Tribun Kaltim Hari Ini
Program B35 Butuh 12 Juta Ton CPO, Ekspor Minyak Kelapa Sawit Berkurang
Pemerintah terus menggenjot program pencampuran biodiesel B35. Progam B35 adalah mencampur biodiesel dari fatty acid methyl ester atau FAME
Penulis: Jino Prayudi Kartono | Editor: Mathias Masan Ola
TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTA - Pemerintah terus menggenjot program pencampuran biodiesel B35. Progam B35 adalah mencampur biodiesel dari fatty acid methyl ester atau FAME minyak kelapa sawit sebesar 35 persen ke dalam komposisi bahan bakar minyak (BBM) solar.
Mulai awal tahun 2023, pemerintah menaikkan kadar biodiesel dari yang sebelumnya B30 menjadi B35. Hal tersebut tentu membuat jatah minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) untuk ekspor menjadi berkurang karena penggunaan untuk domestik bertambah.
Direktur Utama Astra Agro Lestari Tbk (AALI) Santosa mengatakan adanya kenaikan kadar biodiesel tersebut akan menyedot pasokan kelapa sawit di dalam negeri karena program B35 membutuhkan 12 juta ton CPO setiap tahunnya.
Baca juga: Gubernur Kaltim Isran Noor Bersama Alumni IPB Bahas Regulasi Baru Larangan Ekspor CPO ke Eropa
"Adanya program B35 tiap tahunnya membutuhkan 12 juta CPO. Terus untuk bahan makanan baik konsumer atau B2B (business to business) kita kira-kira 8 juta, berarti 21 juta ton. Sedangkan produksi Indonesia hanya 51 juta ton," kata Santosa dalam acara Talk To CEO 2024, Jumat (16/2/2024).
Sementara itu, ada wacana untuk mengimplementasi B100 sebagai bahan bakar kendaraan. Rencana ini muncul seiring dengan kebutuhan energi yang lebih ramah lingkungan.
Terkait program B100 tersebut, Santosa menilai akan merugikan pengusaha kelapa sawit di Indonesia. Pasalnya, semakin tingginya kadar biodiesel, maka semakin tinggi produksi CPO Indonesia yang diberikan untuk program tersebut.
“Pasti setidaknya butuh 36 juta ton per tahun untuk menghasilkan B100 itu. Dengan begitu nantinya porsi ekspor CPO akan terus turun,” kata dia
Dengan menurunnya porsi CPO untuk dieskpor, maka tentunya akan berdampak juga pada berkurangnya anggaran Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit (BPDPKS) untuk subsidi biodiesel yang ditopang oleh pungutan ekspor.
Baca juga: Gudang Minyak CPO di Bontang Lestari Terbakar
"Kalau enggak ada ekspor, nanti yang nombok siapa? Buat saya hitungan ini saja, secara ekonomis begitu. Kecuali kalau harga sawitnya sedang jatuh sekali," ujarnya.
Wacana program B100 mulanya diusung capres nomor urut 02, Prabowo Subianto. Prabowo optimistis Indonesia bisa mencapai swasembada energi dengan B100 untuk solar dan etanol 100 persen (E100) untuk bensin.
Optimisme itu muncul karena Indonesia saat ini bergantung kepada impor minyak mentah dan BBM untuk kebutuhan dalam negeri. Lantaran minimnya produksi hulu migas yang mengalami penurunan alamiah (natural decline).
KEBUTUHAN BIODIESEL DALAM NEGERI
- Program B34 butuh 12 juta CPO tiap tahun
- Total produksi CPO Indonesia 51 juta ton tiap tahun
- Program B100 butuh setidaknya 36 juta ton CPO
- Program B100 dinilai mengurangi ekspor CPO
- Pengurangan ekspor CPO berpengaruh terhadap anggaran BPDPKS (kontan)
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Kaltim dan Google News Tribun Kaltim untuk pembaruan lebih lanjut tentang berita populer lainnya
Jenderal Tandyo Budi Revita Dilantik Prabowo Setelah 25 Tahun Kursi Wakil Panglima TNI Kosong |
![]() |
---|
Harga Beras di Mahulu Kaltim Tembus Rp500 Ribu per Karung, Warga Desak Perbaikan Jalan |
![]() |
---|
Borneo Kini Dijaga 3 Kodam, TNI Tambah 6 Komando Daerah Militer Baru, Ini Daftarnya |
![]() |
---|
Harga Beras Meroket di Mahulu hingga Rp 46 Ribu per Kilo, Pemprov Kaltim Turun Tangan Kirim 68 Ton |
![]() |
---|
Warga Dengar Suara Gemuruh, Marsma Fajar Gugur dalam Insiden Jatuhnya Pesawat Latih di Bogor |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.