Pilkada Kaltim 2024

Isran–Hadi Tuding Pilkada Kaltim Ada Kecurangan TSM, Memohon PSU atau Diskualifikasi Lawan

Agus Amri juga menekankan, bahwa jika melihat apa yang dimohonkan paslon 01, rata–rata semua masuk dalam ranah Bawaslu

Penulis: Mohammad Fairoussaniy | Editor: Budi Susilo
HO/MK
Isran Noor pertama kalinya tampil di publik pasca penetapan hasil Pilgub Kaltim pada Desember 2024 lalu, hadir langsung mendampingi kuasa hukumnya, Refly Harun dan Raden Violla Reininda Hafidz mengikuti jalannya sidang sengketa hasil pilkada, di Lantai 4 Gedung MK, Jakarta, Kamis (9/1/2025). (HO/ MK RI) 

Hal ini tentu tidak menyalahi aturan, 01 juga diusung oleh 5 partai politik (parpol).

Sehingga tudingan ini malah melebar menuduh paslon lain dalam pilkada lainnya yang melawan kotak kosong bisa kena imbas dan dituduh pula memborong partai.

“Walaupun begitu, semua kami dari 02 siap menghadapi gugatan 01 ke MK sebagai pihak terkait, meski gugatan tidak masuk akal dan mengada–ngada. Kami harap gugatan pada sidang pertama sudah gugur/dissmisal karena syarat dasar 1,5 persen sudah terlampaui dengan selisih suara kita 11,33 % atau 202.601 suara,” tandasnya.

Tim Hukum Rudy Seno, Agus Amri juga menambahkan bahwa permohonan gugatan yang diajukan oleh pihak 01 Isran–Hadi tentu menjadi hak hukum.

Selaku kuasa hukum, ia menghormati proses hukum yang sedang menguji hasil pemilihan di MK. 

Pihaknya juga sudah sangat siap sekali dengan seluruh bukti-bukti yang dimiliki.

Tetapi, jika dilihat materi yang telah diterima pihaknya, seharusnya tidak memenuhi syarat sampai pada sidang pembuktian.

Pasalnya, aturan mengenai permohonan PHP Kada di MK tersebut setidaknya diatur ke dalam dua peraturan. 

Pertama, Pasal 158 UU Pilkada (UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pilkada, yang mengalami perubahan melalui UU Nomor 8 Tahun 2015 dan UU Nomor 10 Tahun 2016) dan Pasal 4 Peraturan MK tentang Hukum Acara PHPKada yang terbaru, yaitu Peraturan MK Nomor 3 Tahun 2024 tentang Tentang Tata Beracara Dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (PMK 3 Tahun 2024).

Pasal 158 UU Pilkada mengatur ambang batas perbedaan suara yang bisa diajukan sebagai perselisihan hasil di MK. Ambang batas ini ditetapkan berdasarkan jumlah penduduk di wilayah yang bersangkutan, baik untuk tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. 

Untuk provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan dua juta jiwa, ambang batas perbedaan suara yang dapat diajukan sebagai perselisihan adalah maksimal 2?ri total suara sah hasil penghitungan suara.

Sementara itu, untuk provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari dua juta jiwa hingga enam juta jiwa, ambang batas perbedaan suara yang dapat diajukan adalah maksimal 1,5 persen. 

Untuk provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari enam juta jiwa hingga 12 juta jiwa, ambang batasnya adalah 1 persen, dan untuk provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12 juta jiwa, ambang batas perbedaan suara yang bisa diajukan adalah 0,5 %

“Dengan segala hormat, karena selisih ini lebih terlalu jauh. Karena lebih dari 11 persen. Karena syarat maksimum untuk bisa diperiksa lebih lanjut itu hanya saat ada selisih 1 persen,” tegasnya.

“Itu semua melalui ketentuan UU 10 tahun 2016 perihal syarat untuk diperiksa oleh Mahkamah Konstitusi itu jika terdapat selisih paling banyak 1 persen. Itu berarti bisa diperiksa ketika ada selisih suara sekitar 28 ribuan. Sedangkan faktanya terdapat selisih suara lebih dari 200 ribu,” sambung Agus Amri.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved