Tribun Kaltim Hari Ini
Kalimantan Makin Sering Gempa, Sudah Terjadi 153 Kali di 2024, Ada Potensi Megathrust di Kaltara?
BMKG Stasiun Geofisika Balikpapan, yang mencakup Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Utara, melaporkan lonjakan aktivitas kegempaan
TRIBUNKALTIM.CO - BMKG Stasiun Geofisika Balikpapan, yang mencakup Kalimantan Timur (Kaltim), Kalimantan Selatan (Kalsel), dan Kalimantan Utara (Kaltara), melaporkan lonjakan aktivitas kegempaan yang signifikan sepanjang tahun ini.
Menurut Kepala Stasiun Geofisika Balikpapan, Rasmid, hingga hari ini, tercatat 153 gempa di wilayah ini.
"Tahun ini, hingga saat ini sudah ada 153 gempa yang terdeteksi," ungkap Rasmid saat ditemui di kantornya pada Jumat (6/9).
Dia menambahkan, meskipun tidak ada data rinci untuk periode yang sama tahun lalu, angka ini menunjukkan peningkatan 2 hingga 3 kali lipat dibandingkan tahun lalu.
Baca juga: Sesar Aktif Picu Gempa Bumi di Kalimantan, BMKG Balikpapan Jelaskan Risiko dan Mitigasi
Baca juga: Gempa Barusan Magnitudo 5.0 di Kepulauan Sangihe Sulawesi Utara, BMKG: Tak Berpotensi Tsunami
"Dari total 153 gempa tersebut, puluhan di antaranya dapat dirasakan oleh warga," ujarnya.
Sebagai contoh, gempa dengan magnitudo kecil di Mahakam Ulu sering kali terasa oleh penduduk setempat.
"Dalam sebulan, Mahakam Ulu bisa mengalami tiga kali gempa, dan fenomena serupa juga terjadi di Berau," jelasnya.
Di Tarakan, Kalimantan Utara, frekuensi gempa bisa mencapai empat kali dalam sebulan.
Rasmid juga mencatat bahwa gempa yang cukup signifikan terjadi di Kalimantan Selatan, yang diakibatkan oleh gempa di Kepulauan Bawean.
"Meskipun sumber gempa tersebut jauh, struktur geologi di Kalimantan Selatan membuat dampaknya terasa," tuturnya.
Bahkan, gempa ini dirasakan langsung oleh Gubernur Kalimantan Selatan, yang kemudian mengirimkan perwakilan untuk memperdalam upaya mitigasi.
Rasmid menjelaskan bahwa peningkatan aktivitas gempa ini mungkin terkait dengan siklus 10 tahunan, di mana saat ini merupakan periode pelepasan energi.
"Gempa bumi biasanya berulang ketika sesar bergerak dan memberikan tekanan pada batuan yang memiliki elastisitas berbeda. Setelah energi dari gesekan terkumpul, batuan melepaskan energi tersebut dalam bentuk gempa bumi," papar Rasmid.
Di Kalimantan terdapat beberapa sesar penting, seperti Sesar Meratus yang membentang dari utara hingga selatan dengan panjang sekitar 100-110 kilometer.
Baca juga: Gempa di Kalimantan Capai 153 Kali hingga Agustus 2024, IKN di Kaltim Apakah Aman?
"Ada juga Sesar Sangkulirang, yang merupakan perpanjangan dari Sesar Palukoro dan memiliki sejarah gempa besar serta tsunami kecil pada 14 Mei 1921," ungkapnya.
Selain itu, Sesar Mangkalihat sepanjang 100 kilometer dan Sesar Tarakan yang juga memiliki panjang 100 kilometer turut berperan dalam aktivitas gempa.
Sesar Purba, yang hampir membelah Pulau Kalimantan dari Kalimantan Barat hingga Kabupaten Paser
Bagian Utara, juga mempengaruhi aktivitas seismik meski sering mengalami gempa kecil.
Melalui pemahaman ini, Rasmid menekankan pentingnya kesiapsiagaan dan strategi mitigasi untuk menghadapi potensi gempa di Kalimantan.
Megathrust di Kalimantan Utara
Potensi terjadinya ledakan energi dari gempa megathrust dengan kekuatan skala besar di atas magnitude 8.0 dan berpotensi tsunami ikut ditanggapi pihak BMKG Tarakan.
Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika atau BMKG Tarakan, M. Sulam Khilmi, menjelaskan, gempa megathrust merupakan gempa dengan skala sangat besar yang diakibatkan oleh dua lempeng.
Satu lempeng menyelinap ke bawah lempeng lainnya, sehingga menimbulkan atau mengakibatkan gempa
dalam skala yang besar dan mencapai magnitudo di atas 8,0 SR.
Terkait kabar yang beredar selama ini terutama yang menyampaikan bahwa gempa megathrust di Indonesia hanya tinggal menunggu waktu saja, Sulam Khilmi menyatakan, bahwa isu tersebut sudah disampaikan sejak gempa bumi di Aceh pada 2004 yang menimbulkan tsunami.
Baca juga: Gempa Dua Menit Lalu Magnitudo 3.5 di Pacitan Jawa Timur dan Bandung Jabar, Cek Info BMKG
"Itu sudah sering disampaikan BMKG. Namun pemicunya kemarin kan gempa megathrust di Jepang. Setelah ada gempa yang besar di atas magnitude 8.0, para pakar mengingatkan kembali bahwa di Indonesia juga ada potensi gempa megathrust," ungkapnya
Di wilayah Indonesia sendiri ada 13 potensi gempa megathrust. Salah satunya yang paling dekat adalah di Utara Sulawesi, apakah Tarakan, Kalimantan Utara terkena dampak.
“Ini ada potensi gempa megathrust. Namun yang disampaikan para ahli, untuk yang sudah ratusan tahun belum melepas energi adalah gempa megathrust di daerah Mentawai Siberut dan Selat Sunda,” katanya.
“Di sana ada zona gempa megathrust dua titik ini sudah ratusan tahun belum melepas energinya. Sementara di sampingnya, sekitarnya sudah melepas. Inilah yang diwanti-wanti oleh para ahli. Sehingga muncul narasi bisa terjadi sewaktu-waktu atau kadang ada yang saya baca tinggal menunggu waktu saja," ungkapnya.
Sulam Khilmi menambahkan, untuk kepastian kapan kejadiannya BMKG tidak bisa memprediksi, namun potensinya sudah sering disampaikan para ahli di bidang geofisika dan BMKG.
"Jadi saya tekankan di Mentawai Siberut dan Selat Sunda itu memang sudah ratusan tahun terakhir melepas energi itu tahun 1.700-an keduanya ini. Artinya sudah lebih 300 tahun itu belum melepas energi yang besar,” katanya
“Itulah yang dipesankan para ahli agar kita selalu waspada dalam arti kita harus meningkatkan upaya untuk edukasi kepada masyarakat," terangnya.
Pertama bagaimana mitigasi, seandainya jika terjadi gempa megathrust.
Kembali ia menjelaskan ini sebenarnya isu lama namun jika terjadi gempa megathrust di tempat lain itu akan membangkitkan ingatan ke masyarakat bahwa di Indonesia juga ada potensi gempa megathrust.
Untuk wilayah Kalimantan Utara, Sulam Khilmi memastikan tidak ada potensi gempa megathrust.
Baca juga: Gempa Baru Saja Magnitudo 4.9 di Maluku Barat Daya, Info BMKG: Pusat Gempa di Kedalaman 14 Kilometer
Demikian juga gempa yang diakibatkan sesar Tarakan, sangat kecil kemungkinan terjadi tsunami melihat jenis gempanya.
Namun yang perlu diwaspadai adalah di wilayah utara Sulawesi ada potensi gempa megathrust.
"Jika itu terjadi maka dampak tidak langsungnya bisa sampai ke Tarakan," tukasnya.
IKN Relatif Aman
Kepala Stasiun Geofisika Kelas III Balikpapan Rasmid memastikan IKN relatif aman dari gempa.
Baik gempa skala kecil, sedang, maupun skala raksasa yang popular dipahami sebagai megathrust atau gempa bumi lintas lempeng.
"Kalau untuk di IKN relatif aman. Ancaman megathrustnya tidak dekat. Dia jauh ada di utara Pulau Sulawesi. Sementara IKN ada di tengah-tengah Kalimantan, dan itu tidak akan terpengaruh," tegas Rasmid.
Sebaliknya, megathrust akan berpengaruh pada pantai timur Pulau Kalimantan seperti Tarakan, Berau, dan Bontang. Kalaupun ada dua sesar yang mengapit IKN, relatif kecil karena bukan terbentuk dari aktivitas bebatuan tektonik melainkan aktivitas fluida atau hidrokarbon yang tidak dieksplorasi (ditambang).
"Panjang kedua sesar ini pun tidak terlalu signifikan. Dan itu ditambah lagi IKN telah dibangun di atas standar rata-rata jadi tidak ada masalah sama sekali," imbuhnya.
Demikian halnya dengan keberadaa Sesar Meratus yang memicu gempa di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, tidak tidak sampai menjalar ke atas dan tidak dirasakan di IKN.
Baca juga: Gempa Terkini Hari Ini Magnitudo 2.7 Guncang Poso Sulawesi Tengah, Berikut Info BMKG
Hal ini karena gelombang gempa berlalu dengan cepat dan amplitudonya kecil, sementara wilayah IKN dipenuhi bebatuan keras.
Rasmid mengungkapkan, sebelum IKN dibangun, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah berkoordinasi dengan Stasiun Geofisika Kelas III Balikpapan untuk melakukan mikro zonasi.
"Kami pun melakukan beberapa metoda untuk memikro-zonasikan wilayah IKN. Setiap jengkal wilayah IKN kami identifikasi, batuannya seperti apa model kecepatan di situ kalau gelombang gempa lewat seperti apa. Demikian juga top soil-nya seberapa tebal dan jenisnya apa, lembek, tanah kuat, atau keras," urai Rasmid.
Dari hasil proses mikro-zonasi tersebut disimpulkan bahwa wilayah IKN yang akan menjadi ibu kota negara Indonesia, aman dari bencana gempa bumi.
Sebelumnya Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono ketika menyinggung kekhawatiran ilmuwan Indonesia soal seismic gap Megathrust Selat Sunda dan Megathrust Mentawai-Siberut mengatakan bahwa gempa megathrust di Indonesia tinggal menunggu waktu.
Untuk diketahui, seismic gap adalah wilayah di sepanjang batas lempeng aktif yang tidak mengalami gempa besar atau gempa selama lebih dari 30 tahun.
BMKG memperkirakan, Megathrust Selat Sunda bisa memicu gempa dahsyat dengan kekuatan maksimal M 8,7 dan Megathrust Mentawai-Siberut M 8,9.
“Rilis gempa di kedua segmen megathrust ini boleh dikata 'tinggal menunggu waktu' karena kedua wilayah tersebut sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar,” ujar Daryono dalam keterangan resminya, Minggu (11/8). (*)
Ikuti berita populer lainnya di Google News, Channel WA, dan Telegram
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.