Opini

Urgensi Penguatan Moderasi Beragama di Tahun Politik

Moderasi beragama berarti cara beragama jalan tengah yang berada di antara dua kutub ekstrem, yaitu ekstrem kanan (radikal) dan ekstrem kiri (liberal)

Editor: Syaiful Syafar
DOK PRIBADI
Sabara, Peneliti Pusat Riset Agama dan Kepercayaan Badan Riset dan Inovasi Nasional. 

Oleh: Sabara
Peneliti Pusat Riset Agama dan Kepercayaan Badan Riset dan Inovasi Nasional

Tahun 2024 yang akan kita jelang merupakan tahun politik yang penuh tantangan bagi bangsa Indonesia.

Sebagai tahun politik, 2024 di satu sisi merupakan tahun pesta demokrasi pada semua tingkatan pemerintahan di Indonesia yang kemeriahannya dirasakan oleh segenap warga Indonesia, baik yang tinggal di perkotaan maupun yang bermukim di pelosok.

Di sisi lain, 2024 menjadi tahun kompetisi bahkan pertarungan dari partai dan elit politik yang sama-sama berkepentingan untuk meraih kemenangan dan kekuasaan hingga lima tahun mendatang.

Sebagai pertarungan politik, di sinilah tantangannya, politik identitas dan isu populisme agama kerap dimainkan guna memengaruhi emosi dan preferensi politik pemilih.

Pilkada DKI Jakarta 2017 dan Pemilu 2019 menjadi pengalaman, bagaimana isu agama digelindingkan sebagai isu politik yang nyaris merusak persatuan bangsa.

Isu agama sebagai politik identitas maupun wacana populisme agama demi kepentingan politik adalah tantangan yang selalu dihadapi oleh bangsa Indonesia pada setiap momen suksesi politik pasca reformasi.

Politik identitas yang menggunakan isu populisme agama merupakan ancaman yang rentan memicu disintegrasi bangsa karena berdampak negatif bagi kebhinekaan dan persatuan bangsa.

Masuknya isu agama dalam kontestasi politik akan memperkeruh suasana politik dan sangat rentan memicu konflik horizontal.

Pengalaman yang terjadi pada Pemilu 2019, politik identitas dan populisme agama yang mewarnai kontestasi politik memunculkan polarisasi yang membelah masyarakat menjadi dua kubu yang saling bersitegang.

Muncul istilah cebong-kampret, kemudian kadrun dan istilah-istilah lain yang tak sejalan dengan semangat kebhinekaan dan persatuan.

Tahun politik 2024 menjadi tantangan yang lebih besar, karena suksesi politik tingkat nasional dan lokal serentak dilaksanakan di tahun tersebut.

Politik identitas dan isu populisme agama tidak hanya sensitif pada kancah politik nasional, namun juga sangat rentan pada beberapa kontestasi politik di tingkat lokal.

Mengingat potensi ancaman keterbelahan bangsa akibat geliat politik ideantits dan isu populisme agama, maka semangat dan sikap moderasi dalam beragama sangat penting ditanamkan kepada masyarakat dalam rangka menangkal pengaruh negatif kontestasi politik pada kerukunan antarumat beragama.

Moderasi dalam beragama adalah paradigma dan sikap keberagamaan bertujuan membangun keberagamaan yang sehat secara personal, dan secara sosial menumbuhkan relasi antarumat yang harmonis.

Moderasi beragama berarti cara beragama jalan tengah yang berada di antara dua kutub ekstrem, yaitu ekstrem kanan (radikal) dan ekstrem kiri (liberal).

Dengan moderasi beragama, seseorang tidak ekstrem dan tidak berlebih-lebihan saat menjalani ajaran agamanya.

Moderasi beragama bertujuan untuk menengahi kedua kutub ekstrem dalam beragama untuk bergerak ke tengah, kembali pada esensi ajaran agama, yaitu memanusiakan manusia.

Moderasi beragama berbasis nilai universal agama mengajarkan keseimbangan dalam berbagai aspek kehidupan yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan berorientasi pada kehidupan bersama dalam kepelbagaian yang rukun dan harmonis.

Dengan demikian, moderasi beragama adalah bagian strategi merawat keharmonisan bangsa Indonesia yang plural.

Demikian pentingnya moderasi beragama bagi bangsa Indonesia, sejak 2019, pengarusutamaan moderasi beragama menjadi agenda besar pembangunan nasional bidang agama.

