Tribun Kaltim Hari Ini

Jamaah Islamiyah Bubar, Esk Prajurit Menyerah Usai 10 Tahun jadi Buron Densus

Tokoh senior kelompok Jamaah Islamiyah atau JI, Ustad Abu Fatih menyatakan kelompoknya telah islah dengan aparat keamanan, pemerintah dan negara RI

Editor: Doan Pardede
Tribun Kaltim
Head Line Tribun Kaltim 23 Juli 2024. Tokoh senior kelompok Al Jamaah Al Islamiyah atau Jamaah Islamiyah atau JI, Ustad Abu Fatih menyatakan kelompoknya telah islah dengan aparat keamanan, pemerintah dan negara Republik Indonesia. 

TRIBUNKALTIM.CO – Tokoh senior kelompok Al Jamaah Al Islamiyah atau Jamaah Islamiyah atau JI, Ustad Abu Fatih menyatakan kelompoknya telah islah dengan aparat keamanan, pemerintah dan negara Republik Indonesia.

Islah dalam khasanah bahasa Arab dan tertulis dalam Quran serta hadits, berasal dari kata ‘ashlahayushlihu-ishlahan', yang bermakna perbaikan, keselamatan, dan perdamaian.

Ustad Abu Fatih alias Abdullah Anshori alias Ibnu Muhammad Thoyib ini juga meminta maaf kepada aparat keamanan, pemerintah, dan rakyat Indonesia atas apa yang selama ini terjadi.

"Kami akhirnya memilih jalan islah setelah melewati perjalanan panjang dialog dan memikirkan kembali apa yang dilakukan. Pikiran kami akhirnya terbuka terhadap pijakan-pijakan kami saat berjamaah," kata Abdullah Anshori di hadapan tim Tribun, Rabu (17/7/2024).

Baca juga: Kisah Jamaah Islamiyah, Sejarah Indonesia Modern Warisan Perang Kemerdekaan, Kini Umumkan Bubar

Pernyataan tokoh tua yang juga disebut Ustad Anshori itu itu disampaikan secara khusus dan langsung di sebuah lokasi yang dikenal kerap jadi titik komunikasi kelompok ini di daerah Gonilan, Kartasura, Sukoharjo.

Saat menyampaikan pernyataan khususnya, Ustad Abu Fatih atau Abdullah Anshori didampingi tiga eks anggota Jamaah Islamiyah. Pertama Sabarno alias Amali.

Pria ini dulu anggota tholiah, divisi Jamaah Islamiyah yang juga membidangi tandzim askari atau grup prajurit JI. 

Sabarno alias Pak Sabar memutuskan menyerahkan diri ke aparat Densus 88 Antiteror lewat perantara para senior JI.

Ia menyerah setelah mendengar JI bubar atau membubarkan diri.

Ada juga Dodi alias Fiko, bekas anggota divisi advokasi dan pelayanan yang pernah aktif di Yayasan Perisai Nusantara.

Yayasan ini telah dibubarkan sejak terendus menjalankan misi JI mengadvokasi dan melayani keperluan jaringan.

Pendamping ketiga Ustad Hasan, yang pernah aktif di divisi dakwah Jamaah Islamiyah.

Head Line Tribun Kaltim 13 Juli 2024. Tokoh senior kelompok Al Jamaah Al Islamiyah atau Jamaah Islamiyah atau JI, Ustad Abu Fatih menyatakan kelompoknya telah islah dengan aparat keamanan, pemerintah dan negara Republik Indonesia.
Head Line Tribun Kaltim 23 Juli 2024. Tokoh senior kelompok Al Jamaah Al Islamiyah atau Jamaah Islamiyah atau JI, Ustad Abu Fatih menyatakan kelompoknya telah islah dengan aparat keamanan, pemerintah dan negara Republik Indonesia. (Tribun Kaltim)

Ia pernah mendekam di penjara karena perannya sebagai perekrut dan penyeleksi kader JI.

Divisi ini memiliki tugas antara lain perekrutan dan seleksi anggota untuk ditempatkan di bidang-bidang yang cocok dengan kualifikasi rekrutan.

Ustad Anshori yang pada 1993 pernah dipanggil Abdullah Sungkar, pendiri dan Amir (Pemimpin) Jamaah Islamiyah ke Malaysia, juga meminta maaf ke aparat keamanan, pemerintah dan rakyat Indonesia, semua yang pernah dilakukan jamaahnya dan telah menyulitkan negara.

"Kami minta maaf yang sebesar-besarnya kalau kami, Al Jamaah Al Islamiyah, dengan sekian banyak kasus-kasus yang menyulitkan negara, menyibukkan negara, yang seharusnya tidak kami lakukan, tetapi dengan ilmu dan kesadaran ini, alhamdulillah, khususnya kepada bangsa Indonesia, kami minta maaf sebesar-besarnya," kata Abu Fatih. 

Tak Aktif

Sosok Ustad Abdullah Anshori di kalangan generasi terbaru Jamaah Islamiyah mungkin kurang dikenal, karena ia menyatakan diri tidak aktif sejak 2001.

Pasifnya Abu Fatih terjadi beberapa waktu setelah Abdullah Sungkar wafat di Bogor, sepulang dari Malaysia kali kedua.

Tapi di kalangan para senior Jamaah Islamiyah, Abu Fatih sangat dihormati sebagai sesepuh gerakan organisasi.

Tokoh asal Magetan ini pernah dijebloskan ke LP Cipinang terkait kasus gerakan Usroh, dan rentetan peristiwa berdarah di Tanjungpriok pada 12 September 1984.

Selepas dari LP Cipinang, Abu Fatih dipanggil Abdullah Sungkar ke Malaysia, dan diminta memimpin gerakan, khususnya di mantiqiyah yang membawahi Pulau Jawa.

Abu Fatih menyadari rentetan aksi pengeboman di Indonesia yang dimulai khususnya sejak 1 Agustus 2000 di Jakarta, membuatnya menerima sinyal negatif atas bangkitnya aksi jaringan Jamaah Islamiyah.

Di risalah pertemuan Sentul, disebutkan Abu Fatih adalah saksi hidup tentang kepemimpinan Jamaah Islamiyah, sepeninggal Abdullah Sungkar.

Menurut risalah itu, Abu Fatih ia tidak pernah mendengar, melihat, menyaksikan, dan tahu ada amir baru atau pemimpin baru Jamaah Islamiyah, sepeninggal almarhum Abdullah Sungkar.

Karena itu para tokoh-tokoh senior, tetua, dan para pemimpin lembaga afiliasi Jamaah Islamiyah, diajak berpikir rasional, supaya tidak ada kepemimpinan liar gerakan.

Baca juga: Jamaah Islamiyah Bubarkan Diri, Minta Maaf pada Negara dan Rakyat Indonesia, Abu Fatih: Kami Islah

Deklarasi Sentul

Pernyataan islah dan permintaan maaf Ustad Anshori ini merupakan penegasan atas apa yang sudah diputuskan dan dideklarasikan bersama oleh tokoh-tokoh Jamaah Islamiyah pada 30 Juni 2024 di Hotel Lor In Sentul, Bogor, Jawa Barat.

Deklarasi itu intinya pernyataan sebagai organisasi Jamaah Islamiyah telah bubar atau membubarkan diri.

Deklarasi merupakan ujung dari pertemuan kajian di Solo 29 Juni 2024, dan hari berikutnya di Forum Silaturahmi Pondok Pesantren Jamaah Islamiyah di Bogor.

Pertemuan dan deklarasi dihadiri 119 perwakilan dari Jateng, Jabar, Bekasi, Banten, Medan, Sumbar, Lampung, NTB, Sulteng dan Sulsel.

Tokoh-tokoh jamaah yang hadir sebagai pembicara menyampaikan pikiran dan nasihatnya adalah Ust Abu Rusdan, Ust Para Wijayanto, Ust Arif Siswanto, Ust Bambang Sukirno, Ust Fuad Junaidi, Ust Abdus Shomad, dan Ustad Rudi.

Tokoh senior yang mendampingi pertemuan adalah Ust Abu Fatih, Ust Abu Dujana, Ust Usman bin Sef alias Fahim, Ust Sartono, Ust Mustaqim, Ust Zarkasih, dan Ust Solahudin.

Hampir semua nama ini pernah dijebloskan ke penjara.

Dalam kesempatan wawancara terpisah, pernyataan senada dikemukakan Ustad Siswanto atau Arif Siswanto alias Abu Mahmudah. Ustad Siswanto menegaskan jamaah (JI) sudah sampai pada kesepakatan bulat untuk membubarkan diri dengan semua pertimbangan ilmu dan rasional.

Semua anggota hingga tetua eks Jamaah Islamiyah menyatakan diri kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ada enam butir pernyataan dan kesimpulan akhir yang dibacakan Ustad Abu Rusydan di Deklarasi Sentul.

Pembubaran itu akan diikuti sosialisasi ke akar rumput jamaah di berbagai wilayah Indonesia, serta menjamin kurikulum pendidikan pondok pesantren afiliasi JI terbebas dari tatharuf dan penyimpangan.

Ustad Arif Siswanto dalam wawancara khusus dengan Tribun mengatakan, secara pribadi dirinya mula- mula sangat berat mendapati kenyataan JI bubar atau membubarkan diri.

Tapi menurutnya demi akal sehat, atas dasar ilmu, dan demi kemanfaatan lebih banyak untuk umat dan jamaah, ia menerima titik akhir itu.

Buron 10 tahun

Di wawancara terpisah, Sabarno alias Amali, eks prajurit Jamaah Islamiyah, menyatakan syok saat pertama mendengar organisasi yang diikutiya bubar.

Pak Sabar, begitu ia senang disapa, sekira 10 tahun terakhir berstatus buron atau masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) Densus 88 Antiteror Polri.

Dia tidak pernah tertangkap selama masa itu, dan bergerak terus, bertahan hidup bersama keluarganya, dengan bekerja apa saja, termasuk berdagang ban bekas dan bakso.

Baca juga: Terduga Teroris Samarinda yang Diamankan Densus 88 adalah Bendahara Jemaah Islamiyah, Sosok IAZ

Pertama mendengar JI bubar, Sabarno tengah berada di Madiun. Sabarno termasuk sosok penting dan punya rekam jejak panjang di gerakan Jamaah Islamiyah.

"Saya ya sempat syok saat pertama mendengarnya. Lalu saya berusaha tabayun, dan mendapatkan penjelasan lengkap. Pada akhirnya saya bisa menerima, dan menyerahkan diri pada penegak hukum," kata Sabarno.

Keputusan terbaik

Keputusan yang telah diambil, yaitu bubarnya organisasi yang diikutinya, merupakan keputusan terbaik yang diambil oleh para tetua atau senior, dengan landasan yang dinilainya benar.

Ustad Mustaqim Safar, ketua sebuah yayasan yang membawahi Pondok Pesantren Darusy Syahadah, Simo, Boyolali, mengamini keputusan dan Deklarasi Sentul.

Pondok pesantren ini berafiliasi dengan Jamaah Islamiyah, dan kerap disangkutpautkan dengan deretan aksi teror yang dilakukan alumni, dan bahkan dulu guru yang mengajar di pondok ini.

Satu nama yang paling tenar dan terkait dengan Ponpes Darusy Syahadah ini adalah Gempur Budi Angkoro alias Urwah.

Urwah yang asal Madiun itu tewas bersama Noordin Mohd Top yang berhasil diendus keberadaannya di sebuah rumah kontrakan di Kampung Kepuh Sari RT 03 Mojosongo, Solo, pada 16 September 2009.

Ustad Qasdi Ridwanulloh, Direktur Pesantren Darusy Syahadah kepada Tribun di komplek pesantren di Kedung Lengkong, Simo, Boyolali, mengaku akan koperatif terkait evaluasi, kajian, penilaian dari pihak manapun.

Termasuk kajian dan penyesuaian kurikulum pendidikan pesantrennya, jika dianggap melenceng dari aturan pendidikan dan peraturan negara lainnya.

Pesantren Darusy Syahadah saat ini memiliki seribuan santri dari berbagai tingkatan, yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia.

Lokasi pesantren tersebar di sekurangnya empat lokasi di Kecamatan Simo, termasuk satu pondok pesantren putri.

Prof Dr Waryono Abdul Ghofur, Plt Direktur Pesantren dan Pendidikan Islam Kementerian Agama RI pada Kamis (18/7/2024) bertemu dengan tokoh-tokoh eks JI di Solo.

Sesudah pertemuan, Prof Dr Waryono langsung mengunjungi Pesantren Darusy Syahadah di Simo, Boyolali.

Sebelumnya, Waryono menyambut gembira keputusan JI bubar atau membubarkan diri. Ia menemui para tokoh eks JI di Solo guna memastikan keputusan itu bukan gimmick atau pura-pura.

"Pertemuan ini akan dilanjutkan pertemuan-pertemuan berikutnya. Pemerintah tentu akan menindaklanjuti, antara lain terkait kurikulum pendidikan pesantren eks JI. Salah satu yang segera kita
cek adalah kurikulumnya. Perilaku orang itu dipengaruhi bacaannya. Karena itu pembenahan kurikulum adalah keniscayaan," kata guru besar di UIN Sunan Kalijaga ini. 

NEWS ANALYSIS

KHOIRUL ANAM, Peneliti dan Pemerhati Terorisme Indonesia

Sudah Berproses Lama

Secara pribadi saya yakin sekali dan percaya mereka bubar beneran.

Pertama karena keputusan ini berasal murni dari mereka. Tidak ada pihak dari luar yang menekan atau memaksa mereka.

Ketika saya bertanya kepada petinggi JI, mereka menjawab alasannya satu, karena ilmu.

Sejak awal, JI agak berbeda dengan kelompok radikal terorisme lainnya.

Menurut pengakuan mereka, JI hanya berlandaskan pada ilmu.

Jadi sekarang mereka harus membubarkan diri, menyudahi organisasi ini dengan alasan sama, yaitu ilmu.

Mereka sudah berusaha lama mengkaji doktrin-doktrin, ajaran yang mereka ikuti, misal tafsir tentang jihad, konsep al wala' wal bara'.

Kemudian mereka sampai pada keputusan terbaik saat ini, bubar atau membubarkan organisasinya.

Proses ini berlangsung lama, bahkan sejak akhir 1990an.

JI kan didirikan bersama-sama oleh Abdullah Sungkar, Abu Bakar Baasyir, dan Abu Rusydan.

Dinamika lalu terjadi.

Pada 1999, Abu Bakar Baasyir keluar dari JI, dan merasa sudah membubarkan Jamaah Islamiyah.

Alasan keluar dari JI, karena Abu Bakar Baasyir berpandangan jihad yang dilakukan JI seharusnya sudah tidak siri atau rahasia lagi.

Tapi pandangan itu ditentang orang-orang JI. Tahun 2003, ketika sudah terjadi berbagai aksi teror bo yang diikuti penangkapan-penangkapan, wacana pembubaran mencuat lagi.

Satu di antara alasan dan pertimbangannya, jika jihad-jihad itu benar di jalan Allah, maka seharusnya jihad itu berhasil dan tidak ada anggota yang tertangkap.

Selain itu bagi JI, musuh besar yang harus diperangi itu penjajah asing, seperti Amerika Serikat yang dianggap menindas umat Islam.

Tapi nyatanya, yang jadi korban bukan orang Amerika, bukan tentara Amerika, tapi paling banyak orang Australia, dan bahkan merenggut nyawa orang Indonesia.

Ini hal-hal yang disesalkan.

Bagi orang JI, bom Bali (2002) itu bukan aksi JI, karena JI sebagai organisasi tidak pernah memberi izin atau memerintahkan.

Kajian-kajian itu terus berlangsung sejak itu, hingga mencapai titik akhir pada 30 Juni 2024 saat pembacaan Deklarasi Sentul.

Tentu deklarasi itu didahului pertemuan-pertemuan kajian para tokoh JI, dan terakhir digelar di sebuah lokasi di Solo pada 29 Juni 2024.

Bagi saya yang juga cukup mengejutkan adalah, apa yang terjadi in tidak diduga oleh pihak keamanan, dalam hal ini Densus 88 Antiteror.

Maksudnya koq bisa secepat ini.

Tapi bagaimanapun ini tentu menggembirakan karena JI adalah organisasi besar di Indonesia, bahkan mungkin di terbesar Asia Tenggara.

Saya juga bertemu dengan orang-orang dari Kemenag, dan mereka terkejut tapi juga senang. Tapi tak bisa dipungkiri ada pihak yang terkejut lalu curiga.

Curiga jangan-jangan ini gimmick, curiga jangan-jangan ini kamuflase, ini upaya mereka saja supaya tidak terlalu diawasi lagi oleh aparat keamanan.

Tapi saya sangat yakin, ini bukan pura-pura.

Mereka akan serius sekali.

Buktinya selain pernyataan tegas, mereka juga menulis banyak komitmen.

Di antaranya setelah bubar, mereka akan menyerahkan albas atau alat, bahan (peledak), dan senjata yang selama pihak kepolisian tidak tahu di mana disimpan.

Saya mendengar belum lama ini, aparat Densus sampe menyelam ke Bengawan Solo, mencari senjata yang dibuang oleh anggota yang memberitahukan titik lokasinya.

Mereka juga menyatakan akan menyerahkan para DPO.

Ada DPO yang sudah 7-12 tahun dikejar tidak ada, tiba-tiba setelah ada kabar bubar, orangnya muncul menyerahkan diri.

Tentu difasilitasi oleh senior-senior JI yang sudah terjalin dan menjalin komunikasi dengan aparat keamanan.

Kemudian hal terpenting berikutnya, karena JI ini dulu berafiliasi dengan banyak pesantren, jumlahhya lebih dari 40 dan santrinya bisa sampai 16 ribu, mereka bersedia kurikulumnya dievaluasi.

Ini serius dan sekali lagi meyakinkan keputusan itu bukan gimmick.

Kemenag juga langsung merespon sikap ini, dan langsung mengirimkan pejabat yang membidangi ini untuk berdialog. 

Tentu ini ini sejalan dengan apa yang saya dengar dari para tokoh utama JI, seperti Ustad Para Wijayanto dan Ustad Siswanto.

Mereka menegaskan pada dasarnya JI tidak dirancang sebagai gerakan melawan negara (Indonesia).

Ini bukan organisasi yang anti terhadap negara. Dua kunci utama JI adalah ilmu dan jihad.

Setidaknya ini yang disampaikan para petinggi terakhir Jamaah Islamiyah.

Menurut Ustad Para Wijayanto, mungkin ada kelompok yang kuat ilmu tapi jihadnya tidak punya.

Ada yang kuat jihad, tapi ilmunya tidak ada. Mengenai peran dan keterlibatan JI sebagai organisasi dalam berbagai aksis teror di Indonesia, kita mungkin bisa melihat di berbagai persidangan dan putusan pengadilan.

Sejauh ini secara formal, sebagai organisasi JI tidak atau belum pernah terbukti terlibat.

Misal merancang, mendukung, dan atau memerintahkan pengeboman di mana begitu.

Tapi bahwa dalam berbagai kasus, ada orang-orang JI atau setidaknya pernah jadi anggota JI, itu realitas dan fakta yang tidak bisa dibantah.

Tokoh-tokoh JI pun menyadari realitas ini.

Menurut mereka ada dua hal yang terjadi. Para pelaku itu telah melepas baiat dari JI, atau bertindak di luar kendali pimpinan.

Nah, dalam konteks inilah pada akhirnya saya melihat tokoh-tokoh senior JI ini menanggung beban karena bagaimanapun mereka lah yang dulu membentuk, merekrut, dan membimbing orang-orang itu.

Ikuti berita populer lainnya di Google News Tribun Kaltim

Ikuti berita populer lainnya di saluran WhatsApp Tribun Kaltim

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved