Pilkada Mahulu 2024

Sidang Pembuktian MK Pilkada Mahulu 2024, Polemik Cawe-cawe Bupati Mahakam Ulu Menurut 3 Ahli

Sidang pembuktian Mahkamah Konstitusi sengketa Pilkada Mahulu 2024. Polemik cawe-cawe Bupati Mahakam Ulu menurut 3 Ahli yang dihadirkan di sidang MK

Penulis: Aro | Editor: Amalia Husnul A
www.mkri.id/Humas Mahkamah Konstitusi/Teguh
SENGKETA PILKADA MAHULU 2024 - Pengambilan sumpah ketiga ahli yang dihadirkan para pihak dalam sidang pembuktian Mahkamah Konstitusi (MK) sengketa Pilkada Mahulu 2024 hari ini, Selasa (11/2/2025). Dalam sidang pembuktian MK hari ini, polemik cawe-cawe Bupati Mahakam Ulu mewarnai sidang. Simak pendapat tiga ahli yang dihadirkan para pihak dalam sidang MK sengketa Pilkada Mahulu 2024. (www.mkri.id/Humas Mahkamah Konstitusi/Teguh) 

“Ketika pendaftaran, ketika sudah selesai, anaknya yang mendaftar, Yang Mulia, menjadi bakal Calon Bupati Mahkamah Ulu,” ujar Batoo setelah ditanya oleh Wakil Ketua MK perihal sumber pengetahuan dirinya bahwa pidato Bupati aktif Kabupaten Mahkamah Ulu tersebut merupakan bentuk dukungan terhadap anaknya.

Untuk memperkuat argumentasinya berkenaan dengan cawe-cawe Bupati aktif dalam Pilkada Mahulu 2024, Pemohon juga menghadirkan Bambang Eka Cahya Widodo sebagai ahli untuk menjelaskan perihal cawe-cawe Bupati aktif tersebut. 

Dalam keterangannya, Bambang menuturkan Pilkada Mahulu 2024 telah tercederai oleh pelanggaran serius yang dilakukan oleh sejumlah pejabat termasuk oleh Bupati yang sedang menjabat yang cawe-cawe untuk memenangkan salah satu paslon yang merupakan anak kandung yang bersangkutan.

“Bahwa tindakan bupati yang masih aktif dan menjabat mengumpulkan jajaran Perangkat Desa, di Kota Yogyakarta, minta dukungan anaknya yang akan maju meneruskan menjadi Bupati juga bertentangan dengan Pasal 71 ayat (1) dan (3) bahwa Pejabat Negara, Pejabat Daerah, Pejabat Aparatur Sipil Negara, Anggota TNS/Polri, dan Kepala Desa atau sebutan lain dilarang membuat keputusan atau tindakan menguntungkan atau merugikan salah satu Pasangan Calon,” ujar Bambang.

Lebih lanjut, Bambang menuturkan bahwa penegakan hukum terhadap peristiwa tersebut telah dilakukan oleh Bawaslu dengan memproses laporan hingga membuat keputusan yang diteruskan sebagai pelanggaran pidana pemilu melalui Sentra Gakkumdu dan telah dilakukan pemanggilan terhadap yang bersangkutan.

Namun, dengan keterbatasan waktu yang dimiliki oleh Bawaslu dan aparat penegak hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan, laporan dinyatakan kedaluwarsa sehingga tidak dapat diteruskan ke tahap selanjutnya.

“Proses penegakan hukum telah berusaha dilakukan namun terkendala oleh proses yang antara lain disebabkan oleh timeline yang disediakan oleh undang-undang pemilu itu sendiri,” ujar Bambang.

Sehingga menurutnya, hak pemilu Pemohon terutama hak untuk mendapatkan pemilu yang fair tidak didapatkan karena pelanggaran serius yang dilakukan oleh pejabat daerah.

Terlebih, dengan pelanggaran tersebut tidak didapatkan sanksi yang setimpal.

Karena itu, ia memberi keterangan yang pada pokoknya Mahkamah perlu memutuskan apakah proses Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Mahkamah Ulu Tahun 2024 memenuhi standar integritas Pemilu.

“Mahkamah memang bukan pengadilan yang bertugas menegakkan hukum pidana pemilu sesuai dengan tugas masing-masing peradilan pidana, instrumen lain yang bertanggung jawab.

Dalam kasus ini, Mahkamah perlu menilai dan memutuskan apakah proses pemilu yang penuh dengan pelanggaran yang tidak bisa dijatuhi sanksi masih dapat dikatakan sebagai Pemilu yang Jurdil, apakah masih memenuhi standar integritas Pemilu ketika penegakan hukum tidak dijalankan oleh pihak-pihak yang bertanggung jawab dan pihak-pihak yang bertanggung jawab tidak dapat dituntut mempertanggung jawabkan perbuatannya,” ucap Bambang.

Baca juga: Sengketa Pilkada Mahulu Berlanjut ke Sidang Pembuktian di MK, Ini Kata Tim Manis

Bukan Kewenangan Mahkamah

Sementara itu, KPU Kabupaten Mahulu selaku Termohon menghadirkan Fajlurahman sebagai ahli.

Dalam keterangannya, Fajlur menuturkan bahwa penyelesaian sengketa proses tersebut seharusnya sudah selesai di lembaga terkait.

“Misalnya jika pelanggarannya itu adalah kode etik maka diteruskan ke Bawaslu kemudian DKPP.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved