Berita Nasional Terkini
Kabinet Gemoy Prabowo-Gibran Disebut Kental Aroma Politik, Diharap Tidak jadi Ajang Sapi Perah
Kabinet Gemoy Prabowo-Gibran disebut kental aroma politik dan pemborosan, diharap tidak jadi ajang sapi perah.
TRIBUNKALTIM.CO - Kabinet Gemoy Prabowo-Gibran disebut kental aroma politik dan pemborosan, diharap tidak jadi ajang sapi perah.
Rencana Prabowo-Gibran menambah jumlah kementerian masih terus menuai sorotan.
Kabinet gemoy Prabowo-Gibran diwacanakan akan berjumlah 40 kementrian.
Jumlah ini lebih banyak 6 kementrian dibandingkan era Presiden Jokowi - Maruf Amin saat ini.
Semula 34 menjadi 40 kementerian.
Baca juga: 5 Profesional yang Berpeluang Masuk Kabinet Prabowo-Gibran, Semua Anak Buah Jokowi, Erick Teratas
Baca juga: Reaksi Anies, JK, dan Jokowi Usai Luhut Larang Bawa Sosok Toxic Masuk Kabinet Prabowo-Gibran
Baca juga: JK Soal Isu Kabinet Prabowo-Gibran jadi 41 Menteri, Bukan Lagi Kabinet Kerja, tapi Kabinet Politis
Wacana penambahan kementerian pada kabinet pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menuai polemik.
Wacana penambahan tersebut disebut sudah mendapat dukungan dari elite Partai Gerindra.
Namun demikian, wacana ini dituding kental akan aroma politik guna mengakomodir partai politik yang berada di barisan Koalisi Indonesia Maju.
Selain itu, penambahan kementerian ini dinilai hanya memboroskan keuangan negara.
Restu Gerindra Dilansir pemberitaan Kompas.id, Senin (6/5/2024), wacana menambah jumlah kementerian untuk pemerintahan Prabowo kelak sudah mendapatkan dukungan dari elite Partai Gerindra.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman pun tidak memungkiri ada wacana menambah jumlah kementerian dari saat ini yang berjumlah 34 menjadi 41 kementerian.
Menurut Habiburokhman, dalam konteks Indonesia, semakin banyak jumlah kementerian justru baik bagi pemerintahan dan pelayanan publik karena Indonesia merupakan negara besar yang memiliki target sekaligus tantangan yang besar untuk meraihnya.
"Jadi, wajar kalau kami perlu mengumpulkan banyak orang (untuk) berkumpul di dalam pemerintahan sehingga menjadi besar," ujarnya saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (6/5/2024).
Baca juga: JK Soal Isu Kabinet Prabowo-Gibran jadi 41 Menteri, Bukan Lagi Kabinet Kerja, tapi Kabinet Politis
Masih digodok
Wacana penambahan kementerian pada pemerintahan berikutnya hingga masih dalam tahap penggodokan.
Hal ini pun diakui langsung oleh Gibran. "Itu nanti ya. Masih dibahas, masih digodok lagi. Tunggu saja ya," kata Gibran di Solo, Jawa Tengah, Selasa (7/5/2024).
Gibran mengatakan, salah satu kementerian yang disiapkan untuk dibentuk adalah kementerian yang akan menangani program makan siang gratis.
Menurut dia, program makan siang gratis mesti ditangani oleh satu kementerian khusus karena pelaksanaan program tersebut cukup kompleks.
"Ya karena melibatkan anggaran yang besar, distribusinya juga tidak mudah, logistiknya tidak mudah, monitoringnya juga tidak mudah. Ini makannya harus dibahas. Ya kita ingin program ini benar-benar bisa berjalan karena kita ingin program ini benar-benar bisa impactful, benar-benar bisa dirasakan oleh anak sekolah," kata Gibran.
"Tapi, tunggu dulu ya. Ini belum pasti kok masalah kementeriannya. Ditunggu saja dulu," ujar putra sulung Presiden Joko Widodo itu.
Kental aroma politik
Wacana penambahan kementerian lantas menuai kritik publik.
Penambahan ini dinilai kental aroma politik guna mengakomodir partai politik yang berada dalam barisan koalisi Prabowo-Gibran.
Seperti diketahui, ada 11 partai peserta pemilu yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju pendukung Prabowo-Gibran, belum ditambah dengan Partai Nasdem dan Partai Kebangkintan Bangsa yang belakangan mendukung pasangan tersebut.
"Karena yang di bangun banyak, jadi harus banyak pihak, banyak partai yang berkepentingan harus mendapatkan kursi di jatah menteri itu," kata pengamat politik Universitas Al Azhar Ujang Komarudin kepada Kompas.com.
Ujang mengatakan, penambahan jumlah menteri memang merupakan hak prerogatif Prabowo sebagai presiden.
Namun, ia mengingatkan agar Prabowo juga memperhatikan batin masyarakat yang sedang susah.
"Tidak salah juga kalau kementeriannya itu ditambah. Tapi kan rakyat menilai itu akan banyak anggaran negara yang terserap ke situ, di saat masyarakat banyak yang susah," kata dia.
Baca juga: Terjawab Sudah Nasib Eko Patrio di Kabinet Prabowo-Gibran? Begini Komentar Singkat Wapres Terpilih
Pemborosan
Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari berpandangan wacana menambah kementerian memang bakal memboroskan uang negara karena harus ada beragam aturan yang dibuat untuk membentuk kementerian baru.
Ia menyebutkan, penambahan kementerian akan berimplikasi pada pembentukan undang-undang baru dan penambahan beragam aturan terkait tugas pokok, fungsi dan kewenangan kementerian yang baru.

"Jadi betapa banyaknya pemubaziran yang terjadi kalau kemudian kita mengubah Undang-Undang," kata Feri saat ditemui di Kalibata, Jakarta Selatan, Selasa (7/5/2024).
Tak hanya itu, negara nantinya juga harus mengeluarkan uang lebih banyak untuk mendirikan kantor-kantor wilayah kementerian baru di 38 provinsi serta membiayai operasional kementerian tersebut.
Oleh karena itu, menurut Feri, nomenklatur kementerian yang ada saat ini sudah ideal dan sesuai dengan batas maksimal yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
"Saya tidak pernah mendengar satu pun setelah Undang-Undang 39 Tahun 2008 ada kekurangan menteri sampai hari ini, yang kurang adalah hasrat kepentingan membagi-bagi kekuasaan," kata dia.
Untuk diketahui, UU Kementerian Negara mengatur bahwa jumlah maksimal kementerian adalah 34. Akan tetapi, aturan ini bisa saja berubah, terlebih revisi UU Kementerian Negara sudah masuk dalam Program Legilasi Nasional DPR 2019-2024.
Jangan jadi Ajang Sapi Perah
Gagasan Presiden Terpilih Prabowo Subianto menambah jumlah kementerian sebaiknya tidak menjadi pembagian konsesi politik buat para kelompok pendukungnya dalam pemilihan presiden (Pilpres) 2024 atau hanya ajang mencari keuntungan ekonomi.
Menurut Direktur Eksekutif Indo Strategic Ahmad Khoirul Umam, sebaiknya Prabowo mengutamakan kandidat menteri dari kalangan ahli yang kompeten dan dipercaya publik buat memimpin kementerian, supaya terbentuk kabinet ahli (zaken kabinet).
Jika jumlah kementerian ditambah tanpa mempertimbangkan hal itu, Umam khawatir hanya menjadi ajang perebutan proyek pemerintah.
"Bukan sekadar kemudian menjadi semacam alat 'sapi perah' bagi kekuatan tertentu untuk memanfaatkan pos-pos kementerian yang strategis itu," kata Umam dikutip dari program Sapa Indonesia Malam di Kompas TV, Selasa (7/5/2024).
Umam juga menekankan pemerintahan mendatang harus bisa memastikan garis komando dan koordinasi jika memang setuju menambah jumlah kementerian.
Menurut Umam, penambahan jumlah kementerian jangan malah menambah persoalan ego sektoral dan problem koordinasi antarkementerian.
"Hal ini yang kemudian prinsip-prinsip dasar supaya kemudian zaken kabinet atau kabinet ahli itu bukan sebagai sebuah gimik semata, tapi betul-betul mendapatkan legitimasi yang kuat di mata publik," ucap Umam.
Sebelumnya diberitakan, gagasan pembentukan kementerian baru berasal dari kubu Presiden Terpilih Prabowo Subianto.
Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara mengatur bahwa jumlah maksimal kementerian yang ada adalah 34 kementerian.
Akan tetapi, peluang revisi UU Kementerian Negara terbuka karena masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020-2024. (*)
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Kaltim dan Google News Tribun Kaltim untuk pembaruan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dan Kompas.com
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.