Berita Kaltim Terkini
Pengadilan Tinggi Kaltim Putus Bebas Direktur PT MJC, Begini Tanggapan Koordinator Pokja 30
Terpidana direktur PT MJC pada PT Kaltim diputus bebas, begini respons Koordinator Pokja 30.
Penulis: Muhammad Riduan | Editor: Diah Anggraeni
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Koordinator Pokja 30 Buyung Marajo angkat bicara terkait putusan banding dari Pengadilan Tinggi (PT) Kaltim yang membebaskan Direktur PT Multi Jaya Concept (MJC), Wendy, dari segala tuntutan hukum dugaan korupsi.
Hal itu berdasarkan nomor putusan 2/PID.SUS-TPK/2024/PT.SMR yang terbit pada Senin 18 Maret 2024 lalu melalui Hakim Ketua Jamaluddin Samosir dan dua hakim anggota, yaitu Soehartono dan Masdun.
Buyung mengatakan pada pengadilan tingkat I, yakni PN Tipikor Samarinda, sejatinya sudah menyatakan terpidana Wendy secara sah dan dan terbukti melakukan tindak pidana korupsi.
Namun pada saat terpidana mengajukan banding, majelis hakim di PT Kaltim justru memberikan putusan bebas dan meminta agar terpidanan Wendy dibebeaskan dari segala tuntutan hukum.
“Jadi disebutkan dalam putusannya, kalau perbuatan itu terbukti (dugaan korupsi) tapi bukan pidana, seakan ada pemakluman tentang korupsi di sini. Pertanyaannya, ada apa dengan Pengadilan Tinggi ini?” tuturnya, diwawancarai via telepon pada Selasa (25/6/2024).
Baca juga: Perwakilan Kubar Pertanyakan Hasil Seleksi Paskibraka Nasional, Begini Penjelasan Kesbangpol Kaltim
Baginya, adanya putusan yang telah diberikan kepada terpidana itu sangat menggelitik.
Pasalnya, disebut kalau perbuatan itu ada, tetapi majelis pengadilan tingkatlanjut tidak mengindahkan tentang pelanggaran korupsi.
“Itu juga menggelitik, itu terbukti tapi bukan pidana? itu kan menggelitik," tuturnya.
Lebih lanjut Buyung mempertanyakan, jika pengadilan telah mengakui adanya perhuatan yang diduga melanggar hukum, lantas mengapa hal tersebut tidak dimasuka dalam pelanggaran tindak pidana korupsi.
Total dugaan kerugian negara yang mencapai Rp 10,7 miliar, ia menduga kalau adanya pemakluman dari putusan hukum yang diberikan majelis hakim PT Kaltim.
Apalagi jika mengingat terpidana bukanlah satu-satunya yang terseret kasus itu.
Maka analoginya sangatlah memungkinkan Wendy merupakan salah satu aktor dari rangkaian besar kasus korupsi itu, sehingga jika terpidana lain sudah diputus bersalah maka terpidana otomatis juga masuk.
"Jadi ini harus jadi perhatian lembaga pengawas yang bisa betul-betul menjaga personatika hakim. Ini seharusnya menjadi perhatian publik," tegasnya.
Ke depan, ia tak menapik jika masyarakat akan semakin minim kepercayaan terhadap proses peradilan yang ada di Indonesia, berkaca dari adanya putusan berbeda dari pengadilan tingkat I dan pengadilan tinggi ini.
“Kita juga tidak akan percaya dengan putusan-putusan begini. Ini semakin tidak bertaring," imbuhnya.
Baca juga: Hasil Survei ARCHI Jelang Pilkada Kaltim 2024, Partai Golkar Masih jadi Pilihan Utama Masyarakat
Penjelasan Pengadilan Tinggi Kaltim
Diberitakan sebelumnya, Pengadilan Tinggi (PT) Kalimantan Timur (Kaltim) memberikan penjelasan terkait divonis bebasnya terdakwa Direktur PT Multi Jaya Concept (MJC), Wendy.
Diketahui terdakwa Wendy diduga terlibat dalam kasus penyertaan modal Pemprov kaltim ke PT Migas Mandiri Pratama Kalimanatan Timur (MMPKT) dan anak usahanya PT Migas Mandiri Pratama Hilir (MMPH).
Vonis bebas itu sesuai putusan nomor 2/PID.SUS-TPK/2024/PT.SMR terbit Senin 18 Maret 2024 melalui majelis hakim yang dipimpin hakim ketua Jamaluddin Samosir dan 2 hakim anggota, yaitu Soehartono dan Masdun.
Tampak berbanding terbalik dengan apa yang menjadi keputusan dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Nomor 46/Pid.Sus-TPK/2023/PN.Smr, di mana Wendy secara sah bersalah sebagaimana amar putusan.
Terkait ini, Hakim Tinggi PT Kaltim selaku juru bicara PT Kaltim,x xMarolop Simamora mengatakan bahwa pada tingkat PT Kaltim ini majelis hakim menyatakan 'onslag' artinya perbuatan terbukti akan tetapi bukan tindak pidana.
Istilahnya adalah melepaskan bukan membebaskan, itu merupakan dua hal yang berbeda.
Jika membebaskan berarti perbuatan itu tidak terbukti atau bebas murni, namun kalau ini bukanlah bebas murni.
"Perbuatan itu ada dinyatakan terbukti, akan tetapi bukan merupakan tindak pidana," terangnya saat ditemui TribunKaltim.co di PT Kaltim, Kamis (30/5/2024).
Saat disinggung apakah mengarah ke perdata bukan tipikor, ia menyebutkan, kemungkinan seperti itu, hanya saja ditegaskannya ketika bukan perbuatan pidana artinya ini bisa perbuatan perdata atau perbuatan administrasi.
"Yang jelas menurut majelis hakim itu bukan merupakan perbuatan pidana. Saya belum pelajari terlalu detail pertimbangan majelis hakim. Tetapi yang jelas amarnya menyatakan seperti itu," ujarnya.
Lebih lanjut ia mengatakan dari yang dibacanya di pengadilan tingkat I terdapat perbedaan pendapat.
Ketua Majelis di sidang kala itu merupakan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Samarinda, Ary Wahyu Irawan.
Di mana pendapatnya waktu itu sama dengan pendapat dengan majelis hakim pada tingkat banding.
Sama-sama menyatakan perbuatan itu ada, tetapi bukan perbuatan pidana bukan pula tindak pidana.
"Makanya dinyatakan lepas dari segala tuntutan, bukan bebas," imbuhnya.
Baca juga: Masyarakat Kampung Long Tuyoq Mahulu Kaltim Wajib Lakukan Nikah Adat Sebelum Nelaam
Dugaan Kasus
Sebagaimana diketahui, kasus dugaan penyertaan modal ini potensi kerugian negara berkisar 10.7 miliar ini timbul dari adanya kerja sama yang dilakukan PT MMPH dengan PT MJC, yakni Wendy selaku direkturnya.
Di mana pada kerja sama itu PT MMPH adalah anak perusahaan dari Migas Mandiri Pratama Kalimanatan Timur (MMPKT) perseroan daerah milik Pemprov Kaltim telah mengalami kerugian berkisar Rp 10.7 miliar.
Kerugian itu meliputi pembangunan proyek rumah kantor (rukan) The Councept Business Park di Jalan Teuku Umar, Karang Asam, di atas lahan 16.600 meter persegi pada tahun 2014 lalu.
Penawaran Rp 12 miliar dengan rencana investasi pengembalian penuh dan yang dipinjam beserta bagi hasil penjualan unit rukan yang nantinya dibangun, namun pengerjaan tak selesai.
Maka timbulah kerugian Rp 10.7 miliar. Pada persidangan tingkat I uang miliar tersebut dinilai sebagai kerugian penyertaan modal yang bersumbar dari APBD.
Hingga majelis hakim memutuskan terdakwa Wendy terbukti bersalah dengan vonis 7 tahun dan 6 bulan penjaca serta membayar denda Rp 300 juta subsider 3 bulan pidana kurungan. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.