Jejak Islam di Bumi Etam

Jejak Islam di Bumi Etam 4 - Berdakwah di Sepanjang Pesisir Kaltim

Kisah siapa sebenarnya sosok Tunggang Parangan dan mengapa diberi gelar tersebut punya banyak cerita.

|
TRIBUNKALTIM.CO/DWI ARDIANTO
Makam Tunggang Parangan di Desa Kutai Lama, Kecamatan Anggana, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur hingga kini masih banyak dikunjungi oleh para peziarah. TRIBUNKALTIM.CO/DWI ARDIANTO 

Setelah Raja Kutai Kartanegara memeluk Islam, beliau memfasilitasi Tunggang Parangan untuk berdakwah. Daerah pesisir Kaltim menjadi bagian dari perjalanan dakwah sang ulama. Di akhir hayatnya, Tunggang Parangan dimakamkan tak jauh dari makam Aji Raja Mahkota Mulia, raja yang pertama kali menerima dakwah beliau di kerajaan.

TRIBUNKALTIM.CO - Kisah siapa sebenarnya sosok Tunggang Parangan dan mengapa diberi gelar tersebut punya banyak cerita.

Sejarawan Kaltim yang juga penulis buku Histori Kutai, Muhammad Sarip menuliskan tentang sosok Tunggang Parangan dan prosesnya mausk ke Kerajaan Kutai Kartanegara.

Diceritakan, Tuan Tunggang Parangan sendirian menemui Raja Mahkota setelah sebelumnya ditemani Datuk Ri Bandang yang kemudian kembali ke Makassar.

Mengenai nama Tunggang Parangan, ini merupakan gelar yang diberikan pihak Kutai.

Kitab klasik Arab Melayu Surat Salasilah Raja dalam Negeri Kutai Kertanegara yang ditulis pada 1849 menceritakan hikayat mubaligh tersebut menunggangi ikan parangan di Sungai Mahakam ketika tiba di Kutai melintasi Selat Makassar.

Salasilah tersebut telah diselidiki sejarawan Belanda, Constantinus Alting Mees dalam bukunya berjudul De Kronik Van Koetai Tekstuitgave Met Toelitching (1935).

"Lantas, Constantinus Alting Mees menafsirkan kisah ini sebagai kiasan bahwa sang ulama menaiki sebuah perahu yang ujungnya lancip seperti moncong ikan parangan. Kitab Salasilah Kutai mendeskripsikan proses masuk Islamnya Raja Mahkota dengan proses yang bernuansa mitologis," jelas Sarip.

Baca juga: Jejak Islam di Bumi Etam 1 - Mengumpulkan Kepingan Sejarah Islam di Kalimantan Timur

Terkait sosok Tunggang Parangan ada berbagai macam versi. Setidaknya ada lima versi yang pernah ditelitinya.

"Namun, yang sangat populer, yakni sampai saat ini ada papan nama tertera di Makam Tunggang Parangan di Kutai Lama, proses Islami yang bernuansa mitologis, penggambarannya dengan adu kesaktian, tetapi tetap diterima, dan tidak ada tindakan ekstrem," jelasnya.

Makam Tunggang Parangan di Desa Kutai Lama, Kecamatan Anggana, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur saat dikunjungi tim TribunKaltim.co pada awal Maret 2024. Tunggang Parangan disebut sebagai sosok penyebar Islam pertama kali di Kutai Kartangera dan mendaptkan gelar dari kerajaan. TRIBUNKALTIM.CO/DWI ARDIANTO
Makam Tunggang Parangan di Desa Kutai Lama, Kecamatan Anggana, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur saat dikunjungi tim TribunKaltim.co pada awal Maret 2024. Tunggang Parangan disebut sebagai sosok penyebar Islam pertama kali di Kutai Kartangera dan mendaptkan gelar dari kerajaan. (TRIBUNKALTIM.CO/DWI ARDIANTO)

Pada intinya, terlepas dari perdebatan siapa sosok Tunggang Parangan, proses Islamisasi ke Kaltim ini masuk secara damai, tanpa kekerasan.

Meski ada proses Islami yang bernuansa mitologis, penggambarannya dengan adu kesaktian, tetapi tetap diterima dan tidak ada tindakan ekstrem.

"Karena memang kultur masyarakat Kutai di seluruh Kaltim ini terbuka dengan pendatang, dan terbuka dengan kultur baru," imbuh Sarip.

Baca juga: Jejak Islam di Bumi Etam 2 - Adu Kesaktian Berujung Syahadat

Dakwah Tunggang Parangan sendiri, jika dalam manuskrip klasik, kata Sarip, tentu pertama berpusat di ibu kota kerajaan, yakni Kutai Lama.

Sebelum akhirnya Raja Mahkota memfasilitasi Tunggang Parangan berdakwah ke bagian selatan hingga utara Kaltim.

Halaman
12
Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved