Tribun Kaltim Hari Ini

Semakin Glow Up, Tugu Putri Lemlai Suri Dicat Pemkab Bulungan 

Tidak lagi berwarna cokelat tembaga, kini patung Putri Lemlai Suri telah dilakukan pengecatan sehingga bak putri asli dengan kulit putih bersih.

Penulis: Jino Prayudi Kartono | Editor: Diah Anggraeni
HO/ PEMKAB BULUNGAN
TUGU LEMLAI SURI – Patung Putri Lemlai Suri di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara. Tugu Putri Lemlai Suri kini memiliki tampilan baru setelah dilakukan pengecatan. Warga menyebut semakin cantik dan menawan, bak putri asli dengan kulit putih bersih yang menjadi legenda dan sejarah Bulungan. (HO/ PEMKAB BULUNGAN) 

TRIBUNKALTIM.CO, TANJUNG SELOR - Tidak lagi berwarna cokelat tembaga, kini patung Putri Lemlai Suri di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, disebut telah dilakukan pengecatan.

Patung putri yang menjadi legenda Kabupaten Bulungan tersebut bahkan disebut masyarakat kini telah menjadi jauh lebih cantik dan mulus.

Pengecatan ini merupakan respons cepat yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bulungan dalam menerima saran dari masyarakat.

Khususnya terkait dengan warna patung Lemlai Suri yang tidak lebih bagus dari sebelum direvitalisasi.

Baca juga: Pemkab Bulungan Siapkan Anggaran Perbaikan Rp1,23 Miliar, Jalan Simpang Padaelo Berfungsi November

Sebelumnya, Bupati Syarwani sempat mengatakan bahwa Pemkab Bulungan tidak memiliki niat untuk mengubah Tugu Putri Lemlai Suri.

Di mana revitalisasi dilakukan untuk membuat tugu tersebut menjadi lebih indah dan megah.

Safitri (30) warga Tanjung Selor, mengatakan jika tampilan Tugu Putri Lemlai Suri kini menjadi semakin menawan.

Selain terlihat lebih cantik, patung Putri Lemlai Suri yang berada di tengah telur menetas tersebut menjadi lebih terang.

“Setelah dicat seperti itu, jadi lebih cantik. Mungkin kemarin memang belum selesai kan pembangunanya, bahkan sampai sekarang juga masih dilindungi besi,” ucapnya, Minggu (2/2/2025).

“Jadi kalau dilihat mungkin sekarang versi glow upnya, karena kulitnya lebih putih dan bersih. Seperti putri sungguhan,” sambungnya.

Untuk mempercantik tugu yang digadang-gadang menjadi kebanggaan Tanjung Selor ini, Pemkab Bulungan bahkan menggelontorkan anggaran yang tidak sedikit, yakni sebesar Rp3 Miliar.

Bahkan disebutkan anggaran tersebut berpotensi akan mengalami penambahan.

Sebelum menjadi sebuah tugu yang dikenal sebagai ikon Bulungan dan Tanjung Selor, legenda Lemlai Suri masih sangat melekat dan dianggap sebagai warisan budaya untuk Bulungan.

Bahkan hingga saat ini, legenda tentang Putri Lemlai Suri juga masih hangat untuk dibahas, khususnya terkait sejarah Bulungan. B

erikut kilas balik sejarah putri lemlai suri yang sempat dirangkum oleh TribunKaltara.com dari beberapa Budayawan Bulungan.

Baca juga: Luas Lahan Padi Menurun 674,49 Hektare, Pemkab Bulungan Siapkan Perda Perlindungan Pangan

Menetas dari Dalam Telur 

Perlu diketahui, tugu yang berbentuk seorang putri menetas dari dalam telur yang dibangun oleh Pemkab Bulungan  (Bupati Bulungan, Kol Inf Purn. H. Yusuf Dali) yang saat itu masih menjadi bagian dari Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) pada tahun 1994 ini memiliki sejarah melekat.

Budayawan Bulungan, Joko Supriyadi menjelaskan, bahwa banyak versi yang berkaitan dengan kisah dari putri yang saat ini menjadi salah satu ikon Tanjung Selor ini. Kisah tersebut juga sempat ditulis dalam dokumen Belanda pada tahun 1855.

“Ini Dokumen tertua sepertinya yang menceritakan tentang legenda dari Lemlai Suri, pada abad 16 jauh sebelum Kerajaan Kesultanan Bulungan Berdiri. Dari kesultanan Bulungan sekitar masih 10 generasi atau kurang lebih 300 tahunan lah,” jelasnya.

Dalam dokumen tersebut menjelaskan bahwasanya Lemlai Suri ini terlahir dari sebuah telur yang diciptakan oleh dewa guntur bernama Belalinajeb (Dewa Guntur Suku Dayak Kayan).

Selain Lemlai Suri, Dewa Belalinajeb juga menciptakan seorang pria yang berasal dari kayu (bambu) yang kemudian dikenal sebagai Ilang Bilung (menurut dokumen belanda).

“Kalau di Dokumen nama yang laki-laki Ilang Bilung, tapi menurut legenda yang berkembang dan populer di masyarakat yakni Jau Iru. Tapi untuk yang perempuan sepakat atas nama Lemlai Suri,” paparnya.

Sejarah Lemlai Suri ini berasal dari suku Dayak Kayan. Selain dokumen Belanda, legenda Lemlai Suri ini juga sudah berkembang di masyarakat Bulungan terkait kebenaran kisah tersebut.

Salah satunya dibenarkan oleh Budayawan Bulungan, Qomariyah.

Baca juga: Suplai Buku Anak Jadi Program Prioritas Pemkab Bulungan sejak 2018, 27.200 Siswa Terima Manfaat

Wanita yang juga berprofesi sebagai seorang guru sekaligus pelatih tarian tradisional ini menceritakan, bahwa kisah Lemlai Suri ini berasal dari Desa Long pelban, Kecamatan Peso, Kabupaten Bulungan.

Yang mana pada saat itu, seorang kepala suku Dayak Kayan bernama Kuanyi yang memimpin sekitar 80 kepala keluarga di ‘Apok Kayan’ (yang saat ini menjadi Desa Long Pelban) hingga hari tua tidak diberi keturunan.

Untuk memenuhi kebutuhan setiap harinya, Kuanyi dan sang istri ‘Inai’ memilih berburu dan bercocok tanam sebagai mata pencaharian.

“Kuanyi ini pada masa itu sebagai kepala suku termasuk orang berada, karena mereka tinggal di rumah yang besar,” terang Qomariyah kepada awak Tribun Kaltara saat ditemui di kantor tempatnya mengajar.

Pada saat itu, sang istri mengatakan jika persediaan makanan di rumah sudah hampir habis. Oleh karena nya, Inai meminta Kuanyi untuk berburu ke hutan mencari hewan buruan.

Kuanyi pergi menuju hujan di kala keadaan masih pagi petang dengan ditemani oleh beberapa anjing peliharaannya.

Namun, pada saat itu keadaan hutan berbeda dari biasanya, hutan terasa sangat sepi.

Hingga siang hari. ia belum juga mendapat hewan buruan.

“Menurut Sejarah saat itu hutan sangat sepi, bahkan untuk hewan lalat atau serangga pun tidak ada,” tuturnya.

Baca juga: RSD Tanjung Selor Kekurangan Tenaga Medis, Pemkab Bulungan Butuh 800 PPPK untuk Kesehatan dan Guru

Anjing Menggonggong Keras

Karena merasa letih, Kuanyi akhirnya tertidur.

Dia Pun terbangun dikarenakan suara anjing-anjingnya yang menggonggong keras.  

Kuanyi mengira anjing melihat seekor hewan buruan.

Namun, anehnya, anjing tersebut berlari dan menggonggong menuju serumpun bambu bukan karena melihat hewan buruan.

Saat Kuanyi hendak kembali ke tempat ia beristirahat, anjing tersebut justru menggigit ‘cancut’ milik Kuanyi dan menyeret Kuanyi menuju salah satu batang bambu yang berasal dari serumpun bambu tadi.

Akhirnya Kuanyi memutuskan menebas satu batang pohon bambu tersebut untuk ia bawa pulang sesuai permintaan sang anjing.

Akhirnya kuanyi memutuskan untuk pulang dengan hanya membawa satu batang pohon bambu.

Ditengah perjalanan hal serupa kembali terjadi. Namun kali ini sang anjing justru menggonggong menuju arah satu pohon besar yang saat itu dikenal dengan pohon ‘lemlai’.

“Dan di panjatlah pohon tersebut oleh Kuanyi. Saat berada diatas pohon ia mendapatkan satu buah telur ukuran besar dan kemudian ia bawa pulang bersama ia membawa pohon bambu tersebut,” paparnya.

Baca juga: Pemkab Bulungan Butuh 800 PPPK untuk Tenaga Kesehatan dan Guru 

Kemudian, Inai menerima telur hasil buruan Kuanyi dan ia letakkan diatas ‘parung’ dan untuk bambunya ia letakkan dibelakang pintu dapur.

Pada malam itu terjadi hujan badai kencang didaerah Apok Kayan Hulu tempat tinggal mereka yang saat ini menjadi Desa Long Pelban.

Ketika hujan dan badai perlahan reda, tiba-tiba terdengar suara tangisan bayi. Kuanyi dan Inai mencari tahu, ternyata suara tangisan bayi tersebut berasal dari batang bambu yang didapatkan dari hutan.

Setelah dibelah keluarlah seorang bayi laki-laki.
 
Dan tidak berapa lama terdengar suara tangisan bayi kembali yang ternyata berasal dari sebutir telur yang ia bawa pulang bersama bambu tersebut dari hutan.

Melihat telur tersebut telah retak, ia pun segera membuka nya dan keluarlah bayi perempuan cantik dari dalam telur tersebut.

“Jadi dalam semalam pasangan Kuanyi dan Inai mendapat sepasang anak laki-laki dan perempuan,” jelasnya penuh semangat.

Bayi laki-laki tersebut diberi nama Jau Iru yang berarti guntur besar dan yang perempuan bernama Lemlai Suri yang mana Lemlai adalah nama sebuah pohon dan Suri berarti putri atau perempuan.

Yang kemudian dari Lemlai Suri dan Jau Iru inilah cikal bakal lahirnya keturunan suku Bulungan.

Perpaduan antara suku Dayak kayan (garis keturunan Lemlai Suri) yang bernama Asung Luwan dan menikah dengan suku Brunei  yang Bernama Datu Mancang.

Baca juga: Polisi Kantongi Nama Tersangka dalam Dugaan Korupsi di Perusda Berdikari Pemkab Bulungan

SILSILAH BERDASARKAN LEGENDA PUTRI LEMLAI SURI

1. Dinasti Kuanyi (Suku Dayak Kayan)

- Kuanyi
- Jau Iru (Sumai Lemlai Suri)
- Paren Anyi
- Jau Anyi
- Lahai Bara
- Asung Luwang
 
2. Dinasti Datu Mancang  (Suku Brunei)

- Datu Mancang
- Kenawai Lumu
 
3.  Dinasti Abdurrasyid atau Datu Rasyid (Suku Sulu)

- Datu Rasyid
- Wira Kelana
- Wira Digadung
- Wira Amir / Amir Mukminin
- Sultan Alimuddin
- Sultan Khairuddin
- Sultan Jalaluddin
- Sultan Datu Alam
- Sultan Kaharuddin II
- Sultan Azimuddin
- Sultan Kasimuddin
- Sultan Achmad Sulaiman
- Sultan Maulana Muhammad Jalaluddin. (*)

Sumber: Tribun kaltara
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved