Pilkada Samarinda 2024

Beredar Spanduk Kotak Kosong di Jalan Samarinda, Bermuatan Tendensius Bisa Terancam Pidana

kalau terkait narasi dalam epanduk, bisa disebut tendensius. Selain menilai muatan tendensius, hal tersebut dipasikan oleh Imam Sutanto langkah pemas

|
Penulis: Muhammad Said | Editor: Januar Alamijaya
TRIBUNKALTIM.CO/MUHAMMAD SAID
Beredar Spanduk Kotak Kosong di Jalan Samarinda, Bermuatan Tendensius Bisa Terancam Pidana, Kamis (24/10/2024) TRIBUNKALTIM.CO/MUHAMMAD SAID 

TRIBUNKALTIM.CO- Spanduk bertulisan memilih kotak kosong diduga bermuatan tendensius bisa terancam pidana, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. 

Spanduk yang terpasang di Jalan Dr Soetomo dan Jalan Pahlawan itu memuat dua gambar surat suara yang mana nomor 1 berisi kolom kosong, dan mengajak masyarakat  memilih kolom tersebut. Disampingnya, pada kolom nomor 2 terlihat karikatur pasangan calon tertentu.

Dalam narasi spanduk pilih kotak kosong, termuat tulisan 'Kami Pilih Kota Kosong...Karena Kotak Kosong, Jujur, Adil, Tidak Sombong dan Tidak Arogan, Tidak Korupsi, Tidak Omong Kosong, Bukan Penjahat Demokrasi'.

Imam Sutanto mengatakan kalau terkait narasi dalam epanduk, bisa disebut tendensius. Selain menilai muatan tendensius, hal tersebut dipasikan oleh Imam Sutanto langkah pemasangan baliho itu tidak memiliki legal standing dari kacamata hukum.

"Meski kita bisa anggap itu hak politik warga negara tapi tentu hal tersebut tidak ada legal standingnya," ucap Komisioner Bawaslu Samarinda, Imam Sutanto kepada TribunKaltim.Co, Kamis (24/10/2024).

Baca juga: Hadapi Kotak Kosong di Pilkada Samarinda 2024, Andi Harun: Demokrasi Kita Berdasarkan Hukum

Terlebih muatan narasi spanduk diduga melanggar Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

Dalam pasal 69 tentang Kampanye Dilarang;
a. mempersoalkan dasar negara Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon Walikota, Calon Wakil Walikota, dan/atau Partai Politik;

c. melakukan Kampanye berupa menghasut, memfitnah, mengadu domba Partai Politik, perseorangan, dan/atau kelompok masyarakat;

d. menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada perseorangan, kelompok masyarakat dan/atau Partai Politik;

e. mengganggu keamanan, ketenteraman, dan ketertiban umum;

Selain itu, spanduk bernarasi tendensius itu juga diduga kuat melanggar Pasal 187 ayat (2) ; Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan larangan pelaksanaan Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, atau huruf f dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 18 (delapan belas) bulan dan/atau denda paling sedikit, Rp600.000.00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak
Rp6.000.000.00 (enam juta rupiah).

Baca juga: Daftar 37 Paslon akan Lawan Kotak Kosong di Pilkada 2024, Andi Harun-Saefuddin Zuhri di Samarinda

Meski Spanduk yang bernarasi tendensius dan tak memiliki legal standing, namun Bawaslu Samarinda menilai hal itu sebagai aspirasi masyarakat.

"Tapi dalam hal ini, kita berkoordinasi dengan Satpol-PP untuk meminta tertibkan. hal tersebut jelas tidak memiliki legal standing, apalagi kita tidak mengetahui meraka siapa," tegas Imam.

Hal lain disampaikan oleh Ketua Bawaslu Samarinda Abdul Muin yang memberi tanggapan mengenaik spanduk pilih kotak kosong, yang tak jauh berbeda. Ia mengatakan narasi tendensius yang termuat di dalam spanduk bisa dikategorikan negative campaign.

Lanjutnya negative campaign  Abdul Muin jelaskan bisa disamakan dengan black campaign. Karena narasi yang dimuat dalam spanduk bermuatan hal tendensius, dan berpotensi merugikan pasangan calon.

"Sebab hal tersebut bisa lebih ke arah fitnah yang tidak berdasarkan fakta yang ada, serta cenderung mendeskriditkan pihak calon tertentu," terangnya Abdul Muin.

Abdul Muin mengatakan  diperlukan kajian dan analisa, sebelum ditentukan masuk ke ranah pelanggaran hukum atau tidak, karena penerapan hukum sulit dilakukan.

"Pihak Satpol-PP saat menemukan yang tidak sesuai aturan bisa langsung dilakukan penertiban dan berkordinasi dengan Bawaslu Samarinda, karena secara aturan, sudah ditetapkan tempat pemasangan spanduk dan atribut lainnya," Tutupnya.

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved