Horizzon
Netralitas yang Sudah Berubah Makna
Kata “Netral” yang maknanya juga dituntut berubah sesuai dengan kebutuhan zaman, utamanya jelang kontestasi 2024 yang sudah di depan mata.
Pertanyaan berikutnya adalah netralitas penyelenggara kontestasi mendatang, baik KPU atau Bawaslu.
Seberapa yakin publik terhadap netralitas penyelenggara di kontestasi mendatang? Apalagi sudah jamak diketahui bahwa untuk bisa berstatus sebagai komisioner penyelenggara pemilu harus melalui jalur ormas tertentu yang kita tahu ormas tersebut berafiliasi ke peserta pemilu.
Rasanya, dalam kontestasi yang bakal kita ikuti ke depan, netralitas yang seharusnya melekat pada penyelenggara, aparat keamanan, ASN adalah retorika belaka.
Bahkan bukan tidak mungkin, ketidaknetralan adalah jalan pilihan bagi kontestan untuk meraih kemenangan. Sementara ketika semua berpikir menang dari memanfaatkan ketidaknetralan, maka yang aka terjadi adalah kontestasi yang tidak sehat.
Saat ini kita melihat, klaim atau tudingan ketidaknetralan pihak lain sesungguhnya adalah ungkapan kekecewaan dari mereka yang gagal memanfaatkan ketidaknetralan pihak tertentu condong ke mereka.
Baca juga: Semua Salahnya Pawang Hujan
Boleh disimpulkan, semun kontestan berharap semua pihak tidak netral dan menguntungkan mereka. Semua akan disebut netral jika berpihak dan menguntungkan kubu mereka. Sementara yang benar-benar netral lantaran tak menguntungkan akan diklaim sebagai sikap yang tidak netral.
Sementara publik dalam kontestasi mendatang sebagian besar adalah mereka yang sudah banyak makan asam garang kebohongan politisi. Dalam kontestasi ini, mereka hanya akan menunggu jatah paket pembelian suara yang bakal ramai ditawarkan makelar pencari suara yang masuk ke kampung-kampung.
Jangan banyak berharap, publik yang sudah berulangkali kena tipu, dalam kontestasi kali ini akan balas dendam dengan pakai jurus terima yang banyak, pilihan menyesuaikan selera. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.