Berita Nasional Terkini
Pemerintah Diminta Batalkan Kenaikan PPN 12 Persen Tahun 2025, Menkeu Sri Mulyani sebut Sesuai UU
Pemerintah diminta membatalkan kenaikan PPN menjadi 12 persen mulai tahun 2025. Namun menurut Menkeu, Sri Mulyani hal ini sudah sesuai dengan UU
TRIBUNKALTIM.CO - Kenaikan PPN menjadi 12 persen mulai tahun 2025 menjadi perhatian.
Rencana Pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN 112 persen yang akan dimulai 1 Januari 2025 diminta untuk dikaji ulang.
Menurut Menteri Keuangan, Sri Mulyani kenaikan PPN 12 persen ini bukanlah membabi buta melainkan sudah sesuai dengan Undang-undang (UU).
Selain kenaikan PPN 12 persen, Pemerintah juga diminta untuk membatalkan sejumlah rencana yang akan memberatkan bagi masyarakat termasuk pemangkasan subsidi Public Service Obligation (PSO) Kereta Rel Listrik (KRL)
Baca juga: Sri Mulyani Pastikan Tarif PPN 12 Persen Berlaku Mulai Januari 2025 demi Jaga Kesehatan APBN
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai selama ini daya beli tergerus karena ada kebijakan-kebijakan pemerintah yang mengurangi pendapatan disposable masyarakat.
Menurutnya kebijakan kenaikan PPN 12 persen di tahun depan, pemangkasan subsidi BBM, hingga pemangkasan subsidi PSO KRL wajib dibatalkan.
"Itu sudah menjadi insentif bagi kelas menangah untuk berbelanja dan meningkatkan daya beli," ungkap Nailul kepada Kontan, Rabu (13/11).
Kenaikan harga BBM Pertalite tahun 2022 hingga kenaikan tarif PPN dari 10 persen menjadi 11persen membuat pendapatan disposable masyarakat berkurang.
Maka insentif paling utama adalah pemberian subsidi-subsidi tersebut.
Di sisi lain, Nailul mengatakan untuk mendongkrak daya beli, insentif PPh 21 juga dapat diterapkan.
Kebijakan ini bisa dilakukan alih-alih memberikan tarif lebih rendah ke pajak korporasi.
"Dampak Pajak korporasi terhadap daya beli tidak langsung, mereka menurunkan tarif pajak dengan harapan bisa ekspansi," ujarnya seperti dikutip TribunKaltim.co dari kontan.co.id.

Padahal, pada kenyataannya yang terjadi perusahaan juga masih sulit untuk melakukan ekspansi.
Penurunan tarif pajak korporasi di beberapa tahun yang lalu ternyata tidak membuat perusahaan bisa ekspansi.
Baca juga: Terjawab! 3 Faktor yang Menjadi Pertimbangan Prabowo untuk Menunda Kenaikan PPN 12 Persen
"Jadi lebih baik langsung ke karyawannya melalui insentif pajak PPh 21 karyawan," ucapnya.
Aprindo Keberatan
Pengusaha keberatan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Mandey mengatakan, para pengusaha ritel tidak setuju dengan rencana kenaikan pajak PPN 12 persen.
Sehingga Aprindo mengusulkan agar rencana kenaikan itu ditunda dalam satu hingga dua tahun mendatang.
"Iya dong (tidak setuju PPN naik). Ini kita baru (selesai) deflasi.
Baru mau kembali lagi karena pemerintah mengangkat program-program barunya kan," beber Roy usai menghadiri peringatan Hari Ritel Nasional 2024 di JiExpo Kemayoran, 13 November 2024.
"Jadi jangan, PPN itu harus ditangguhkan. Minimal satu tahun ke depan.
Atau kalau bisa dua tahun. Karena sekarang minimal daya belinya bisa kembali dulu, gitu," ujar dia lagi.
Roy menegaskan, di pemerintahan yang baru ini pengusaha ritel memiliki harapan kondisi ekonomi menjadi lebih baik.
Baca juga: Berlaku Mulai 2025, Terjawab Sudah PPN 12 Persen Berlaku Kapan dan Dampak untuk Masyarakat
Sehingga pengurangan ekspansi yang dialami pengusaha ritel tidak berlanjut.
"Dengan catatan ya, PPN jangan dilakukan. Satu 1 persen itu jadi 12 persen. Itu harus ditangguhkan," tegasnya.
Bukan Membabi buta
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) naik dari sebelumnya 11 persen, menjadi 12 persen, harus dilaksanakan per 1 Januari 2025.
Menurut Sri Mulyani, penerapan PPN 12 persen tak bisa ditunda-tunda karena merupakan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Dikutip TribunKaltim.co dari kompas.com, Sri Mulyani mengatakan dari sisi keuangan negara, PPN 12 persen juga sudah waktunya untuk direalisasikan.
Pemerintah perlu menambah pos-pos penerimaan agar APBN bisa tetap sehat.
"Tapi (penerapannya) dengan penjelasan yang baik sehingga kita tetap bisa.
Bukannya membabi buta, tapi APBN memang tetap harus dijaga kesehatannya," ucap Sri Mulyani saat Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta, dikutip pada Jumat (15/11/2024).
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu megungkapkan, pemberlakuan PPN 12 persen tentu saja menuai pro dan kontra, salah satu kekhawatiran bisa melemahkan daya beli masyarakat.
Kendati demikian, disebutkan dalam Pasal 17 ayat (3), tarif PPN bisa bersifat fleksibel dalam kondisi tertentu, yang mana tarif PPN dapat diubah menjadi minimal 5 persen dan maksimal 15 persen.
"Namun, pada saat yang lain, APBN itu harus berfungsi dan mampu merespons dalam episode global financial crisis," ujar Sri Mulyani.
Ia mengingatkan, rencana kenaikan tarif PPN pada 2025 ini telah dibahas secara mendalam sebelumnya bersama Komisi XI DPR RI.
Sehingga saat sudah menjadi UU, seharusnya sudah tidak ada lagi pembahasan.
"Waktu kita bahas juga banyak debat mengenai itu, tapi counter cyclical tetap kita jaga," tuturnya.
(*)
Ikuti berita populer lainnya di Google News, Channel WA, dan Telegram
Jejak Masa Muda Ida Yulidina, Istri Menkeu Purbaya Sempat jadi Model Majalah |
![]() |
---|
13 Uang Kertas Rupiah yang Dicabut BI dan Tak Berlaku Tahun 2025, Lengkap Jangka Waktu Penukaran |
![]() |
---|
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran 2 Periode, PDIP: Itu untuk Lindungi Gibran, Bukan Negara |
![]() |
---|
Besaran Uang Operasional Kader Posyandu Pengantar MBG, Bisa Raup Rp400 Ribu per Bulan |
![]() |
---|
Ahmad Sahroni Muncul Perdana Usai Rumahnya Sempat Viral Dijarah, Minta Maaf ke Semua Pihak |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.