Hal ini guna membangun hubungan antarumat beragama yang rukun dan harmonis, serta sinergis dalam menjaga dan memperkuat integritas bangsa yang plural.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, moderasi beragama menjadi bagian dari strategi pembangunan karakter bangsa sebagai bagian dari strategi pembangunan sumber daya manusia.

Dalam RPJMN, moderasi beragama juga menjadi bagian dari program prioritas pembangunan nasional dalam bidang Revolusi Mental dan Pembangunan Kebudayaan.

Sebagai bagian dari pembangunan kebudayaan, moderasi beragama sebagai bagian dari strategi merawat jati diri bangsa yang berkeadaban.

Moderasi beragama terimplementasi dalam empat indikator yang juga menjadi karakter umat beragama, yaitu; toleransi, anti kekerasan, komitmen kebangsaan, dan akomodatif terhadap kebudayaan lokal.

Keempat indikator digunakan untuk mengenali seberapa kuat moderasi beragama yang dipraktikkan dan seberapa besar potensi kerentanan dalam relasi antarumat atau antarkelompok agama.

Berkaitan dengan tahun politik, urgensi moderasi beragama melalui implementasi empat indikator tersebut sangat diperlukan demi mewujudkan sistem demokrasi dalam kontestasi politik yang sehat dan beradab, sesuai dengan nilai-nilai luhur budaya dan kepribadian bangsa.

Moderasi beragama bersinergi dengan konsep demokrasi yang mengedepankan nilai egalitarianisme dan keadilan sebagai prinsip.

Semua manusia apapun latar belakangnya setara dan adil dalam ruang sosial, politik, ekonomi, dan hukum.

Persinggungan moderasi beragama dan demokrasi adalah penghormatan atas hak-hak manusia, diantaranya dalam kebebasan berkeyakinan dan mengamalkan keyakinannya tersebut.

Semua manusia diberi ruang yang sama tanpa diskriminasi untuk berkontribusi dalam ruang politik secara setara dan berimbang.

Dengan demikian, moderasi beragama merupakan formula yang ampuh dalam menangkal politik identitas dan isu populisme agama yang digulirkan oleh kelompok politik tertentu demi memuluskan jalan mereka untuk meraih kekuasaan.

Melalui keberagamaan yang moderat, masyarakat akan diarahkan pada preferensi politik yang rasional dan kritis, sehingga terhindarkan dari kecenderungan memilih yang didasarkan pada pertimbangan, emosional, primordial, maupun pragmatis.

Tahun 2024 tinggal menghitung hari, demikian halnya dengan pesta demokrasi pemilu legislatif dan presiden pada 14 Februari, yang dilanjutkan dengan pemilihan kepala daerah pada beberapa bulan berikutnya.

Sepanjang 2024, suhu dan tensi politik akan tinggi, hal ini tentu akan memengaruhi relasi antarkelompok, termasuk relasi antarumat beragama.

Sepanjang 2024 menjadi masa-masa yang amat menentukan bagi masa depan moderasi beragama yang telah lima tahun dicanangkan.

Perbedaan preferensi dan pilihan politik sangat mungkin berpengaruh pada renggangnya hubungan antarumat beragama.

Tingginya tensi politik dapat memantik sentimen intoleransi sebagai akibat dari menguatnya politik identitas dan isu populisme agama.

Sentimen intoleransi di tahun politik dapat bersumber dari mobilisasi politik menggunakan isu SARA, yang diwujudkan melalui kampanye negatif menggunakan pretensi agama kepada calon atau partai tertentu.

Politisasi agama yang berujung pada kemerosotan toleransi menjadi tantangan besar bagi masa depan moderasi beragama di tahun politik.

Oleh karena itu, pengarusutamaan moderasi beragama harus semakin dikuatkan dalam rangka menjaga stabilitas nasional yang kondusif dan menjaga keutuhan bangsa.

Hal ini menjadi tugas bersama semua komponen bangsa, terutama mereka yang berkontestasi di tahun politik.

Melalui penguatan moderasi beragama akan berdampak langsung bagi meningkatnya kecerdasan masyarakat selaku pemilih.

Melalui moderasi beragama, mengarahkan pada sikap yang proporsional, sehingga memosisikan tahun politik 2024 sebagai tahun pesta demokrasi, bukan sebagai tahun perebutan kekuasaan yang menghalalkan segala cara.

Melalui penguatan moderasi ditanamkan kesadaran bahwa "berpolitik secukupnya, bersaudara selamanya", "berbeda pilihan tak mengapa, karena keutuhan NKRI adalah yang utama". (*)

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Lonjakan PBB dan Judul Clickbait

 

Merdeka, tapi Masih Antre Beras

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved