Berita Nasional Terkini
Profil Ipda Rudy Soik, Diduga Dapat Intimidasi Usai Ungkap Mafia BBM Ilegal, Anaknya Ketakutan
Inilah profil Ipda Rudy Soik, anggota Polda Nusa Tenggara Timur (NTT), bersama tim kuasa hukumnya mendatangi kantor LPSK di Jakarta.
TRIBUNKALTIM.CO - Inilah profil Ipda Rudy Soik, anggota Polda Nusa Tenggara Timur (NTT), bersama tim kuasa hukumnya mendatangi kantor Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) di Jakarta.
Kunjungan ini dilakukan karena Rudy merasa terancam dan mengalami intimidasi terkait pengungkapan kasus mafia bahan bakar minyak (BBM) ilegal serta kasus perdagangan orang di NTT.
Rudy Soik, yang telah mengungkap berbagai kasus tindak pidana, kini menghadapi ancaman serius.
"Saya merasa terancam. Ancaman ini mulai terasa sejak proses sidang Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) saya," ungkap Rudy.
Ancaman tersebut termasuk drone yang beroperasi di sekitar rumahnya dan pencegatan terhadap mobil istrinya.
Baca juga: Polda NTT Bongkar 12 Pelanggaran Ipda Rudy Soik, Pemecatan disebut Bukan terkait Kasus Mafia BBM
Akibat intimidasi ini, anak Rudy mengalami trauma dan tidak bisa bersekolah karena ketakutan.
Keluarga Rudy kini berada dalam pengawasan rohaniwan yang aktif mengadvokasi kasus-kasus human trafficking atau perdagangan orang.
Tim kuasa hukum Rudy, yang terdiri dari Ferdy Maktaen, Ermelina Singereta, dan Judianto Simanjuntak, membawa sejumlah bukti ke LPSK.
Di antaranya foto drone yang beroperasi di sekitar rumah Rudy.
Kemudian, bukti digital berupa gambar tangkapan layar terkait pengungkapan harta kekayaan Rudy yang diduga dilakukan oleh oknum intelijen kepolisian.
Rudy menyatakan, tuduhan terhadapnya mengenai kepemilikan harta tidak wajar adalah framing.
"Seumur hidup saya baru memiliki satu sertifikat tanah. Ini semua hanya untuk merusak reputasi saya," tegas Rudy.
Sementara itu, tim kuasa hukum Rudy juga berencana mengajukan banding atas putusan PTDH yang dijatuhkan oleh Komisi Kode Etik Polri Polda NTT.
Mereka juga meminta perlindungan untuk anggota tim hukum mereka, meskipun saat ini belum ada ancaman yang dialami oleh mereka.
"Jika perlu, kami akan mendatangi lembaga lain seperti Ombudsman RI dan Komnas HAM untuk mencari keadilan," kata Judianto.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.