Ekonomi Bisnis
Harga Cabai Rawit di Samarinda Rp120 Ribu per Kg, DPPKUKM Kaltim Beber Penyebabnya
Memasuki satu pekan bulan suci Ramadhan 2025, harga cabai merah di Provinsi Kalimantan Timur terus melambung tinggi
Penulis: Rita Lavenia | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Memasuki satu pekan bulan suci Ramadhan 2025, harga cabai merah di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) terus melambung tinggi.
Terpantau di lapangan per Rabu (5/3/2025) harga cabai di sejumlah pasar tradisional telah menembus angka Rp120 ribu per kilogramnya.
"Minggu lalu saja sudah Rp100 ribu. Ini naik lagi. Bisa-bisa minggu depan Rp200 ribu. Mau pasokan banyak tapi cabai mudah rusak," ujar Yuliana (54), salah satu pembeli di Pasar Segiri Samarinda.
Selain itu, harga komoditas laut unggulan seperti ikan, udang dan cumi-cumi juga terpantau mengalami kenaikan harga hingga Rp30 ribu dari harga biasanya.
Baca juga: Harga Cabai Rawit dan Gula di Balikpapan Naik Jelang Ramadan, Satgas Pangan Lakukan Pemantauan
"Rata-rata (ikan laut) naik karena cuaca masih kurang bagus buat melaut," ungkap Pardi (42), salah satu pedagang ikan di pasar tradisional yang berada di Jalan Pahlawan, Kota Samarinda tersebut.
Masih Bergantung pada Sulawesi Tengah
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi Usaha Kecil dan Menengah (DPPKUKM) Kaltim, Heni Purwaningsih mengakui memang terjadi kenaikan harga terhadap tanaman holtikultura tersebut.
Heni, sapaan akrabnya, mengungkap memang sampai saat ini Kaltim masih menyuplai cabai dari Sulawesi Tengah (Sulteng).
Namun belakangan ini Provinsi Sulawesi Tengah juga tengah mengalami curah hujan tinggi yang menyebabkan banyak produksi cabai rusak.
"Karena cuaca buruk, para petani cabai juga kesulitan untuk panen. Makanya harganya naik," ungkap Heni.
Baca juga: Harga Cabai Lokal di Tarakan Rp 150 Ribu per Kilogram, Disebabkan Stok dari Sulawesi Kosong
Untuk mengatasi hal tersebut, DPPKUKM Kaltim mengoptimalkan peran 6 toko penyeimbang yang ada di daerah:
- Kota Samarinda;
- Kota Balikpapan;
- Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU);
- serta Kabupaten Berau.
"Jadi kita membeli panenan cabai lokal kemudian kita jual di toko penyeimbang. Memang cukup terbatas karena kita bukan produsen cabai, tapi paling tidak bisa menjadi alternatif sementara," kata Heni.
Selain itu, guna mengantisipasi kenaikan harga kebutuhan pokok, pihaknya kini mengadakan program Sigap Mobile yang melakukan operasi pasar di beberapa titik.
"Jadi kita punya armada yang bisa mengangkut dan melakukan pasar murah di beberapa titik," pungkasnya. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.