Sejarah
Sejarah 26 April: Hari Wafatnya Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional
Ki Hajar Dewantara, atau yang dikenal dengan julukan Bapak Pendidikan Nasional ini sangat berjasa dalam memberikan akses pendidikan.
Penulis: Tribun Kaltim | Editor: Nisa Zakiyah
TRIBUNKALTIM.CO - Ki Hajar Dewantara, atau yang dikenal dengan julukan Bapak Pendidikan Nasional ini sangat berjasa dalam memberikan akses pendidikan kepada kaum pribumi Indonesia di zaman penjajahan Belanda.
Beliau juga aktif dalam menyuarakan pendapatnya dalam tulisan bergaya komunikatif tentang gagasan-gagasan antikolonial.
Ki Hajar Dewantara meninggal di Kota Yogyakarta pada tanggal 26 April 1959 ketika berumur 69 tahun.
Baca juga: Sejarah 24 April: Hari Angkutan Nasional, Ternyata Sudah Ada Sebelum Indonesia Merdeka
Di sepanjang hidupnya, beliau telah menjadi aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, serta pelopor pendidikan terutama bagi kaum pribumi.
Ia juga sempat mendirikan Taman Siswa di Yogyakarta yang memberikan akses pendidikan kepada rakyat pribumi yang belum bisa mengemban pendidikan di sekolah biasa pada masa itu.
Atas dedikasinya dalam memperjuangkan pendidikan Indonesia, beliau pun dijuluki sebagai Bapak Pendidikan Nasional, di mana hari lahirnya juga ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional.
Semboyan ciptaannya, Tut Wuri Handayani, kini digunakan oleh Kementerian Pendidikan Indonesia.

Berikut ini beberapa fakta terkait Ki Hajar Dewantara untuk mengenang kembali dedikasinya untuk Indonesia.
7 Fakta Tentang Ki Hajar Dewantara
1. Berasal dari Keluarga Bangsawan
Ki Hajar Dewantara Lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889.
Terlahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat yang berasal dari lingkungan keluarga kraton Yogyakarta.
Raden Mas Soewardi Soeryaningrat, saat genap berusia 40 tahun menurut hitungan Tahun Caka, berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara.
Semenjak saat itu, ia tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya.
Hal ini dimaksudkan supaya ia dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun hatinya.
Baca juga: Sejarah 19 April: Hari Pertahanan Sipil alias Hansip yang Kini Sudah Berganti Nama
2. Berjiwa Sederhana
Sebagai figur dari keluarga bangsawan Pakualaman, Soewardi Soerjaningrat memiliki kepribadian yang sederhana dan sangat dekat dengan rakyat (kawula).
Jiwanya menyatu melalui Pendidikan dan budaya lokal (Jawa) guna mencapai kesetaraan sosial-politik dalam masyarakat kolonial.
Kekuatan-kekuatan inilah yang menjadi dasar Soewardi Soerjaningrat dalam memperjuangkan kesatuan dan persamaan lewat nasionalisme kultural sampai dengan nasionalisme politik.
3. Tidak Tamat Sekolah
Sebagai bangsawan Jawa, Soewardi Soerjaningrat mengenyam Pendidikan Europeesche Lagere School (ELS), sekolah rendah untuk anak-anak Eropa.
Kemudian ia mendapatkan kesempatan untuk masuk School tot Opleiding voor Inlandsche Artsen (STOVIA) atau yang sering disebut Sekolah Dokter Jawa.
Namun, karena kondisi kesehatannya tidak mengizinkan, membuat Soewardi Soerjaningrat tidak tamat dari sekolah ini.
Baca juga: Sejarah 16 April: Berdirinya Kopassus, Prajurit Garuda Simbol dari Kekuatan Militer Indonesia
4. Wartawan yang Berani
Meski tidak sempat menyelesaikan pendidikannya di STOVIA karena sakit, namun ia memaksimalkan masa pendidikannya dengan banyak membaca buku.
Kegemarannya membaca berbagai buku sastra, politik dan ekonomi memberinya pengetahuan dan pemikiran yang luas tentang dunia luar.
Dari situlah minatnya menjadi seorang wartawan muncul.
Selepas keluar dari STOVIA, Ki Hadjar Dewantara menjadi wartawan di sejumlah surat kabar terkemuka, di antaranya Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara.
Tulisannya yang kritis menjadikannya sebagai wartawan yang terkenal pada masa itu.
Salah satu tulisannya yang kontroversi berjudul “Seandainya Aku Seorang Belanda”.
Dalam tulisan ini ia menyampaikan banyak kritikan terhadap pejabat Hindia Belanda.
Tulisan ini dimuat di harian De Express pada 13 Juli 1913. Karena tulisan ini ia dihukum dan diasingkan ke Belanda pada tahun 1913.
Baca juga: Sejarah 15 April: Tenggelamnya Kapal Titanic serta Misteri yang Mungkin Tidak Akan Terpecahkan
5. Pendiri Partai Indische Partij
Ki Hadjar Deawantara mendirikan partai politik nasionalis pertama di Indonesia.
Partai ini ia dirikan bersama temannya Ernest Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo pada tahun 1912.
Partai Indische Partij yang didirikannya tercatat sebagai partai pertama yang secara tegas mencantumkan “Indonesia Merdeka“ sebagai tujuannya.
Partai ini pula yang mulai memikirkan tanah Hindia dan memisahkan semboyan Hindia dengan Belanda.
6. Pendiri Taman Siswa
Terdorong dari pengalaman masa kecilnya saat ia mengamati banyaknya mayarakat yang tidak berkesempatan memperoleh pendidikan, Ki Hadjar Dewantara berhasil mewujudkan impiannya mendirikan sekolah di Yogyakarta.
Sekolah yang kemudian diberi nama “National Onderwijs Institut Taman Siswa” ini didirikan pada tanggal 3 Juli 1922.
Sekolah Taman Siswa ini menjadi simbol bahwa pendidikan adalah hak semua orang, tidak hanya masyarakat Eropa dan kaum bangsawan.
Di sekolah ini, Ki Hadjar Dewantara memadukan pendidikan gaya eropa dengan ideologi kebangsaan.
Melaui pendirian sekolah, Ki Hadjar Dewantara berkeyakinan bahwa pendidikan adalah modal penting untuk merdeka.
Pendidikan merupakan sarana untuk menumbuhkan semangat kebangsaan dan mengantarkan kita sebagai bangsa yang berbudaya, beradab dan bermartabat.
Baca juga: Sejarah 9 April: Hari Meninggalnya Sutan Sjahrir, Jadi Perdana Menteri Indonesia di Usia 36 Tahun
7. Pencetus Semboyan Pendidikan Nasional Indonesia
Ki Hadjar dewantara memiliki tiga semboyan yang dikenal sebagai semboyan pendidikan Indonesia, yaitu: “ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso dan Tut Wuri Handayani”.
Ing ngarso sung tulodo, memiliki makna “di depan memberi teladan atau contoh”.
Ing madyo mangun karso, artinya “di tengah memberikan motivasi/semangat”.
Sementara Tut Wuri Handayani, berarti “di belakang memberikan dorongan”.
Pengaplikasian dari semboyan ini adalah bahwa setiap kita hendaknya menjadi guru yang saat di depan memberikan teladan dan contoh tindakan yang baik.
Saat di tengah atau di antara para muridnya memberikan inspirasi untuk menciptakan prakarsa dan ide.
Dan dari belakang memberikan dorongan untuk memajukan muridnya.
Tut Wuri Handayani kemudian ditetapkan sebagai logo Kementrian Pendidikan Indonesia melalui Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0398/M/1977, tanggal 6 September 1977.
Selain itu, ada beberapa kutipan Ki Hadjar Dewantara yang senantiasa dapat menjadi inspirasi kita, antara lain:
“Apapun yang kamu lakukan, hendaknya memberi manfaat bagi semua, bagi dirimu, bangsamu, dan alam sekitarmu”;
“Setiap orang menjadi guru, setiap rumah menjadi sekolah”
“Dengan Ilmu Kita Menuju Kemuliaan”
“Percaya, tegas, penuh ilmu hingga matang jiwanya, serta percaya diri, tidak mudah takut, tabah menghadapi rintangan apapun.”
Demikian beberapa fakta tentang Ki Hajar Dewantara. Semoga bermanfaat! (*)
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Kaltim dan Google News Tribun Kaltim untuk pembaruan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.