Berita Nasional Terkini
Tok! RUU TNI Resmi Disahkan oleh DPR RI, Ini Poin-poin Isi Revisinya, Apa Itu Dwifunsi ABRI?
Tok! Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mengesahkan revisi UU nomor 34 tahun 2004 tentang TNI.
TRIBUNKALTIM.CO - Tok! Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mengesahkan revisi UU nomor 34 tahun 2004 tentang TNI.
Pengesahan itu dilakukan pada Rapat Paripurna DPR RI pada Kamis (20/3/2025), di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Rapat Paripurna dipimpin Ketua DPR RI Puan Maharani.
Awalnya Ketua Komisi I DPR RI Utut Adianto menyampaikan laporan hasil pembahasan RUU TNI yang dilakukan oleh Komisi I DPR RI.
Dia berharap bahwa pengesahan revisi UU TNI dapat bermanfaat bagi bangsa dan negara.
"Semoga dapat memberikan manfaat besar bagi bangsa dan negara," kata Utut
Setelah itu, Puan menanyakan persetujuan anggota dewan atas pengesahan revisi UU TNI.
"Kami menanyakan kepada seluruh angota apakah RUU nomor 34 tahun 2004 tentang TNI dapat disetujui untuk disahkan menjadi Undang-Undang?" tanya Puan.
"Setuju," jawab peserta rapat.

Sebelumnya Komisi I DPR RI menyepakati Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) untuk dibawa ke rapat paripurna guna disahkan menjadi undang-undang.
Keputusan ini diambil dalam rapat kerja dengan pemerintah yang digelar di Ruang Rapat Badan Anggaran DPR RI, Selasa (18/3/2025).
Seluruh fraksi di DPR menyatakan persetujuan terhadap rancangan revisi UU TNI ini. Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto, kemudian meminta persetujuan resmi dari peserta rapat.
"Selanjutnya, saya mohon persetujuannya. Apakah RUU tentang perubahan atas UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI untuk selanjutnya di bawa pada pembicaraan tingkat 2 dalam rapat paripurna DPR RI untuk disetujui menjadi undang-undang, apakah dapat disetujui?" tanya Utut.
"Setuju," jawab peserta rapat.
Dalam RUU TNI, terdapat penambahan dua tugas pokok bagi TNI, yaitu membantu menanggulangi ancaman siber serta membantu melindungi dan menyelamatkan Warga Negara Indonesia (WNI) serta kepentingan nasional di luar negeri.
Baca juga: Tuntutan Demo Tolak Pengesahan RUU TNI, Daftar Pasal Kontroversial hingga Tagar TolakRUUTNI Trending
Sebelumnya, pemerintah mengusulkan agar TNI memiliki kewenangan untuk membantu penanganan penyalahgunaan narkotika. Namun, usulan tersebut ditolak dalam rapat Panitia Kerja (Panja) pada Senin (17/3/2025).
Revisi UU TNI ini juga mengatur posisi di kementerian dan lembaga negara yang dapat diisi oleh prajurit aktif TNI tanpa harus pensiun dari dinas kemiliteran.
Setidaknya, ada 14 posisi yang tercantum dalam RUU tersebut, di antaranya:
Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Negara
Pertahanan Negara/Dewan Pertahanan Nasional
Kesekretariatan Negara yang menangani urusan Kesekretariatan Presiden dan Kesekretariatan Militer Presiden
Intelijen Negara
Siber dan/atau Sandi Negara
Lembaga Ketahanan Nasional
Search and Rescue (SAR) Nasional
Badan Narkotika Nasional
Pengelola Perbatasan
Penanggulangan Bencana
Penanggulangan Terorisme
Keamanan Laut
Kejaksaan Republik Indonesia
Mahkamah Agung.
Sementara, dalam RUU TNI, batas usia pensiun dirinci kembali berdasarkan pangkat. Rinciannya yakni sebagai berikut:
Batas usia pensiun prajurit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
• Bintara dan Tamtama paling tinggi 55 (lima puluh lima) tahun;
• Perwira sampai dengan pangkat Kolonel paling tinggi 58 (lima puluh delapan) tahun;
• Perwira tinggi bintang 1 (satu) paling tinggi 60 (enam puluh) tahun;
• Perwira tinggi bintang 2 (dua) paling tinggi 61 (enam puluh satu) tahun; dan
• Perwira tinggi bintang 3 (tiga) paling tinggi 62 (enam puluh dua).
Apa Itu Dwifungsi TNI?
Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang sedang bergulir dikhawatirkan banyak pihak dapat menghidupkan dwifungsi ABRI atau dwifungsi TNI.
Pasalnya, revisi UU TNI bakal memperluas jabatan kementerian dan lembaga yang dapat diduduki oleh prajurit aktif TNI, hal ini dimaknai oleh banyak pihak sebagai tanda kembalinya dwifungsi TNI.
Lantas, apa sebenarnya yang dimaksud dengan d
wifungsi TNI?
Sejarah dwifungsi
Dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) merupakan sebuah konsep dan kebijakan politik yang mengatur tentang fungsi ABRI dalam tatanan kehidupan bernegara.
Dwifungsi ABRI memiliki arti bahwa ABRI memiliki dua fungsi, yaitu fungsi sebagai kekuatan militer Indonesia serta fungsi sebagai pemegang kekuasaan dan pengatur negara.
Kebijakan dwifungsi ABRI ini berlaku pada masa pemerintahan Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto selama 32 tahun.
Dikutip dari buku Pejuang dan Prajurit: Konsepsi dan Implementasi Dwifungsi ABRI (1984) karya Arifin Tambunan dan kawan-kawan, pada masa Orde Baru, ABRI berperan ganda sebagai penggerak dan penstabil kehidupan berbangsa dan bernegara.
Penerapan konsep dwifungsi ABRI tidak dapat terlepas dari sejarah perkembangan organisasi militer Indonesia.
Seusai Indonesia merdeka, para perwira militer merasa memiliki hak yang sama dengan masyarakat sipil dalam hal penentuan kebijakan dan pelaksanaan bina negara.
Berdasarkan jurnal Kebijakan Dwifungsi ABRI dalam Perluasan Peran Militer di Bidang Sosial Politik tahun 1966-1998 (2016) karya D.W Firdaus, konsep dwifungsi ABRI pada masa pemerintahan Orde Baru berawal dari gagasan AH Nasution yang disebut dengan konsep jalan tengah.
Konsep jalan tengah merupakan sebuah konsep yang menginginkan militer berperan sebagai alat pertahanan keamanan negara sekaligus berpartisipasi dalam bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
Pada perkembangannya, konsep jalan tengah AH Nasution diterapkan oleh Soeharto dalam kebijakan dwifungsi ABRI.
Penerapan Dwifunsi
Dwifungsi ABRI sebenarnya telah diterapkan pada awal Orde Baru, tetapi baru dilegalkan oleh Soeharto pada tahun 1982 melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982.
Penerapan dwifungsi ABRI pada masa Orde Baru sangat berpengaruh terhadap kondisi sosial dan politik Indonesia.
Melalui kebijakan dwifungsi ABRI, ABRI berhasil melakukan dominasi terhadap lembaga eksekutif dan legislatif Orde Baru.
Mulai tahun 1970-an, banyak perwira aktif ABRI yang ditunjuk sebagai DPR, MPR, ataupun DPD tingkat provinsi.
Selain itu, para ABRI juga menempati posisi yang penting dalam pengendalian arah politik dari organisasi Golkar.
Dampak dari adanya dwifungsi ABRI ini adalah berkurangnya jatah warga sipil di bidang pemerintahan karena banyaknya anggota ABRI yang mendominasi pemerintahan.
Hal ini juga menjadikan tidak transparannya sistem pemerintahan di Indonesia pada masa itu.
Puncak dari masa kejayaan dwifungsi ABRI terjadi pada tahun 1990-an, di mana pada saat itu anggota ABRI memegang peranan kunci di sektor pemerintahan, mulai dari bupati, wali kota, pemerintah provinsi, duta besar, pimpinan perusahaan milik negara, peradilan, hingga menteri di kabinet Soeharto.
Keterlibatan militer dalam kehidupan sosial politik yang semakin mendalam mengakibatkan militer berubah menjadi alat kekuasaan rezim untuk melakukan pembenaran atas kebijakan pemerintah.
Kekuasaan yang dipegang militer juga menyebabkan pelanggaran HAM yang berujung pada kerusuhan.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul BREAKING NEWS: DPR Sahkan RUU TNI Jadi Undang-Undang, Ini Poin-poin Pentingnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.