Berita Nasional Terkini
Penyesalan Syahruna, Operator Mesin Cetak Uang Palsu UIN, Belum Mahir Gunakan Alat Sudah Tertangkap
Penyesalan Syahruna, sosok operator mesin cetak uang palsu UIN Makassar, gagal produksi uang palsu senilai Rp 50 triliun.
TRIBUNKALTIM.CO - Penyesalan Syahruna, sosok operator mesin cetak uang palsu UIN Makassar, gagal produksi uang palsu senilai Rp 50 triliun.
Diakui Syahruna, ia menyesal belum mahir menggunakan alat mesin pencetak uang palsu dan sudah tertangkap.
Saat ini, Syahruna telah ditetapkan sebagai salah satu tersangka.
Ia menceritakan langsung bagaimana proses uang palsu tersebut dibuat.
Baca juga: Uang Palsu UIN Makassar Diduga Mengalir ke Pilkada 2024, Tersangka Mengaku Ada Orderan Miliaran
Proses produksi uang palsu dilakukan di dalam Kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Jl Yasin Limpo, Gowa.
Dari penangkapan dua tersangka M dan AI, polisi terus mendalami kasus itu hingga mendapati mesin pencetakan uang palsu di dalam kampus.

Mesin berukuran besar dengan berat diperkirakan dua ton lebih disembunyikan di dalam ruangan yang ada di Perpustakaan UIN Alauddin.
Sebagai sosok yang memiliki peran sentral, Syahruna yang berasal dari Ujung Pandang Baru, Makassar, menceritakan keahliannya dalam memproduksi uang palsu.
Pria kelahiran 1973 yang kini berusia 52 tahun tersebut mengaku awalnya belajar dari otak kasus ini bernama Annar Salahuddin Sampetoding (ASS).
Keahlian tersebut lalu didalami secara otodidak oleh Syahruna.
"Diajarin sama bos ASS. Terus disuruh belajar sendiri," katanya di kanal tvOneNews, Rabu (1/1/2025).
Syahruna mengaku menyesal ditangkap polisi sebelum mahir betul mengoperasikan mesin pencetak uang palsu.
Padahal Syahruna memastikan bisa memproduksi uang palsu hingga Rp 50 triliun dalam waktu 3 hari.
"Sayangnya saya belum sempat mahir untuk mempergunakan alat itu" ungkapnya.
"Andaikan itu bisa berjalan (tidak terbongkar, red). Kemungkinan 2-3 hari bahan uang palsu 40 dus bisa habis (jadi uang palsu sebanyak Rp 50 triliun)," jelasnya.
Selain itu, Syahruna pun turut membongkar tahapan produksi uang palsu.
Ada 19 tahapan yang harus dilewati agar uang palsu siap untuk diedarkan.
Baca juga: Profil Syahruna, Operator Mesin Uang Palsu UIN Makassar, Bisa Cetak Rp50 Triliun dalam 3 Hari
Satu saja tahapan tidak lolos, maka uang palsu akan cacat dan terpaksa dibuang.
"Ada 19 tahapan, kalau ada salah satu tahapan rusak, maka gagal dan dibuang.
Dari 19 tahapan itu harus lulus semua" urai Syahruna mengutip Tribunnews.
Syahruna lantas menguraikan secara garis besar tahapan produksi uang palsu yang dimulai dari mencetak benang pengaman dan tanda air.
Pembuatan kedua item itu menggunakan mesin sablon.
"Setelah itu cetak UV-nya dan magnetik agar lolos dari mesin (cek uang palsu)," tambahnya.
Syahruna menyebut di awal pembuatan uang palsu, ia dan kawan-kawan tidak memproduksi banyak hanya ada satu rim atau 500 lembar uang palsu.
"Sedikit dulu karena itu butuh proses," jelasnya.
Syahruna mengaku dari 200 lembar, komplotannya mampu memproduksi uang palsu sebanyak Rp 100 juta.
Sedangkan bahan-bahan sebelumnya sudah disimpan di gudang yang lokasinya berada di lantai dua gedung perpustakaan.
Syahruna juga menjelaskan, semua bahan berasal dari China.
"Pesan di China semua," tambahnya.
Waktu Proses Produksi
Syahruna sebagai operator mesin pecetak uang dibantu tersangka lain bernama Ibrahim.
"Ibrahim dia koordinator tempat dan situasi," ujar Syahruna.
Syahruna juga mengakali lokasi pembuatan uang palsu di perpustakaan UIN Makassar yang ada di lantai bawah dekat sudut kamar mandi dengan sengaja disekat untuk menaruh mesin pencetak uang palsu.
"Dikasih peredam agar nggak kedengeran. Jendela semua ditutup," timpalnya.
Syahruna mengurai, produksi uang palsu dimulai dari jam 11.00 menjelang siang hingga 17.00 sore.
Seminggu sebelum terbongkar, pabrik semakin menggenjot produksinya, bahkan Syahruna harus lembur hingga pagi.
Para pencetak uang palsu ini diperintahkan agar bekerja sesuai jam kantor karena mereka takut ketahuan oleh sekuriti yang patroli secara rutin.
Ditambah saat produksi, mesin mengeluarkan suara sehingga bisa menimbulkan kecurigaan.
Belakangan terungkap, mesin pencetak uang palsu itu berasal dari China dan dibeli dengan harga Rp 600 juta.
Syahruna menyebut, mesin memiliki tingkat presisi yang tinggi dibandingkan mesin cetak pada umumnya.
Dari pengakuannya, Syahruna menyebut tidak ada rencana pabrik itu memproduksi uang asing.
Hanya saja, Syahruna sempat mendapat orderan uang palsu untuk Pilkada 2024.
"Ada pesanan katanya berapa miliar untuk Pilkada. Saya tidak menanggapi begitu serius," terangnya.
Di akhir, Syahruna bersedia bergabung karena dijanjikan mendapatkan bagian uang palsu.
Setiap 10 lembar uang yang diproduksi, Syahruna mendapatkan 1 bagian.
"Dijanjikan juga dibelikan tanah dan rumah oleh (tersangka) Ibrahim," tandasnya.
Sudah Beredar Rp 745 Triliun?
Sejak kasus uang palsu ini mencuat, publik pun jadi resah soal jumlah palsu yang telah beredar luas bahkan muncul isu sudah mencapai Rp 745 triliun.
Kabar itu mencuat di media sosial X yang diramaikan dengan narasi sebaran uang palsu di masyarakat mencapai Rp 745 triliun.
Hal tersebut awalnya diungkap oleh seorang pengguna media sosial TikTok dan dibagikan kembali di X pada Minggu (29/12/2024).
'Uang Palsu Ciptaan UIN Alauddin Tersebar Lebih Dari Rp 745 T Dalam Masyarakat,' bunyi unggahan itu.
Lantas, benarkan uang palsu yang beredar di masyarakat mencapai Rp 745 triliun?
Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia (BI) Marlison Hakim membantah informasi tersebut.
"Dapat kami tegaskan bahwa berita di media sosial terkait produksi uang palsu yang mencapai 745 triliun adalah tidak benar," tegas Marlison saat dihubungi Senin (30/12/2024) mengutip Kompas.com.
Menurut Marlison, berdasarkan penegasan kepolisian, uang palsu yang dicetak dengan nominal Rp 100.000 itu telah diproduksi sebanyak 4.906 lembar dan 972 uang lembar yang belum terpotong.
Kendati demikian, BI enggan mengungkap berapa total nominal uang palsu tersebut.
Selain uang palsu, polisi juga menemukan dokumen sertifikat SBN senilai 700 triliun dan Deposito BI senilai Rp 45 triliun yang juga diduga palsu.
"Perlu kami tegaskan bahwa BI di Departemen Pengelolaan Uang, tidak pernah mengeluarkan sertifikat deposito. Jadi yang senilai Rp 745 triliun adalah sertifikat palsu bukan nilai uang palsu yang diproduksi," jelas Marlison.
Marlison menyampaikan, produksi uang palsu UIN Alauddin Makassar baru dilakukan pada Mei 2024, bukan 2010.
Marlison juga menyampaikan, berdasarkan hasil penelitian BI, uang palsu UIN Alauddin Makassar memiliki kualitas yang relatif sangat rendah.
Sampel barang bukti teridentifikasi uang palsu tersebut bukan dicetak dengan mesin cetak uang, melainkan dicetak menggunakan teknik cetak inkjet printer dan sablon biasa.
Hal itu sejalan dengan barang bukti mesin cetak temuan polisi berupa mesin cetak inkjet dan sablon biasa.
"Mesin itu bukan tergolong ke dalam mesin pencetakan uang," kata Marlison.
Sementara, mesin cetak besar yang diberitakan dibeli di China, belum dipakai tersangka untuk mencetak uang palsu.
Meski belum digunakan, Marlison memastikan mesin tersebut juga bukan tergolong mesin pencetakan uang.
Dengan mesin cetak umum itu, tidak ada unsur pengaman uang yang berhasil dipalsukan, misalnya benang pengaman, watermark, electrotype, dan gambar UV.
Kertas yang digunakan untuk mencetak uang palsu pun merupakan kertas biasa.
"Dengan demikian, dapat dikatakan uang palsu tersebut berkualitas sangat rendah seperti temuan uang palsu pada kasus-kasus sebelumnya," terang Marlison.
Berdasarkan data BI, temuan uang palsu menunjukkan tren yang semakin menurun seiring dengan meningkatnya kualitas uang (bahan uang, teknologi cetak, dan unsur pengaman) yang semakin modern dan terkini.
Selain itu, adanya literasi Cinta Bangga Paham (CBP) rupiah nasional secara masif dan koordinasi rutin dengan seluruh unsur Botasupal, juga menurunkan kesadaran masyarakat terhadap uang palsu.
"Sepanjang tahun 2024 rasio uang palsu tercatat sebesar 4 ppm (piece per million atau 4 lembar dalam setiap 1 juta uang yang beredar), atau lebih rendah dari tahun 2022 dan 2023 pada 5 ppm, 2021 pada 7 ppm, dan 2020 pada 9 ppm," ujarnya.
Untuk mencegah peredaran uang palsu, masyarakat juga bisa berperan aktif dengan mengidentifikasi keaslian uang dan tidak mendistribusikan kembali uang palsu.
Hingga saat ini sudah ada 19 orang yang ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus uang palsu di UIN Alauddin Makassar.
Kapolres Gowa, AKBP Reonald TS Simanjuntak menyatakan, pihaknya masih memburu dua pelaku yang masih buron.
Artikel ini telah tayang di SuryaMalang.com dengan judul Cara Syahruna Operator Mesin Cetak Buat Uang Palsu di UIN Makassar, Menyesal Rp 50 T Gagal Produksi
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.