Berita Samarinda Terkini
Bergulir sejak Tahun Lalu, PPKS Unmul Dituntut Segera Tuntaskan Kasus Kekerasan Seksual
Bergulir sejak tahun lalu, PPKS Unmul dituntut segera tuntaskan kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus.
Penulis: Rita Lavenia | Editor: Diah Anggraeni
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual mendesak Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Universitas Mulawarman untuk mempercepat proses kasus kekerasan seksual yang telah bergulir sejak 2 Oktober 2023.
Koalisi yang terdiri dari Savrinadeya Support Group, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda, serta civitas akademika Unmul ini tengah memperjuangkan hak-hak salah satu korban kekerasan seksual.
Selama proses ini berjalan, koalisi telah mendapati 10 orang menjadi korban kekerasan seksual.
Enam korban berani melapor, sedangkan empat korban lainnya tidak bisa dijangkau akibat traumatik yang berat dan memilih tidak melaporkan diri mereka.
"Pelakunya seorang mahasiswa 2019 berinisial AP. Ia terlibat dalam komunitas kesusastraan dan seni di Samarinda," ucap pendamping Savrinadeya Support Group, Erick Julian saat mengadakan konverensi pers, Sabtu (24/2/2024).
Baca juga: Pemungutan Suara Ulang Digelar di Samarinda Seberang, Antusiasme Warga Menurun
Erick menyebutkan, AP menggunakan berbagai macam modus dalam melakukan aksi kekerasan seksual terhadap sejumlah korban.
Seperti merespons storygram setiap calon-calon korban, pendekatan pemanfaatan ekonomis, pembagian cerita sedih, hingga pemanfaatan relasi kuasa dalam ruang relasi intelektual.
Menurutnya, kasus tersebut berjalan sangat lambat, mengingat sejumlah korban juga membutuhkan penanganan lebih lanjut terhadap mental dan psikisnya.
"Untuk saat ini, kondisi korban naik turun. Kami sudah melakukan beberapa penanganan seperti bantuan dari psikiater untuk membantu proses pemulihan korban," imbuhnya.
Tidak hanya itu, Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual juga menyoroti kinerja yang dilakukan oleh Satgas PPKS Unmul saat menggali keterangan terhadap korban.
Menurutnya, Satgas PPKS Unmul tidak menerapkan SOP saat menggali informasi dari korban.
"Misal seperti 'Sakit ga, kalau sakit berarti AP tidak jago? Apakah itu benar?' tutur Erick.
Baca juga: Ibu Bayi yang Ditemukan di Perumahan Samarinda Hills Ditetapkan Sebagai Tersangka
Direktur LBH Samarinda, Fathul Huda menambahkan, Unmul telah menonaktifan status kemahasiswaan pelaku selama enam bulan (satu semester).
Hal itu berdasarkan Surat Keputusan Rektor Universitas Mulawarman Nomor 216/UN17/HK.02.03/2024.
Namun, berdasarkan cerita pendamping serta korban, tindakan AP sudah fatal sehingga skorsing masa perkuliahan saja tidak cukup.
"Kampus harus bertindak tegas. kasus seperti ini ya harus di-drop out (DO) pelakunya," tegas Fathul Huda.
Ia melanjutkan, apabila terduga pelaku terbukti melakukan kekerasan seksual dengan tingkatan yang cukup berat, maka tidak berhak mendapatkan ijazah dari kampus.
"Tidak menutup kemungkinan, ini bisa masuk ke ranah pidana," imbuhnya.
Kendati demikian, Fathul menegaskan, tindakan yang dilakukan pihaknya merupakan suatu bentuk kepedulian kepada Universitas Mulawarman serta Satgas PPKS Unmul agar segera menyelesaikan kasus kekerasan seksual yang ada di dalam kampus.
"Jadi bukan bentuk ketidaksukaan kami secara personal. Tapi, jika ada oknum di kampus lain yang terlibat dalam kasus kekerasaan seksual, maka kami akan bertindak sama," pungkasnya.
Dalam kesempatan itu, Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual juga menyampaikan empat tuntutan yang diajukan kepada Universitas Mulawarman, antara lain:
1. Implementasikan Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 dan Undang-Undang TPKS
2. Berikan Hak-Hak Pemulihan Korban
3. Awasi kerja-kerja Satgas PPKS di universitas
4. Sanksi tegas pelaku kekerasan seksual. (*)
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Kaltim dan Google News Tribun Kaltim untuk pembaruan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.