Pendidikan

Siapa Bapak Pramuka Indonesia? Ternyata Seorang Sultan, Simak Sejarah dan Penemu Sandi Semaphore

Siapa Bapak Pramuka Indonesia? Ternyata seorang Sultan, simak juga sejarah dan penemu sandi Semaphore.

KOMPAS/DUDY SUDIBYO/KOMPAS/JB SURATNO
BAPAK PRAMUKA INDONESIA - Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Bapak Pramuka Indonesia. Siapa Bapak Pramuka Indonesia? Ternyata seorang Sultan, simak juga sejarah dan penemu sandi Semaphore. 

TRIBUNKALTIM.CO - Siapa Bapak Pramuka Indonesia? Ternyata seorang Sultan, simak juga sejarah dan penemu sandi Semaphore.

Sri Sultan Hamengku Buwono IX adalah Bapak Pramuka Indonesia.

Sedangkan Bapak Pramuka Dunia adalah Robert Baden-Powell

Hari Pramuka diperingati setiap tanggal 14 Agustus. 

Baca juga: Siapa Pencipta Lagu Hyme Pramuka? Cek Juga Lirik, Sejarah hingga Asal-usul Nama Pramuka 

Inilah profil Bapak Pramuka di Indonesia, lengkap dengan sejarahnya.

Sri Sultan Hamengku Buwono IX didapuk menjadi Bapak Pramuka, sejak dulu.

Bapak Pramuka di Indonesia memiliki peran penting dalam pembentukan gerakan Pramuka di Indonesia.

Sri Sultan Hamengku Buwono IX menjadi Bapak Pramuka Indonesia karena telah menjadi Ketua Kwartir Nasional dari Masa ke Masa.

Mengutip dari pramuka.or.id, Sri Sultan Hamengku Buwono menjadi Ketua Kwartir Nasional pada tahun 1961 hingga 1974.

Gerakan Pramuka adalah gerakan yang didirikan dengan tujuan membentuk mental penerus bangsa agar bisa berbakti pada negeri.

Melansir dari Bobo.grid.id, istilah Pramuka brasal dari bahasa Inggris scouting, yang pertama kali diperkenalkan oleh Sir Robert Baden Powell.

Gerakan pramuka ini menyebar hingga negara Indonesia.

Pramuka dilambangkan dengan simbol tunas kelapa.

Hal tersebut ditentukan dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 238 Tahun 1961 yang  diputuskan sejak tanggal 20 Mei 1961.

Kemudian gerakan Pramuka secara resmi diperkenalkan ke masyarakat Indonesia pada tanggal 14 Agustus 1961, setelah Presiden Republik Indonesia menganugerahkan Panji Gerakan Pramuka dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 448 Tahun 1961.

Sejak saat itulah tanggal 14 Agustus diperingati sebagai Hari Ulang tahun Gerakan Pramuka di Indonesia.

Gerakan pendidikan kepanduan di Tanah Air sudah muncul sejak zaman Hindia-Belanda.

Tahun 1912, latihan sekelompok pandu di Batavia (nama Jakarta pada masa penjajahan Belanda), yang kemudian menjadi cabang dari Nederlandsche Padvinders Organisatie (NPO).

Kemudian cabang tersebut disahkan berdiri sendiri dan dinamakan Nederlands-Indische Padvinders Vereeniging (NIPV) atau Persatuan Pandu-Pandu Hindia Belanda.

Sebagian besar anggota NIPV adalah pandu-pandu keturunan Belanda.

Tetapi, pada 1916 berdiri suatu organisasi kepanduan yang sepenuhnya merupakan pandu-pandu bumiputera. Adalah Mangkunegara VII, pemimpin Keraton Solo yang membentuk Javaansche Padvinders Organisatie Setelah itu muncul organisasi kepanduan berbasis agama, kesukuan dan lainnya.

Antara lain Padvinder Muhammadiyah (Hizbul Wathan), Nationale Padvinderij, Syarikat Islam Afdeling Pandu, Kepanduan Bangsa Indonesia, Indonesisch Nationale Padvinders Organisatie, Pandu Indonesia, Padvinders Organisatie Pasundan, Pandu Kesultanan, El-Hilaal, Pandu Ansor, Al Wathoni, Tri Darma (Kristen), Kepanduan Asas Katolik Indonesia, dan Kepanduan Masehi Indonesia.

Kepanduan yang ada di Hindia-Belanda ternyata berkembang cukup baik.

Hal itu menarik perhatian pula dari Bapak Pandu Sedunia, Lord Baden-Powell, yang bersama istrinya, Lady Baden-Powell, dan anak-anak mereka, mengunjungi organisasi kepanduan di Batavia, Semarang, dan Surabaya, pada awal Desember 1934.

Para pandu di Hindia-Belanda pernah pula mengikuti Jambore Kepanduan Sedunia.

Bila pada Jambore Sedunia 1933 di Hungaria hanya sebatas pada kunjungan delegasi kecil untuk menyaksikan kegiatan akbar itu, maka pada Jambore Sedunia 1937 di Belanda, ikut pula Kontingen Pandu Hindia-Belanda yang terdiri dari Pandu-pandu keturunan Belanda, bumiputera khususnya dari Batavia dan Bandung, lalu dari Pandu Mangkunegaran, dari Ambon, dan sejumlah Pandu keturunan Tionghoa dan Arab.

Sementara di dalam negeri, kegiatan perkemahan dan jamboree kepanduan juga diadakan di sejumlah tempat. Di antaranya pada 19-23 Juli 1941 di Yogyakarta berlangsung All Indonesian Jamboree atau “Perkemahan Kepanduan Indonesia Oemoem.”

Pada 27-29 Desember 1945 berlangsung Kongres Kesatuan Kepanduan Indonesia di Surakarta.

Kongres tersebut menghasilkan Pandu Rakyat Indonesia sebagai satu-satunya organisasi kepramukaan di Indonesia.

Namun, ketika Belanda kembali mengadakan agresi militer pada 1948, Pandu Rakyat dilarang berdiri di daerah-daerah yang sudah dikuasai Belanda.

Hal tersebut memicu munculnya organisasi lain, seperti Kepanduan Putera Indonesia (KPI), Pandu Puteri Indonesia (PPI), dan Kepanduan Indonesia Muda (KIM).

Pada perkembangannya, kepanduan Indonesia kemudian terpecah menjadi 100 organisasi yang tergabung dalam Persatuan Kepanduan Indonesia (Perkindo). Namun, jumlah perkumpulan kepramukaan di Indonesia tidak sebanding dengan jumlah anggota perkumpulan. Selain itu masih ada rasa golongan yang tinggi.

Sehingga membuat Perkindo menjadi lemah. Untuk mencegah hal itu, Presiden Soekarno bersama Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang saat itu merupakan Pandu Agung, menggagas peleburuan berbagai organisasi kepanduan dalam satu wadah.

Hal itu pertama kali diungkapkan Presiden Soekarno ketika mengunjungi Perkemahan Besar Persatuan Kepanduan Putri Indonesia di Desa Semanggi, Ciputat, Tangerang, pada awal Oktober 1959.

Presiden kemudian juga mengumpulkan tokoh dan pemimpin gerakan kepanduan di Indonesia. Seluruh organisasi kepanduan yang ada, dilebur menjadi satu dengan nama Pramuka. Presiden menunjuk panitia terdiri atas Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Prijono, Azis Saleh, Achmadi, dan Muljadi Djojo Martono.

Gerakan Pramuka tersebut diawali dengan serangkaian peristiwa yang saling berkaitan.

Lalu pada 9 Maret 1961 diresmikan nama Pramuka dan menjadi Hari Tunas Gerakan Pramuka.

Pada 20 Mei 1961, diterbitkan Keputusan Presiden Nomor 238 Tahun 1961 tentang Gerakan Pramuka dan momen tersebut dikenal sebagai Hari Permulaan Tahun Kerja. Pada 20 Juli 1961, para wakil organisasi kepanduan Indonesia mengeluarkan pernyataan di Istana Olahraga Senayan, untuk meleburkan diri ke dalam organisasi Gerakan Pramuka. Sehingga disebut sebagai Hari Ikrar Gerakan Pramuka.

Setelah itu, pada 14 Agustus 1961, Gerakan Pramuka diperkenalkan secara resmi kepada masyarakat luas dalam suatu upacara di halaman Istana Negara.

Hal ini ditandai dengan penyerahan Panji Gerakan Pramuka dari Presiden Soekarno kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang juga menjadi Ketua pertama Kwartir Nasional Gerakan Pramuka.

Panji itu lalu diteruskan Sri Sultan Hamengku Buwono IX kepada suatu barisan defile yang terdiri dari para Pramuka di Jakarta, dan dibawa berkeliling kota.

Maka tanggal 14 Agustus kemudian ditetapkan sebagai Hari Pramuka dari dirayakan seluruh Pramuka setiap tahunnya.

Sejarah dan Penemu Sandi Semaphore

Penemu sandi semaphore adalah Claude Chappe, seorang insinyur Prancis. 

Salah satu metode yang wajib dipahami dalam kegiatan Praja Muda Karana atau disingkat Pramuka adalah semaphore.

Semaphore atau semafor adalah salah satu metode yang digunakan untuk mengirim sinyal atau pesan dengan menggunakan alat-alat sederhana.

Biasanya, alat sederhana yang digunakan adalah bendera, batang, atau pun tangan kosong.

Fungsi alat sederhana yang digunakan seperti bendera dan tiang adalah untuk memperjelas arah gerakan tangan ketika menyampaikan sebuah pesan.

Metode semaphore diciptakan oleh seorang insinyur sekaligus pendeta asal Perancis bernama Claude Chappe pada 1790.

Pada masa itu, tujuan dibentuknya semaphore adalah untuk kepentingan komunikasi militer supaya setiap anggota militer dapat berkomunikasi jarak jauh.

Bedanya semaphore pada zaman itu dan sekarang adalah pada zaman dulu semaphore tidak digerakkan menggunakan bendera, tetapi menggunakan kayu berukuran besar yang berbentuk menyerupai lengan.

Kayu tersebut kemudian dipasang di atas menara-menara tinggi yang berjarak 5-10 mil atau sekitar 8-160 kilometer antara satu menara dengan menara lainnya.

Pada setiap menara dipasang signaller sebagai operator dan teleskop sebagai alat bantu untuk melihat pesan yang dikirimkan signaller lain dari jarak jauh.

Kemudian, pada abad ke-19, metode ini banyak diadopsi sebagai metode komunikasi antarkapal.

Pada momen inilah bendera semaphore mulai diterapkan. Untuk berkomunikasi antarakapal, para anggota militer tidak lagi menggunakan kayu besar, melainkan menggunakan bendera.

Hingga Perang Dunia I, semaphore masih terus digunakan meskipun saat itu teknologi telepon dan radio sudah ditemukan.

Sebab, penggunaan telepon dan radio rawan untuk disadap oleh musuh, sehingga semaphore masih digunakan untuk menyampaikan sebuah pesan rahasia.

Tidak hanya itu, semaphore juga dianggap lebih sederhana dan dapat digunakan dalam kondisi apapun, khususnya dalam kondisi susah sinyal.

Oleh sebab itu, semaphore masih banyak digunakan dalam kondisi darurat. Sampai saat ini, semaphore masih terus digunakan.

Bahkan semaphore dijadikan materi yang diajarkan dan wajib dihafalkan oleh seluruh anggota pramuka. Terhitung ada 30 formasi gerakan semaphore yang bergerak sesuai dengan arah jarum jam, berputar ke kanan. (*)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Profil Bapak Pramuka Indonesia, Lengkap dengan Sejarah Terbentuknya Gerakan Pramuka di Indonesia dan Kompas.com 

Ikuti berita populer lainnya di Google News, Channel WA, dan Telegram

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved