Pilkada 2024

Istana dan KPU Ikut Putusan MK Terbaru soal UU Pilkada, Pakar Beber Dampak Buruk Bila UU DPR Diikuti

Pemerintah dan KPU akhirnya menegaskan akan mengikuti Putusan MK terbaru soal syarat pencalonan kepala daerah di pilkada 2024

Editor: Doan Pardede
KOMPAS.com / VITORIO MANTALEA
PUTUSAN MK TERBARU - Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin menegaskan, tidak ada perubahan sikap KPU dibandingkan yang disampaikan pada Selasa (20/8/2024) setelah putusan MK terkait UU Pilkada terbit. 

Menurut Ray, hal itu harus segera dilakukan karena pendaftaran calon kepala daerah sebentar lagi akan dibuka, yakni pada 27-29 Agustus 2024.

“Masih tersedia enam hari dalam hitungan kalender atau empat hari dalam hitungan hari kerja. Waktu ini, lebih dari cukup untuk memasukan poin putusan MK dimaksud,” ujarnya.

Selain itu, Ray mengkhawatirkan KPU bakal terkena pelanggaran etik jika tidak segera memasukkan norma dari putusan MK.

Sebab, bukan tidak mungkin ada elemen masyarakat yang melaporkan KPU ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu atau Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI.

"KPU perlu mencegah agar tidak berulang keluar masuk sidang etik DKPP untuk perkara yang sebenarnya dapat dicegah. Sehingga wibawa dan kepercayaan publik terhadap KPU tetap terjaga paska tragedi demi tragedi yang menimpa KPU sebelumnya,” katanya, seperti dilansir Kompas.com

Sebagaimana diketahui, dengan adanya putusan MK nomor 60, Anies Baswedan masih memiliki peluang maju pada Pilkada Jakara 2024.

Baca juga: Demi Kepentingan Anak Jokowi, Putusan MK Untungkan Gibran Diikuti yang Rugikan Kaesang Dikangkangi

Sebab, Mahkamah mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah oleh parpol atau gabungan parpol.

Beda dengan Anies, Partai Demokrasi Indonesia (PDI-P) sebagai partai pemenang Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 dipastikan bisa mengusung pasangan calon gubernur dan wakil gubernur sendiri karena adanya putusan MK tersebut.

Pasalnya, ambang batas pencalonan kepala daerah oleh parpol atau gabungan parpol tidak lagi sebesar 25 persen perolehan suara hasil pemilihan anggota DPRD atau 20 persen kursi di DPRD, sebagaimana diatur pada Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada.

Pakar Sebut KPU Harus Ikuti Putusan MK, Bukan UU Pilkada Hasil "Revisi Ngebut" DPR 

Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menyebut, Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku penyelenggara pemilu harus mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024, alih-alih mengikuti hasil perubahan Undang-Undang Pilkada yang sedang dikebut DPR RI.

“Penyelenggara pemilu dalam hal ini KPU harusnya mengikuti apa yang diputus oleh MK, bukan undang-undang. Harusnya,” ujar Bivitri dalam obrolan Newsroom di YouTube Kompas.com, Rabu (21/8/2024).

Adapun putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 mengubah ambang batas parlemen Pilkada disesuaikan dengan jumlah daftar pemilih tetap (DPT) sehingga partai politik manapun bisa mengajukan calon kepala daerah, meski tidak berkoalisi.

Namun, pasca putusan itu, DPR mengebut pembahasan Revisi Undang-Undang (RUU) Pilkada dengan substansi yang mementahkan sebagian putusan MK.

Bivitri mengatakan, jika mengikuti koridor konstitusi dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, ilmu tata negara, serta hukum serupa di negara lain, penyelenggara pemilu di manapun harus mengikuti apa yang diputuskan oleh MK.

“Yang namanya KPU-nya di mana pun harus mengikuti apa yang disebut dalam undang-undang yang sudah dinyatakan, ini yang konstitusional oleh MK,” ujar Bivitri.

Menurut Bivitri, jika sampai KPU mengikuti UU Pilkada hasil revisi DPR yang dibahas untuk menandingi putusan MK, maka Indonesia masuk dalam situasi krisis konstitusional.

Dengan demikian, tindakan KPU dalam penyelenggaraan Pilkada Serentak juga inkonstitusional.

“Inkonstitusional, sama dengan DPR dan pemerintah ini lagi ngebut membalikkan situasi itu,” kata Bivitri, seperti dilansir Kompas.com

Sebelumnya, MK memutuskan ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah tidak lagi sebesar 25 persen perolehan suara partai politik/gabungan partai politik hasil Pileg DPRD sebelumnya, atau 20 persen kursi DPRD.

Dalam putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 disebutkan, threshold pencalonan kepala daerah dari partai politik disamakan dengan pencalonan kepala daerah jalur independen/perseorangan/nonpartai sebagaimana diatur pada Pasal 41 dan 42 UU Pilkada.

Kehadiran putusan ini membuat PDI-P tetap bisa mengajukan calon kepala daerah meski tidak berkoalisi dengan partai lain.

Di sisi lain, mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan juga memiliki peluang diusung PDI-P setelah ditinggalkan pendukungnya yang merapat ke Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus pengusung Prabowo. 

Ikuti berita populer lainnya di Google News Tribun Kaltim

Ikuti berita populer lainnya di saluran WhatsApp Tribun Kaltim

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved