Berita Pemkab Kutim

Bappeda Kutim Monitoring Kegiatan FCPF Carbon Fund di Muara Wahau Kutai Timur

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kutai Timur atau Bappeda Kutim, melakukan monitoring kegiatan Forest Carbon Partnership Facility

Penulis: Nurila Firdaus | Editor: Budi Susilo
HO/Bappeda Kutim
Bappeda Kutim sambangi Desa Nehes Liah Bing di Kecamatan Muara Wahau, Kutai Timur, Kalimantan Timur. Pemerintah Daerah berencana menetapkan wilayah yang merupakan Eks HPH PT. GRUTI III yang luasnya mencapai 38.000 ha menjadi Hutan dengan Tujuan Khusus, Kamis (14/12/2023). 

TRIBUNKALTIM.CO, SANGATTA - Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kutai Timur atau Bappeda Kutim, melakukan monitoring kegiatan Forest Carbon Partnership Facility-Carbon Fund (FCPF-CF) di Desa Nehes Liah Bing, Kecamatan Muara Wahau, Kutai Timur, Kalimantan Timur. 

Berdasarkan hasil survey Fakultas Kehutanan UNMUL dan The Nature Conservancy (TNC), telah menemukan 600 sarang orangutan di lokasi EKS HPH PT.GRUTI III.

Kemudian Pemerintah Daerah berencana menetapkan wilayah yang merupakan Eks HPH PT. GRUTI III yang luasnya mencapai 38.000 ha menjadi Hutan dengan Tujuan Khusus (HTK).

Sebab, daerah tersebut masuk wilayah adat Suku Dayak Wehea, Desa Nehas Liah Bing, sehingga diambil alih oleh masyarakat adat Dayak Wehea.

Baca juga: Kutai Timur Raih Dana Forest Carbon Partnership Facility Carbon Fund Rp274 Juta

Pada tanggal 5 November 2004 Lembaga Adat Wehea dan Masyarakat Adat Dayak Wehea mengadakan rapat adat di Desa Nehas Liah Bing dan mengundang suku Dayak di tiga (3) Kecamatan:

- Kecamatan Muara Wahau;

- Kecamatan Telen;

- dan Kecamatan Kongbeng;

Kata Kepala Bappeda Kutim, Noviari Noor melalui Pejabat Fungsional Purno, sebut, lantaran hutan tersebut terletak dalam wilayah Tanah Adat Desa Nehas Liah Bing, maka pengelolaan diserahkan kepada Dayak Wehea Nehas Liah Bing yang kemudian Hutan Lindung Wehea dinamakan “Keldung Las Wehea Long Sekung Metguen.”

Lalu, pada 9 November 2004 silam, Lembaga Adat Wehea dan Masyarakat Adat Dayak Wehea Desa Nehas Liah Bing meresmikan Keldung Las Wehea Long Sekung Metguen ini secara adat dan menanam sepasang patung ulin laki dan perempuan, yang diberi nama patung laki adalah Jod Blie dan patung perempuan Hong Nah, yang menanam patung tersebut dulu pernah hidup di daerah ini untuk menjaga Hutan Lindung Wehea.

Kecamatan Muara Wahau merupakan salah satu kecamatan dari 18 kecamatan yang masuk dalam wilayah administrasi pemerintah Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Kecamatan Muara Wahau sudah ada sebelum adanya pemekaran kabupaten yang dulunya masih bagian dari kabupaten Kutai (sekarang Kutai Kartanegara) yang memiliki luas wilayah 6.142.2 kilometer persegi dengan jumlah penduduk 20.784 jiwa dan 10 desa (data BPS, 2019).

Baca juga: Isran Noor ke Jakarta, Hadiri Anugerah Forest Carbon Partnership Facility Carbon Fund

Penduduk yang mendiami wilayah Muara Wahau terdiri beragam suku di antaranya:

- Suku Dayak;

- Kutai;

- Banjar;

- Jawa;

- Bugis;

- dan beberapa suku lainnya yang hidup
rukun dan damai berdampingan.

Sebagian wilayahnya merupakan lahan perkebunan, pertanian dan didominasi hutan yang masih asri dan luas.

"Akses menuju ke Muara Wahau ditempuh dengan jalan darat kurang lebih 5 hingga 6 jam dari Sangatta atau sekitar 5 sampai 6 jam dari Tanjung Redep, Kabupaten Berau," imbuhnya.

Tak hanya itu, objek Wisata dan Event Tradisional Muara Wahau memiliki beragam objek wisata diantaranya adalah Hutan Lindung Wehea.

Baca juga: Ardiansyah Sulaiman Evaluasi Capaian Program FCPF Carbon Fund Kutai Timur

Ada juga event tahunan yang biasanya dilaksanakan pada bulan April hingga Mei, yaitu Festival Lom Plai.

Hutan lindung Wehea masuk dalam wilayah Desa Nehas Liah Bing, Kecamatan
Muara Wahau, dengan luasan kurang lebih 38.000 hektar yang menjadi habitat sekitar 61 jenis mamalia termasuk orangutan, 114 jenis burung, 12 hewan pengerat, 9 jenis primata dan 59 jenis pohon bernilai ekonomi serta flora fauna lainnya yang masih banyak tersimpan.

Warga Dayak Wehea melalui Lembaga Adat Dayak Wehea menunjukkan kepedulian tinggi dalam melestarikan hutan Lindung Wehea.

Kepedulian tersebut kemudian mendapat penghargaan dari berbagai kalangan, baik dari pemerintah, swasta atau pemerhati lingkungan lainnya yang jadi kebanggaan, misalnya Kalpataru tahun 2009 dan beberapa penghargaan lainnya dari beberapa negara seperti dari Kanada dan Prancis.

Baca juga: Malinau Punya Kayan Mentarang, Percaya Diri Bisa Raih Dana dari Carbon Fund 

Studi keanekaragaman hayati oleh Ethical Expeditions dan TNC menemukan bahwa di hutan tersebut adalah rumah bagi spesies yang terancam punah seperti Orangutan, macan dahan, Lutung dahi putih, burung Enggang, burung Umbui dan
beruang madu.

Penyaluran bantuan alat mesin ketinting untuk nelayan dari anggaran dana insentif karbon. Kabid Pelaporan dan Usaha Perikanan Dinas Perikanan, Kutai Timur, Wilhelmina M. Kailola mengaku mengelola dana insentif karbon sebesar Rp 200 juta, Senin (11/12/2023).
Penyaluran bantuan alat mesin ketinting untuk nelayan dari anggaran dana insentif karbon. Kabid Pelaporan dan Usaha Perikanan Dinas Perikanan, Kutai Timur, Wilhelmina M. Kailola mengaku mengelola dana insentif karbon sebesar Rp 200 juta, Senin (11/12/2023). (HO/Pemkab Kutim)

Kekayaan flora yang terungkap sekitar 12.000 hektar.

Sehingga kekayaan hutan Lindung Wehea adalah potensi besar bagi semua.

Baik sisi pariwisata, lingkungan dan kehutanan, pendidikan dan penelitian, sumber daya alam, flora fauna dan potensi lainnya.

"Yang sangat bermanfaat bagi kita apabila bijak dalam menjaga dan mengelolanya," ujarnya.

(*)

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Kaltim dan Google News Tribun Kaltim untuk pembaruan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved