Berita Nasional Terkini

Eksepsi Hasto Kristiyanto Ditolak Hakim, Sidang Kasus Sekjen PDIP Lanjut ke Pembuktian

Eksepsi Hasto Kristiyanto ditolak hakim, sidang kasus Sekjen PDIP lanjut ke pembuktian.

Tribunnews/Rahmat Fajar
SIDANG HASTO KRISTIYANTO - Terdakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (27/3/2025). Agenda sidang hari ini beragendakan mendengar jawaban dari KPK. Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta tidak menerima nota keberatan atau eksepsi Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.Hal itu diucapkan Ketua Majelis Hakim Rios Rahmanto saat membacakan putusan sela kasus tersebut di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (11/4/2025). (Tribunnews/Rahmat Fajar) 

TRIBUNKALTIM.CO - Eksepsi Hasto Kristiyanto ditolak hakim, sidang kasus Sekjen PDIP lanjut ke pembuktian.

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto harus bersiap melanjutkan persidangan kasusnya terkait Harun Masiku.

Pasalnya, eksepsi atau nota keberatan yang diajukan Hasto Kristiyanto ditolak hakim.

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta tidak menerima eksepsi Hasto Kristiyanto dalam sidang yang digelar hari ini, Jumat (11/4/2025).

Baca juga: Isi Surat Hasto Kristiyanto dari Penjara: Berat Badan Turun 6,4 Kg Bukan karena Menderita

Atas putusan ini sidang kasus suap dan perintangan penyidikan pergantian antar waktu anggota DPR RI Harun Masiku yang menjerat Hasto pun lanjut ke tahap pembuktian.

Adapun hal itu diucapkan Ketua Majelis Hakim Rios Rahmanto saat membacakan putusan sela kasus tersebut di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (11/4/2025).

"Mengadili, menyatakan keberatan penasihat hukum terdakwa Hasto Kristiyanto tidak dapat diterima," ucap Hakim Rios di ruang sidang.

"Memerintahkan Penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara nomor 36/Pid.Sus-TPK/2025/PN Jkt.Pst atas nama terdakwa Hasto Kristiyanto berdasarkan surat dakwaan penuntut umum tersebut di atas," sambung Hakim.

Seperti diketahui Sekertaris Jenderal (Sekjen) PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dalam kepengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku.

Adapun hal itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (Jpu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat membacakan berkas dakwaan Hasto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jum'at (14/3/2025).

"Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut memberi atau menjanjikan sesuatu," kata Jaksa KPK Wawan Yunarwanto.

Dalam kasus tersebut, Hasto didakwa bersama-sama dengan orang kepercayaannya yakni Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 ribu Dollar Singapura (SGD) kepada mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

SIDANG HASTO - Sidang pembacaan putusan sela kasus suap dan perintangan penyidikan pergantian antar waktu anggota DPR RI Harun Masiku dengan terdakwa Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (11/4/2025). Hakim menyatakan tidak menerima keberatan atau eksepsi Hasto Kristiyanto dan sidang lanjut ke tahap pembuktian. (Tribunnews.com/Fahmi Ramadhan)
SIDANG HASTO - Sidang pembacaan putusan sela kasus suap dan perintangan penyidikan pergantian antar waktu anggota DPR RI Harun Masiku dengan terdakwa Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (11/4/2025). Hakim menyatakan tidak menerima keberatan atau eksepsi Hasto Kristiyanto dan sidang lanjut ke tahap pembuktian. (Tribunnews.com/Fahmi Ramadhan) (Tribunnews.com/Fahmi Ramadhan)

Uang tersebut diberikan kepada Wahyu agar KPU bisa mengupayakan menyetujui pergantian calon anggota legislatif terpilih dari daerah pemilihan Sumatera Selatan 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

"Yang bertentangan dengan kewajiban Wahyu Setiawan selaku anggota KPU RI yang termasuk penyelenggara negara sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme," ucap Jaksa.

Jaksa mengatakan, peristiwa itu bermula pada 22 Juni 2019 dilaksanakan rapat pleno DPP PDIP untuk membahas perolehan suara Nazarudin Kiemas calon anggota legislatif dapil Sumatera Selatan 1 yang telah meninggal dunia.

Baca juga: Staf Hasto Kristiyanto, Kusnadi Cabut Gugatan Praperadilan, KPK: Barang Bukti Sudah Dilimpahkan

Sumber: Tribunnews
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved