Berita Nasional Terkini
Alasan Mahfud MD Tegaskan Kasus Pagar Laut Tangerang Harus Dinyatakan sebagai Kasus Pidana
Pakar Hukum Mahfud MD menegaskan kasus pagar laut Tangerang harus segera dinyatakan sebagai kasus pidana.
TRIBUNKALTIM.CO - Pakar Hukum Mahfud MD menegaskan kasus pagar laut Tangerang harus segera dinyatakan sebagai kasus pidana.
Mahfud MD mengatakan, seharusnya pemerintah bisa lebih tegas dengan kasus ini.
Bahkan, Mahfud menyebutnya sudah masuk ranah pidana.
Tindak pidana yang terlihat jelas, menurut Mahfud dengan adanya sertifikat ilegal.
Baca juga: Fakta Terkini Cuitan Susi Pudjiastuti yang Disorot di Tengah Polemik Pagar Laut Tangerang
Dia menyebut adanya sertifikat ilegal tentu melalui proses kolusi dan korupsi yang berkesinambungan.
"Kasus pemagaran laut, seharusnya segera dinyatakan sebagai kasus pidana," buka Mahfud MD melalui cuitan akun X pada Sabtu (25/1/2025), seperti dikutip TribunJatim.com via penelusuran TribunSolo.com, Senin.
Pemerintah, singgung Mahfud, jangan hanya mebongkar pagarnya saja.
Namun, harus segera turun tangan untuk melakukan penyelidikan.
"Bukan hanya ramai-ramai membongkar pagar. Segerakah lidik dan sidik. Di sana ada penyerobotan alam, pembuatan sertifikat ilegal, dugaan kolusi-korupsi."
"Tetapi kok tidak ada aparat penegak hukum pidana yang bersikap tegas?" lanjutnya.
Dia mengatakan, langkah pemerintah selama ini terkait kasus pagar laut ini bersifat hukum administrasi dan teknis.
"Padahal tindak pidana jelas: merampas ruang publik dengan sertifikat ilegal."

Sementara itu, kabar terbaru menyatakan, pagar laut ternyata tak hanya terpasang di perairan Kabupaten Tangerang dan Bekasi, tapi juga di Teluk Jakarta.
Karena itu, sebelum heboh disorot publik, Direktorat Kepolisian Air dan Udara (Ditpolairud) Polda Metro Jaya melakukan pencabutan, Senin (27/1/2025).
Pantauan Warta Kota di Subdit Patroli Direktorat Kepolisian Perairan Polda Metro Jaya, Pluit, Jakarta Utara, sejumlah personel melaksanakan apel terlebih dahulu yang dipimpin Kasubdit Patroli Airud Polda Metro Jaya Kompol Fredy Yudha Satria.
Fredy tampak memberikan arahan kepada para personel yang terjun dalam pencabutan pagar laut di perairan Teluk Jakarta pagi ini. Ada sebanyak 16 personel yang ikut apel.
"Kita akan melaksanakan kegiatan patroli di wilayah hukum Polda Metro Jaya dan dilanjutkan pencabutan pagar laut di perairan Teluk Jakarta atau Polda Metro Jaya," ujarnya.
Adapun kegiatan tersebut dilakukan guna membantu percepatan pembongkaran pemagaran laut. Alat-alat pun telah disiapkan.
"Tolong pagar laut atau bambu-bambu dicabut atau diambil untuk kita amankan," ujarnya.
"Nanti pelaksana tolong menggunakan alat yang telah disiapkan berikut pelampung dan lain-lain," imbuhnya.
Lebih lanjut, Fredy turut meminta para personel untuk menjaga keselamatan selama proses pembongkaran pagar laut.
"Utama keselamatan bagi rekan-rekan semua. Nanti dibagi pelaksanaan dan kegiatan untuk melakukan pencabutan pagar laut yg masuk wilayah polair atau Teluk Jakarta," katanya.
"Tolong laksanakan dengan maksimal ikhlas dan hati untuk kegiatan yang dilaksanakan," sambung Fredy.
Nelayan Kholid mengaku sudah menderita sebelum pagar laut di perairan Tangerang, Banten, viral di media sosial.
Saat itu, penambangan pasir tengah marak.
Hal itu ternyata mengganggu aktivitas nelayan, sama seperti pagar laut misterius.
Saat bercerita, Kholid menyinggung mana Anies Baswedan dan Ahok.
Seperti diketahui, pagar laut misterius membentang 30 kilometer di perairan Tangerang, Banten.
Ternyata nelayan di sekitar perairan itu tak sekali mengalami hal serupa.
Baca juga: Kata Kades Kohod, Menteri Nusron, hingga Jokowi soal Polemik HGB dan SHM Pagar Laut Tangerang
Penambangan pasir turut menjajah para nelayan pada 2005.
Kala itu, ia dan sesama rekan nelayan, memperjuangkan supaya penambangan pasir laut di wilayah pesisir Banten dibatalkan.
Kholid mengungkapkan, di tahun 2005, ramai kasus penambangan pasir laut untuk reklamasi di Teluk Jakarta, yang kini menjadi Pantai Indah Kapuk 1 (PIK 1).
"Saya merasa dijajah sejak tahun 2005, yaitu kasus penambangan pasir laut. Penambangan pasir laut itu, wilayah pesisir Banten yang materialnya dibawa ke reklamasi, Teluk Jakarta."
"Itu (kemudian jadi) PIK 1. (Saya) sudah menderita (sejak PIK 1 dibangun)" kisah Kholid dalam siniar Abraham Samad SPEAK UP yang tayang pada Sabtu (18/1/2025).
Kholid kemudian mengungkapkan, ia dan sesama rekan nelayan sempat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Pada 2016, gugatan Kholid dan kawan-kawan dikabulkan.
Ia menyebut gugatan itu dikabulkan saat pergantian Gubernur DKI Jakarta, dari Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ke Anies.
Kholid mengaku saat pergantian gubernur itu, ia dan rekan-rekannya hidup sedikit lebih tenang.
Ia bisa kembali mencari ikan tanpa terganggu kegiatan korporasi.
"(Kasus PIK) sempat berhenti tahun 2016, alhamdulillah menang (gugatan)."
"Itu juga menang karena pergantian Gubernur Jakarta, dari Ahok ke Anies. Dari situ agak tenang, tuh! Saya bisa nangkap ikan lagi," ungkap Kholid, seperti dilansir TribunJatim.com di artikel berjudul Jangan Hanya Ramai-ramai Bongkar Pagar Laut, Mahfud MD Ingatkan Ranah Pidana di Baliknya: Merampas.
Ikuti berita populer lainnya di Google News, Channel WA, dan Telegram
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.