Tribun Kaltim Hari Ini

11 Kepala Daerah Termasuk Wali Kota Bontang Mengajukan Judicial Review UU Pilkada ke MK

Wali Kota Bontang Basri Rase dan 10 kepala daerah lainnya mengajukan judicial review terhadap Undang-Undang Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Penulis: Geafry Necolsen | Editor: Nur Pratama
TRIBUNKALTIM.CO/MUHAMMAD RIDWAN
Judicial Review - Walikota Bontang Basri Rase mmengatakan bahwa dirinya  dan 10 kepala daerah lainnya melayangkan judicial review UU Nomor 10 Tahun 2016 yang mengatur perihal pilkada serentak. 

TRIBUNKALTIM.CO, BONTANG - Wali Kota Bontang Basri Rase dan 10 kepala daerah lainnya mengajukan judicial review terhadap Undang-Undang Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Kepada Tribunkaltim.co, saat ditemui usai mengikuti kegiatan simulasi Pemilu 2024, di Kelurahan Bontang Bontang, Rabu (31/1). Basri Rase mengatakan ikut terlibat dalam gugatan tersebut.

Ia menilai Pilkada serentak 2024, di November mendatang bermasalah dan bertentangan dengan konstitusi.

Contohnya ia dan wakilnya Najirah termasuk yang dirugikan. Pasangan ini mengikuti Pilkada pada 2020 dan dilantik 2021. Jika diasumsikan masa jabatannya semestinya berakhir di 2026.

Baca juga: 735 Penyandang Disabilitas di Bontang Terdaftar Pemilih, KPU Beri Layanan Khusus dan Diprioritaskan

Tetapi, dengan Pilkada serentak ini masa jabatannya terpangkas 2 tahun 6 bulan dan akan digantikan dengan Penanggung Jawab (Pj) kepala daerah.

"Ini untuk rasa keadilan kami yang masa bakti harusnya sampai 2026, bukan 2025 . Makanya bersama 10 Kepala Daerah lain, mewakili 270 kepala daerah yang dirugikan, melayangkan gugatan ke MK," kata Basri.

Basri menjelaskan UU Pilkada yang digugat yakni ketentuan Pasal 201 Ayat (7), (8) dan (9) dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 yang mengatur perihal Pilkada serentak.

11 kepala daerah yang bertindak sebagai pemohon terdiri dari Walikota Bontang, Gubernur Jambi, Gubernur Sumatera Barat, Bupati Kabupaten Pesisir Barat, Bupati Malaka, Bupati Kebumen, Bupati Malang, Bupati Nunukan, Bupati Rokan Hulu, Walikota Makassar, Walikota Bukittinggi.

Menurutnya, inti dari gugatan tersebut meminta negara berlaku adil dengan mengundur jadwal Pilkada, untuk kepala daerah yang terpilih 2020 bisa melangsungkan Pilkada di 2025 mendatang.

"Gugatan sudah masuk. Jadi memang kita tawarkan solusi. Kalau kita di 2020 terpilih harusnya Pilkada berlangsung di 2025," pungkasnya.(mrd)

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved