Jejak Islam di Bumi Etam

Jejak Islam di Bumi Etam 15 - Ubah Kampung Maksiat jadi Kampung Masjid

Salah satu peninggalan Pangeran Bendahara yang sampai saat ini masih kokoh berdiri adalah Masjid Shirathal Mustaqiem atau masjid tua.

|
TRIBUNKALTIM.CO/DWI ARDIANTO
Masjid Shirathal Mustaqiem atau masjid tua di kawasan Samarinda Seberang, Kota Samarinda, Kalimantan Timur. Masjid ini merupakan peninggalan dari Pangeran Bendahara, seorang ulama yang mengubah wilayah di tempatnya berdakwah dari kawasan maksiat menjadi kawasan yang agamis. TRIBUNKALTIM.CO/DWI ARDIANTO 

Sosoknya dikenal sebagai penggagas dari berdirinya Masjid Shirathal Mustaqiem atau "masjid tua" di Samarinda Seberang, Kota Samarinda, Kalimantan Timur. Di balik pendirian masjid tersebut, ada kisah panjang dari perjalanan dakwah Pangeran Bendahara, termasuk mengubah wilayah yang dulunya dikenal sebagai tempat maksiat menjadi agamis.

TRIBUNKALTIM.CO – Sosok Habib Abdurachman bin Muhammad Assegaf dikenal juga dengan nama Pangeran Bendahara.

Dirinya adalah salah satu ulama dan penyebar Islam di Kerajaan Kutai Kartanegara.

Mendapat kepercayaan dari Sultan Kutai untuk berdakwah di wilayah yang kini masuk dalam kawasan Samarinda Seberang.

Salah satu peninggalan beliau yang sampai saat ini masih kokoh berdiri adalah Masjid Shirathal Mustaqiem atau masjid tua yang juga menjadi saksi syiar Islam di Samarinda, Kalimantan Timur.

Baca juga: Jejak Islam di Bumi Etam 14 - Peninggalan Imam Pertama di Masjid Shirathal Mustaqiem

Dikisahkan H Sofyan yang juga pengurus Masjid Shirathal Mustaqiem, sosok Pangeran Bendahara adalah nama gelar yang diberikan kepada Habib Abdurachman bin Muhammad Assegaf oleh Raja Kutai ke-17 Sultan Aji Muhammad Sulaiman (1850-1899) yang bertakhta kala itu.

Tiang-tiang utama yang menopang Masjid Shirathal Mustaqiem di Samarinda, Kalimantan Timur. Tiang-tiang ini disebut merupakan salah satu yang masih asli semenjak masjid ini pertama dibangun sekitar tahun 1891.
Tiang-tiang utama yang menopang Masjid Shirathal Mustaqiem di Samarinda, Kalimantan Timur. Tiang-tiang ini disebut merupakan salah satu yang masih asli semenjak masjid ini pertama dibangun sekitar tahun 1891. (TRIBUNKALTIM.CO/DWI ARDIANTO)

Ketekunan Habib Abdurachman bin Muhammad Assegaf dalam menjalankan syariat Islam ditanggapi Sultan Aji Muhammad Sulaiman yang kemudian memberi amanah kawasan Samarinda Seberang menjadi pusat dakwah sang ulama.

Ia diangkat menjadi Kepala Adat di kawasan Samarinda Seberang pada tahun 1880 dan diberi gelar Pangeran Bendahara.

"Pangeran Bendahara diberi gelar Kesultanan Kutai. Sejarah bangunan ini dimulai pada tahun 1876 datang ke Samarinda, Habib Abdurachman bin Muhammad Assegaf seorang ulama dari Kalimantan Barat merupakan seorang muslim yang taat, meminta izin kepada Sultan Aji Muhammad Sulaiman untuk berdakwah di wilayah ini, Alhamdulillah kemudian diizinkan," kata Sofyan.

Sebagai tokoh masyarakat, Habib Abdurachman bin Muhammad Assegaf ingin mengubah kawasan yang sebelumnya dikenal sebagai "kampung maksiat" menjadi "kampung masjid".

Baca juga: Jejak Islam di Bumi Etam 13 - Masjid Shirathal Mustaqiem, Kisah 4 Tiang dan Syiar Islam di Samarinda

Dukungan dari masyarakat juga didapatkan setelah ia mendakwah di sekitar area lokasi yang akan dibangun masjid.

Keberhasilan dakwah Habib Abdurachman atau Pangeran Bendahara membuatnya mendapat sokongan melancarkan niat dakwah dan mensyiarkan agama Islam.

Pendirian masjid digagas oleh Habib Abdurachman bin Muhammad Assegaf atau Pangeran Bendahara menandai syiar Islam dimulai di Kota Samarinda.

Beberapa nama tokoh sentral mengikuti jejak Habib Abdurachman untuk belajar Islam, yang akhirnya juga ikut andil menyumbangkan material bahan bangunan masjid.

Mimbar utama di Masjid Shirathal Mustaqiem, Samarinda, Kalimantan Timur yang digunakan pertama kali oleh Sultan Kutai, Aji Muhammad Sulaiman yang menjadi menjadi khatib dan imam shalat pertama di masjid yang juga dikenal dengan nama Masjid Tua ini.
Mimbar utama di Masjid Shirathal Mustaqiem, Samarinda, Kalimantan Timur yang digunakan pertama kali oleh Sultan Kutai, Aji Muhammad Sulaiman yang menjadi menjadi khatib dan imam shalat pertama di masjid yang juga dikenal dengan nama Masjid Tua ini. (TRIBUNKALTIM.CO/DWI ARDIANTO)

Awal pembangunan masjid tua yakni mendirikan empat tiang utama, di mana Habib Abdurachman dibantu warga sekitar.

Baca juga: Jejak Islam di Bumi Etam 12 - Aroma Minyak Gaharu di Makam Abu Thalhah

Tiang yang lebih dikenal sebagai soko guru itu disumbangkan oleh empat tokoh, yakni Kapitan Jaya, Pettaloncong, dan Lusulunna, serta Habib Abdurachman sendiri.

"Sebelum masjid berdiri, lokasi ini merupakan tempat maksiat. Judi, sabung ayam, minuman keras, dan lain sebagainya. Siang dan malam masyarakat seperti itu.

"Beliau (tekun) berdakwah dengan lemah lembut, pelan-pelan, artinya hari ke hari, minggu ke minggu, bulan ke bulan, tahun berganti, Allah SWT memberikan kesadaran kepada masyarakat ini untuk bertaubat, setelah itu semua dipikul oleh Habib Abdurrahman Assegaf," ungkap Sofyan.

"Masyarakat setuju, dan masing-masing mencari bahan untuk keperluan masjid untuk empat pilar masjid yang bakal didirikan bangunan," sambungnya.

Baca juga: Jejak Islam di Bumi Etam 2 - Adu Kesaktian Berujung Syahadat

Keempat tiang soko guru merupakan sumbangan dari para tokoh adat, diawali satu tiang dari Habib Abdurachman didatangkan dari Dondang, Kecamatan Muara Jawa, Kabupaten Kutai Kartanegara.

Kemudian tiang kedua, Lusulunna dari Gunung Lipan, Samarinda Seberang.

Disusul tiang ketiga sumbangan dari Petta Loloncang berasal dari Sungai Kapih, Sambutan, Samarinda.

Terakhir tiang keempat dari Kapitan Jaya didatangkan dari Samarinda Seberang sendiri.

"Masjid mulai dibangun tahun 1881 menyimpan sejarah peradaban Islam, serta memiliki makna mendalam bagi masyarakat muslim saat itu, hingga sampai saat ini," pungkas Sofyan.

(TribunKaltim.co/Mohammad Fairoussaniy)

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Kaltim dan Google News Tribun Kaltim untuk pembaruan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved