Berita Nasional Terkini

Nusron Wahid Copot Enam Pejabat Kementerian ATR BPN, Mengapa Belum Dibawa ke Ranah Pidana?

Nusron Wahid copot 6 pejabat Kementerian ATR BPN, mengapa belum dibawa ke ranah pidana?

KOMPAS.com/SUHAIELA BAHFEIN
PAGAR LAUT TANGERANG - Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid usai meninjau pembatalan sertifikat di kawasan pagar laut Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, Jumat (24/1/2025).Nusron Wahid mencopot enam pejabat di kementeriannya, namun belum dibawa ke ranah pidana. (KOMPAS.com/SUHAIELA BAHFEIN ) 

Mereka diduga terlibat dalam penyalahgunaan wewenang sejak 2012.

“Kalau terlapor itu kan oknum kepala desa di beberapa desa, bukan Kohod saja loh ya, ada di Pakuaji, di beberapa yang lain itu ada,” ujar Boyamin saat ditemui di Kejaksaan Agung, Kamis (30/1/2025).

Tak hanya kades, penyalahgunaan wewenang ini diduga juga melibatkan oknum di tingkat kecamatan, kabupaten, hingga pejabat pertanahan di Kabupaten Tangerang.

“Terus yang terakhir otomatis oknum di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Tangerang karena terbitnya HGB dan SHM ini pada posisi di BPN. Nampaknya ada akal-akalan,” kata Boyamin.

Baca juga: Susno Duadji Blak-blakan Sosok Ini Harus Segera Ditangkap di Kasus Pagar Laut Tangerang, Sebut Peran

Boyamin menduga, sejumlah oknum mengakali surat-surat yang terbit dengan keterangan luas lahan maksimal dua hektar.

Ketentuan ini sengaja diatur secara khusus agar pejabat daerah tidak perlu meminta persetujuan ke pusat.

Kendati demikian, Boyamin menduga, pihak pusat juga terlibat dalam pembuatan surat-surat ini.

Berdasarkan kesaksian sejumlah warga yang mengadu kepada Boyamin, pembuatan surat ini mulai terjadi pada tahun 2012.

Saat itu, isu reklamasi mencuat sehingga warga berbondong-bondong membeli segel pernyataan keluaran tahun 1980-an.

“Jadi, urutannya begini, 2012 itu kemudian ada isu mau ada reklamasi dan sebagainya. Maka kemudian, warga banyak yang membeli segel tahun 1980-an ke Kantor Pos Teluk Naga dan ke Jakarta,” lanjut Boyamin.

Segel ini dipergunakan untuk menerbitkan surat keterangan lahan garapan. Surat ini kemudian dijual kembali dengan harga miring, kisaran Rp 2 juta hingga Rp 7 juta.

“Setelah punya surat keterangan garapan itu, diketahui kepala desa, dan sebagainya, terus (surat) dijual lagi kepada (pihak) A, kepada B,” jelas dia.

Melalui proses jual beli yang ada, surat ini kemudian sampai ke tangan sejumlah perusahaan yang namanya disebutkan sebagai pemilik izin lahan pagar laut.

Kemudian, perusahaan-perusahaan ini membuat surat hak guna bangunan (HGB) pada tahun 2023.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com 

Ikuti berita populer lainnya di Google NewsChannel WA, dan Telegram

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved