Ramadhan 2024
Hukum Menangis di Siang Hari saat Puasa Ramadhan, Batalkah atau Mengurangi Pahala?
Hukum menangis di siang hari saat puasa Ramadhan, batalkah atau mengurangi pahala?
Hal tersebut sama halnya jika karena tertidur lalu bermimpi sampai mengeluarkan sperma, maka tidak batal puasanya.
Hal itu seperti penjelasan hadis berikut: Aisyah dan Umi Salamah berkata: "Rasulullah di saat subuh dalam keadaan junub setelah bersetubuh, bukan karena mimpi, beliau tidak membatalkan puasanya dan tidak meng-qadha'nya." (HR Bukhari dan Muslim).
Namun, lain halnya jika melakukan hubungan badan di siang hari.
Maka jika hal ini dilakukan tentu dapat batalkan puasa.
Terdapat juga hadis dari riwayat Bukhari yang menerangkan soal larangan berhubungan badan di siang hari saat bulan Ramadhan.
Telah datang seorang laki-laki kepada Nabi SAW, lalu ia berkata:
"Celakalah saya, wahai Rasulullah." Rasul bertanya: "Apa yang mencelakakan kamu?" Laki-laki itu menjawab: "Saya telah mencampuri istri saya di siang hari di bulan Ramadhan." Lalu Rasul bertanya: "Apakah kamu mampu memerdekakan hamba (budak)?" Laki-laki itu menjawab: "Tidak."
Rasul kemudian bertanya lagi: "Apakah kamu mampu berpuasa dua bulan terus-menerus?" Laki-laki itu menjawab: "Tidak."
Rasul melanjutkan pertanyaan: "Apakah kamu mampu memberi makan 60 orang miskin?" Laki-laki itu menjawab: "Tidak." Laki-laki itu kemudian duduk. Kemudian datanglah seseorang kepada Nabi SAW membawa satu keranjang kurma.
Rasulullah bersabda: "Sedekahkan kurma ini." Laki-laki itu bertanya: "Adakah (sedekah ini) harus diberikan kepada orang-orang yang lebih fakir daripada saya? Di sekitar sini tidak ada satu pun penghuni rumah yang lebih memerlukan kurma itu daripada saya."
Lalu Rasulullah tertawa, sehingga kelihatan giginya sebelah dalam, kemudian berkata: "Pergilah dan berikanlah kurma itu kepada penghuni rumahnya untuk dimakan."
Kesimpulan dari hadis di atas ialah bahwa orang yang menggauli istrinya di siang hari di bulan Ramadhan karena disengaja dan bukan karena lupa, maka ia harus: Jika mampu, memerdekakan seorang budak.
Jikalau tidak mampu, berpuasalah selama dua bulan terus-menerus, Jika tidak mampu berpuasa, bersedekah untuk 60 orang miskin. Jikalau tidak mampu juga, bersedekah menurut kemampuannya.
Baca juga: Doa Mandi Wajib Laki-laki dan Perempuan Beserta Hukum dan Batas Waktu Mandi Junub
Kapan sebaiknya suami istri berhubungan badan di bulan Ramadhan?
Bagi pasangan suami istri yang normal, berhubungan badan merupakan kebutuhan biologis yang tak terelakkan. Imam Junaid, seorang tokoh sufi kenamaan bahkan mengibaratkan berhubungan badan suami istri ini layaknya kebutuhan akan makan.
Simak tanya jawab mengenai hal itu bersama Ustadz Mahbub Maafi, Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU:
Berhubungan badan antara suami dan istri mungkin tidak dilarang pada bulan Ramadhan, tapi kapan sebaiknya hal itu dilakukan agar tidak mengganggu ibadah di bulan suci ini?
Pada bulan suci Ramadhan, pasangan suami-isteri tidak diperkenankan untuk melakukan hubungan badan di siang hari karena bisa membatalkan puasa. Bahkan bukan hanya itu, tetapi juga wajib membayar kaffarat atau denda atas perbuatan tersebut.
Karena itu maka pemenuhan hasrat seksual pada bulan suci Ramadhan hanya bisa dilakukan pada malam hari di bulan suci Ramadhan.
Lantas kapankah waktu yang tepat untuk melakukan hubungan tersebut pada bulan suci Ramadhan?
Secara spesifik kami belum menemukan penjelasan yang memadai mengenai waktu hubungan badan suami istri di malam bulan suci Ramadhan. Namun yang jelas hubungan suami istri sebaiknya dilakukan pada saat pikiran dalam kondisi tenang dan fresh.
Hal ini sebagaimana ijma` para ulama yang menyatakan bahwa hubungan badan suami istri yang dilakukan dalam kondisi pikiran tidak fresh itu bisa menimbulkan dampak negatif. Karena itu, menurut Imam Ibnu Hajar al-Asqalani hubungan suami istri sebaiknya dilakukan pada akhir malam. Alasan yang dikemukan beliau adalah biasanya pada awal malam pikiran orang masih semrawut dan dipenuhi dengan berbagai problem.
قَالَ ابْنُ حَجَرٍ: وَتَأْخِيرُ الْوَطْأِ إَلَى آخِرِ اللَّيْل أَوْلَى؛ لِأَنَّ أَوَّلَ اللَّيْلِ قَدْ يَكُونُ مُمْتَلِئًا، وَالْجِمَاعُ عَلَى الْاِمْتِلَاءِ مُضِرٌّ بِالْإِجْمَاعِ
"Ibnu Hajar berkata: Mengakhirkan hubungan badan sampai akhir malam itu lebih utama. Karena pada awal malam biasanya pikiran orang itu masih belum fresh. Sedangkan menurut ijma’ para ulama berhubungan badan dalam kondisi pikiran masih semrawut itu bisa menimbulkan dampak negatif." (Lihat, Abu al-Hasan al-Mubarakfuri, Mir’ah al-Mafatih Syarhu Misykah al-Mashabih, juz, IV, h. 324)
Jika pandangan Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani ini ditarik dalam konteks hubungan suami istri ini maka hubungan badan sebaiknya dilakukan menjelang sahur, yaitu setelah istirahat tidur malam. Dan tentu sebaiknya diawali dengan shalat tahajud terlebih dahulu. Dan setelah mandi dilanjutkan dengan sahur.
Bagaimana jika dilakukan setelah berbuka puasa?
Ada juga riwayat yang dikemukakan Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya`-nya yang menyatakan bahwa sahabat Ibnu ‘Umar RA yang dikenal sebagai sosok yang zuhud dan alim mengawali buka puasa dengan berhubungan badan.
Dan kadang hal tersebut dilakukan sebelum shalat Maghrib. Setelah itu baru mandi dan mengerjakan shalat. Namun riwayat ini tidak menjelaskan secara pasti seberapa seringnya Ibnu ‘Umar ra melakukannya.
حَكُىِ عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا وَكَانَ مِنَ زُهَّادِ الصَّحَابَةِ وَعُلَمَائِهِمْ انَّهُ كَانَ يُفْطِرُ مِنَ الصَّوْمِ عَلَى الْجِمَاعِ قَبْلَ الْأَكْلِ.وَرُبَّمَا جَامَعَ قَبْلَ اَنْ يُصَلِّيَ الْمَغْرِبَ ثُمَّ يَغْتَسِلُ وَيُصَلِّي وَذَلِكَ لِتَفْرِيغِ الْقَلْبِ لِعبَادَةِ اللهِ
"Dan diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar ra—beliau termasuk sahabat yang zuhud dan alim—bahwa ia berbuka puasa dengan jimak sebelum makan. Kadang-kadang beliau melakukan jimaknya sebelum mengerjakan shalat Maghrib, kemudian mandi dan mengerjakan shalat. Dan hal tersebut dilakukan untuk memfokuskan hati beribadah kepada Allah…" (Lihat, Abu Hamid al-Ghazali, Ihya` Ulumiddin, juz, II, h. 33).
Hemat kami apa yang dilakukan sahabat Ibnu ‘Umar ra masih menyisakan pertanyaan, yaitu, apakah orang yang menyegerakan berbuka puasa dengan jimak itu juga akan mendapat pahala kesunahan sebagaimana ia mendapatkanya dengan mensegerakan berbuka dengan makanan?
Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa salah satu yang disunnahkan bagi orang yang berpuasa adalah menyegerakan untuk berbuka puasa ketika sudah masuk waktunya. Dan menurut pendapat yang mu’tamad (yang dapat dijadikan pegangan) di kalangan madzhab Syafii bahwa menyegerakan berbuka puasa dengan jimak tidak mendapatkan pahala kesunnahannya. Demikian sebagaimana dikemukakan Kiai Nawawi Banten dalam kitab Nihayah az-Zain sebagai berikut:
وَالْمُعْتَمَدُ عَدَمُ حُصُولِ سُنَّةِ التَّعْجِيلِ بِالْجِمَاعِ لَمَا فِيهِ مِنْ إِضْعَافِ الْقُوَّةِ
"Pendapat yang mu’tamad (didapat dijadikan pegangan) adalah tidak terdapat kesunahan menyegerakan berbuka puasa dengan jimak karena jimak dapat melemahkan stamina." (Kyai Nawawi Banten, Nihayah az-Zain, h. 194)
Terlepas dari dari perbedaan penjelasan dalam soal hubungan badan suami istri ini, maka hal yang perlu digarisbawahi adalah bahwa waktu yang baik untuk melakukan hubungan badan suami istri di malam bulan suci Ramadhan adalah ketika kondisi fisik fit dan pikiran fresh.
Sebab, menurut ijma’ para ulama hubungan badan yang dilakukan dalam kondisi pikiran yang tidak fresh itu bisa menimbulkan dampak negatif. (*)
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Kaltim dan Google News Tribun Kaltim untuk pembaruan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.
Artikel ini telah tayang di KompasTV dan SerambiNews.com dengan judul Hukum Suami Istri Berhubungan Badan saat Bulan Ramadhan, Tidak Batalkan Puasa Asal . . .
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.