT Ikut Berkontribusi di Tarakan

Siswa itu mungkin bisa membaca teks, namun tidak selalu mengerti makna yang dibacanya.
“Kami menemukan masalah yang sama di Tarakan. Hasil asesmen yang dilakukan FKIP UBT pada tahun 2021, menunjukkan 63 persen siswa di Tarakan mampu membaca lancar tapi gagal dari sisi pemahaman.
Data itu diambil dari hasil asesmen 16 SD di Kecamatan Tarakan Barat dan Utara,” tambahnya. Ketidaktuntasan siswa menguasai keterampilan literasi di kelas 3 SD akan membawa dampak jangka panjang.
Sekalipun siswa itu bisa meneruskan pendidikan ke jenjang lebih tinggi, tapi mereka tidak akan mampu menguasai pengetahuan dan keterampilan secara utuh.
Ketidakmampuan ini karena mereka tidak dapat menalar materi ajar yang hanya bisa dipahami dan dikuasai dengan cara membaca.
Baca juga: Calon Guru Perlu Belajar Cara Mengelola Pendidikan di Daerah 3T, FKIP UBT Siapkan Mata Kuliah Khusus
Pada saat mereka dewasa, anak-anak ini berpotensi kesulitan mendapatkan pekerjaan sekalipun mereka memiliki ijasah pendidikan menengah atas, diploma, atau universitas.
Metty Todingbua menjelaskan hasil Asesmen Kompetensi Minimal (AKM) 2021 menunjukkan 1 dari 2 siswa SD kelas V di Tarakan tidak mencapai kompetensi minimal membaca.
Metty mengatakan, rendahnya keterampilan membaca di sekolah dasar merupakan masalah serius.
Hari itu Metty duduk santai sambil menikmati kudapan dan minuman dingin. Gadis Toraja ini bercerita banyak soal keterlibatannya dalam program peningkatan kapasitas guru SD di Kota Tarakan.
Program ini merupakan hasil kerjasama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Tarakan, FKIP UBT, dan Program Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI) -- program kemitraan antara Australia dan Indonesia.
”Kerjasama ini bertujuan meningkatkan keterampilan guru SD di Tarakan untuk mengajarkan literasi,” tambahnya.

Fenomena ini disebut sebagai Efek Matthew. “Sehingga tidak heran banyak pengangguran berasal dari tamatan menengah atas, diploma, dan universitas,” tukasnya.
Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Badan Pusat Statistik (BPS) 2023 menemukan bahwa pengangguran terbuka di Indonesia per Agustus 2023 berjumlah 8,43 juta jiwa.
Sebanyak 673,49 ribu (7,99 persen) penganggur yang merupakan lulusan universitas, kemudian 159,49 ribu (1,89 persen) penganggur lulusan Akademi/Diploma.
Sebanyak 1,66 juta jiwa lulusan SLTA Kejuruan/SMK dan 2,48 juta jiwa (29,41 persen) penganggur adalah lulusan SLTA Umum/SMU.
Membangun Eksosistem Pendidikan Daerah
Lebih lanjut Metty mengatakan untuk meningkatkan keterampilan membaca siswa SD, harus dimulai dengan meningkatkan keterampilan mengajar guru.

Guru memiliki kontribusi sebesar 30 persen terhadap keberhasilan belajar siswa. Kesimpulan ini merujuk studi yang dilakukan Prof. Jhon Hattie dari Universitas Auckland, New Zealand.
“Semakin baik keterampilan mengajar guru, maka akan semakin baik pula hasil belajar siswa,” tegasnya.
Banyak guru di Tarakan belum begitu terlatih mengajarkan literasi. Guru masih cenderung menggunakan pendekatan tradisional dalam upaya membantu siswa terampil membaca.
Guru-guru belum banyak menerapkan tahapan membaca yang sesuai dengan kemampuan siswa. Begitu pula dalam mengampuh pembelajaran, guru belum menggunakan media dan metode belajar yang menyenangkan.
Metty mengatakan harus ada upaya untuk membantu guru terampil mengajarkan literasi.

Guru tidak cukup hanya diminta meningkatkan kapasitasnya secara mandiri, tetapi harus difasilitasi melalui pelatihan dan pendampingan yang terencana.
Pemerintah daerah, universitas, komunitas dan sekolah harus berkolaborasi untuk menyediakan ekosistem yang mendukung guru meningkatkan kapasitas dirinya.
Sejak tahun 2021, FKIP UBT berupaya mendorong hadirnya ekosistem pendidikan di Tarakan.
Melalui kerjasama antar pemerintah daerah, mitra pembangunan, dan komunitas, FKIP UBT menyediakan pelatihan dan pendampingan jangka panjang untuk guru di Tarakan Barat dan Utara.
Metty bersama dosen FKIP UBT mengembangkan program pelatihan berbasis kelompok kerja guru (KKG).
Program ini diimplementasikan di 16 SD dengan melibatkan 93 orang guru yang berada di dua kecamatan di Tarakan.
Program kemitraan ini dilaksanakan dengan memberi pelatihan dan pendampingan kepada guru melalui KKG. Beberapa guru terbaik direkrut dan dilatih menjadi fasilitator.
Para fasilitator ini menjadi pelatih dan pendamping guru lainnya.
Awal yang Tidak Mudah
Upaya Metty bersama Tim FKIP UBT untuk meningkatkan kemampuan membaca siswa SD di Tarakan tidaklah mudah.
Banyak sekolah yang menganggap rendahnya keterampilan membaca bukan sebagai masalah serius. Bahkan beberapa sekolah menolak jika siswa di sekolahnya disebut tidak terampil membaca.
“Sebenarnya waktu kami paparkan hasil asesmen 2021, banyak pihak sekolah tidak terima dengan data itu,” katanya.
Seiring waktu, Tim FKIP UBT mulai diterima seolah. Berlahan guru mulai mengakui banyak siswanya tidak terampil membaca.
Namun guru tidak selalu paham cara membantu siswa itu. Misalnya mereka tidak mengetahui cara menggunakan buku cerita yang baik untuk siswa. Rata - rata siswa diminta membaca secara mandiri.
“Padahal siswa membutuhkan role model untuk membacakan cerita, kemudian para siswa mengikuti,” terangnya.
Tim FKIP UBT kemudian melatih guru strategi membaca buku cerita anak. Guru-guru ini juga dilatih teknis menulis yang benar.
“Kami latih mereka cara menulis seperti tulis huruf kapital, huruf kecil dimana tarikannya yang pada dasarnya para guru sudah pernah mendapatkannya tapi saat ini sudah ditinggalkan,” kata Metty.
Guru-guru juga diajarkan tentang cara melakukan asesmen diagnostik dan pembelajaran terdiferensasi. Tujuannya agar guru mampu memetakan kemampuan siswanya dan tidak menyamaratakan.
Setelah itu barulah guru merancang metode dan materi ajar sesuai kemampuan siswa.
“Jadi program kami ini sejalan dengan kurikulum merdeka yang menggunakan asesmen diagnostik dan pembelajaran terdiferensiasi,” tambahnya.
Metty mengatakan pembelajaran terdiferensiasi membantu guru menentukan pembelajaran yang tepat untuk siswanya sesuai kebutuhannya.
Para guru dibekali agar setiap bulan melakukan asesmen diagnostik supaya terlihat peningkatan kemampuan membaca siswa.
Program pelatihan dan pendampingan yang dilakukan FKIP UBT membawa dampak positif. Hasil evaluasi FKIP UBT menunjukan sebanyak 60,04 persen guru yang mengikuti program ini mengalami peningkatan kemampuan teknis yang signifikan.
Program literasi mendapat apresiasi dari Walikota Tarakan Khairul.
Dalam empat bulan program literasi yang dijalankan FKIP UBT menunjukkan indikasi peningkatan kemampuan mengajar guru.
Walikota Khairul juga melihat langsung media ajar dan metode guru mengajarkan literasi. Salah satu teknis membacakan buku cerita kepada anak. (*)
3 Kantor di Kaltara Digeledah, Bank Kaltimtara Hormati Proses Hukum, Tetap Jaga Kepercayaan Nasabah |
![]() |
---|
Tak Bisa Berenang, Terungkap Cara Rahmat Agar Tetap Terapung Selama 2 Hari 2 Malam di Tengah Lautan |
![]() |
---|
4 Fakta Kapal Pengangkut Sembako Terbalik di Perairan Sebatik, Nama Korban Selamat dan Masih Dicari |
![]() |
---|
4 Fakta Emas Palsu Rp1,2 Miliar di Pegadaian Nunukan Kaltara, Terungkap Setelah Nasabah Meninggal |
![]() |
---|
Daftar 5 Daerah di Kaltara Diusulkan Jadi DOB, Termasuk Tanjung Selor: Tunggu Syarat Administrasi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.