Pilkada Samarinda 2024
Pilkada Samarinda 2024 Berpotensi Paslon Tunggal, Pengamat Politik: Parpol tak Poles Kader
KPU Kota Samarinda berencana memperpanjang batas waktu pendaftaran bakal pasangan calon yang akan ikut Pilkada Samarinda 2024
Penulis: Mohammad Fairoussaniy | Editor: Budi Susilo
“Mereka tidak punya figur atau kader yang selama ini memang mereka ‘olah atau poles’ untuk siap jadi kepala daerah. Jika melihat daerah lain seperti Jakarta misalnya, mestinya di daerah harusnya seperti PDI Perjuangan yang confident mengusung kader sendiri meski di atas kertas, survei sendiri sangat jauh tertinggal. Parpol di Samarinda, untuk penyiapan kader belum sesuai dengan fungsi parpol, baik di Pemilu, Pileg dan Pilkada,” tandas Saipul.
Sehingga, ketika petahana dalam masa jabatannya memberikan satu bentuk prestasi yang bisa dibanggakan kepada masyarakat, akhirnya mendongkrak citra dan rasa puas publik, ini tercatat dalam survei.
Lebih lanjut, Saipul berkata, bahwa ada sisi lain yang ia ingin jelaskan, bahwa dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, partai berfungsi sebagai mediator, bukan partai yang memproduk kader untuk disalurkan menjadi legislatif atau eksekutif.
Dilematis memang, parpol peserta pemilu yang beragam saat ini memberikan masyarakat kesempatan untuk memilih, tetapi parpol dan kader-kader politik yang memiliki visi, misi, serta program kerja sesuai dengan cita-cita pemilih masih belum banyak.
Selain itu, parpol juga belum memberikan kesempatan bagi masyarakat yang ingin ikut berpartisipasi secara langsung dalam dunia politik.
Fungsi parpol masih tidak optimal memperjuangkan kepentingan rakyat. Terlebih ada bantuan keuangan (bankeu) yang sudah diberikan pemerintah sesuai jumlah suara yang diraih dari pemilu, dan sudah berjalan beberapa tahun.
Mestinya, pemerintah sebagai pemberi dana, wajib mengevaluasi parpol, jika mau mengarahkan fungsi parpol.
Penguatan internal parpol agar menjadi modern, serta mensukseskan kepentingan organisasi, harusnya rekruitmen politik menyiapkan warga sebagai kader yang bisa siap di poles.
Ada pemberian uang negara melalui APBN atau APBD yang mesti dievaluasi, apakah dibangun untuk membangun Sumber Daya Manusia (SDM) atau hanya dibagi saja sesuai keinginan parpol itu sendiri.
Output dan dampaknya jika tidak ada, bisa saja dihilangkan (bankeu parpol), kalau tidak efektif, nah ini juga harus dilihat, jika ada bukti–buktinya.
Di Samarinda fenomenanya, di internal partai masing–masing membuka lowongan pendaftaran, bukan mensosialisasi kadernya, ada muncul tapi bentuknya seperti sayembara untuk menjadi Wakil Wali Kota Samarinda, bukan maju sebagai Wali Kota, posisi puncaknya itu.
"Menjadi catatan kita, malah berebut posisi Wakil wali Kota,” pungkas Saipul. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.